Thursday, May 2, 2013

Urbanisasi dari daerah kaya SDA ke daerah miskin SDA

Oleh: Helmi Junaidi




Beberapa waktu lalu saat saya naik Koantas di terminal Kampung Rambutan saya bertanya dengan suara agak keras apakah lewat Cilandak. Tak ada yang tahu, tak ada penumpang yang menjawab, mereka cuma pada bengong saja. Artinya mereka semua, yakni para penumpang yang sedang berjubelan sampai di pintu bis itu pendatang baru di Jakarta. Tampang-tampang udik yang kusut nan lusuh. Padahal ini bukan habis lebaran. Lalu kondektur loncat naik ke pintu, tepat di samping saya, bis pun bersiap berangkat. Saya bertanya ke dia. Dijawab tidak, lalu saya pun bergegas turun. Saat saya tengok-tengok mencari jurusan yang tepat diantara seliweran angkot dan bus-bus besar antarkota, eh tiba-tiba lewat kopaja jalur yang saya naiki saat berangkat tadi.

Alhamdulilah, masih ada juga. Saya buru-buru karena sudah menjelang gelap. Tanpa tanya-tanya lagi saya loncat naik. Saya tengok sekeliling kondisi sama dengan bis koantas tadi. Banyak berjejalan penumpang dengan tampang-tampang udik yang lusuh membawa tas-tas berat. Pendatang baru. Bus masih tetap penuh sesak sesampai di Kalibata. Baru di Jl. Buncit Raya bis jadi lowong, banyak yg turun. Entah mau kemana saja mereka, tapi kukira oper ke Selatan karena bus ini mau ke utara.

Waktu sampai di Buncit Raya suasana sudah gelap, lewat maghrib. Para pendatang baru tadi rata-rata masih muda, usia 20an. Mereka pergi ke Selatan, sehingga tentu saja bukan untuk menjadi orang kantoran. Tak ada gedung-gedung bertingkat di Selatan. Operan yg ada disitu adalah jalur ke Selatan, yaitu ke Lebakbulus, Cilandak, atau bisa juga oper lagi ke Cinere, Ciganjur dan sebagainya. Apalagi bila melihat tampang mereka yang ndeso dan dan kucel begitu, wah saya tak bisa membayangkan mereka ke Jakarta untuk menjadi pegawai kantoran di gedung-gedung megah.

Kenapa setelah cerita tentang gas alam di Aceh tiba-tiba saya kok cerita tentang kaum udik pendatang baru tadi? Ya, karena dari kampung rambutan banyak juga berdatangan bus-bus besar dari Sumatra. Sumatra lebih kaya SDA daripada Jawa. Sedihnya, banyak penduduuk dari daerah kaya SDA tersebu ikut berjejalan di Jakarta. Makin sedihnya lagi, mereka ke Selatan Jakarta. Tidak ke Utara, tidak ke tempat gedung-gedung tinggi megah bersesakan di sepanjang jalan. Yeah, bayangkan sendiri pekerjaan apa yg mereka tuju di Selatan.


5 Nov 2012