Sunday, May 12, 2013

Soekarno dan Marxisme


Oleh: Helmi Junaidi 





You say you want a revolution
Well, you know we all want to change the worid
You tell me that it's evolution
Well, you know we all want to change the world
But when you talk about destruction
Don't you know that you can count me out
(“Revolution”, The Beatles)

Tulisan saya kali ini tidaklah bersifat penguraian yang panjang lebar. Ini nanti hanya sekedar mengambil kutipan-kutipan saja atas pandangan Sukarno tentang Marxisme. Biarlah nanti Anda sendiri yang memberikan penilaiannya. Pandangan-pandangan Sukarno ini mungkin juga masih jarang diketahui oleh pengikut Soekarno sendiri. Maklumlah, buku Di Bawah bendera Revolusi ini belum pernah diterbitkan lagi, sedangkan bukunya yang asli saat ini sudah langka dan harganya pun tak terjangkau oleh kantong kempes kaum Marhaen. Seandainya pun nanti ada yang mau menerbitkan lagi, nampaknya akan tetap sukar pula terjangkau oleh kaum Marhaen mengingat tebalnya buku. Semakin tebal buku kan harganya semakin mahal. Saya perkirakan akan bisa mencapai 100 ribu atau bahkan lebih bila terbit lagi saat ini. Harga yang masih cukup ngos-ngosan untuk bisa dicapai oleh rata-rata kaum Marhaen, apalagi dalam kondisi ekonomi sulit seperti sekarang ini. Buku memang masih merupakan barang mewah bagi kebanyakan masyarakat kita. Untuk saya sendiri, yang keadaan ekonominya tergolong agak mendingan saja, masih berpikir dua tiga kali untuk membeli buku seharga segitu, apalagi mereka yang tergolong Marhaen betulan (bukan “Marhaen” apus-apusan), yang kantongnya selalu kempes betulan juga dari hari ke hari. Marhaen saat ini ada dua tipe memang. Tipe pertama adalah tipe mayoritas, yang merasa bahwa buku seharga 100 ribu masih tergolong barang mewah. Dan bila kemudian ada yang menganggap uang segitu hanya uang recehan saja, mestilah dia termasuk tipe “Marhaen” yang di garasinya berderet beragam mobil mewah dan setiap hari mampir ke restoran atau kafe mewah pula untuk sekedar membuang beberapa lembar “uang recehan” 100 ribu di sana.  (Catatan: ini saya tulis tahun 2006 saat UMR sekitar separuh tahun 2013 sekarang).

Sekian dulu membahas harga bukunya, dan kita sekarang membahas isi bukunya. Paling sedikit ada dua tulisan Sukarno di dalam buku Di Bawah bendera Revolusi yang menyinggung pandangannya tentang Karl Marx dan Marxisme. Pertama adalah artikel yang berjudul “Berhubung dengan Tulisannja Mr. Baars” dan yang kedua adalah artikel yang berjudul “Memperingati 50 tahun Wafatnya Karl Marx”.

Kita akan meninjau artikel yang pertama dulu, yang dimuat di koran Suluh Indonesia Muda pada tahun 1928. Dalam tulisan ini Sukarno menanggapi tulisan dari Ir. A. Baars. Siapakah Mr. Baars ini? Mari kita lihat kutipan berikut.

Pembatja sudah mengetahui semuanja: Ir. A. Baars jang kita semua mengenalnja sebagai salah seorang penjebar benih Marxisme di Indonesia, jang berhubung dengan aksi revolusioner dalam tahun 1917 dikeluarkan dari djabatan Gupermen, jang, sudah enam tahun ini tidak boleh mengindjak Indonesia jang sesudah jatuhnja ia punja externering lantas masuk dalam dinasnja pemerintah Soviet,. . . Ir. A. Baars ini belum selang berapa lama telah menulis beberapa karangan dalam surat-surat-kabar "S.I.D. de Preangerbode" dan “Surabajaasch Handelsblad", dengan ini menundjukkan, bahwa ia kini, oleh pengalaman-pengalamannja dinegeri Rusia, sudah "bertobat" dari faham, jang bertahun-tahun menjerapi budi-akalnja: komunisme. Berkali-kali ia dalam tulisan itu memperingatkan kita, djanganlah kita mendekati komunisme itu; berkali-kali ia mengatakan, bahwa apa jang ia alami di Rusia itu hanjalah kekalutan dan kesengsaraan sahadja.

Sekarang Anda tentu sudah tahu siapa Ir. A. Baars ini. Ia adalah salah seorang pelopor faham Marxisme di Indonesia. Ia baru pulang dari Rusia setelah enam tahun lamanya diusir dari Indonesia karena aktifitasnya. Di Rusia ia telah melihat dengan mata kepalanya sendiri penderitaan rakyat di sana di bawah pemerintahan kaum komunis. Kesengsaraan dan kekalutan itulah yang menyebabkan ia langsung segera bertobat. Akan tetapi, dalam tulisannya Sukarno menyesalkan pertobatan Ir. A Baars tersebut. Penyesalan Sukarno itu bisa kita lihat berikut ini:

Tidakkah pengiraan kita ini diperkuat, tidakkah kita pantas menaruh sjak-wasangka atas objectiviteitnja tulisan itu, kalau kita melihat, bahwa Ir. Baars hanja menjebutkan djeleknja dan bangkrutnja pemerintahan komunis sahadja, dan ia, tiada satu perindahan atau penghargaan sama sekali atas madjunja perguruan di Rusia, madjunja pendidikan badan, madjunja pendidikan nasib kaum Jahudi dan lain-lain sebagainja, jang djuga sudah diakui terang-terangan oleh lawan-lawannja faham komunisme itu?

Bahwasanja, . . . kita, kaum nasionalis, jang bukan kaum bolshevis, jang tidak memeluk faham komunisme, jang djuga mengetahui, bahwa faham pemerintahan Soviet itu dalam banjak hal sudah membuktikan tjelaka dan melesetnja, — akan tetapi jang untuk a d i 1 n j a perkara, djuga tidak mau membutakan akan beberapa hal-hal kemadjuan, jang pemerintahan Soviet itu sudah bisa mentjapainja dengan hasil jang baik.

Meski Sukarno menyebutkan bahwa ia bukanlah penganut komunisme ataupun seorang Bolshevik, tapi tetap tak bisa dihindari kesan bahwa di dalam tulisannya itu ia memang sangat bersimpati dengan gerakan kaum komunis di Uni Sovyet. Dan ia menentang keras tulisan Ir. A. Baars yang dianggapnya hanya pandai menjelek-jelekkan pemerintahan Uni Sovyet saja. Simpati Sukarno kepada paham Marxisme itu bisa kita lihat dengan lebih jelas lagi pada artikel yang ditulisnya 5 tahun kemudian, yaitu yang berjudul “Memperingati 50 tahun Wafatnya Karl Marx”, dimuat di koran Fikiran Rakyat pada tahun 1933. Mengawali artikel tersebut Sukarno menulis:

F.R. nomor jang sekarang ini adalah mendekati 14 Maret 1933. Pada hari itu, maka genap 50 tahun telah lalu, Karl Marx menutup matanya buat selama-lamanja.

Marx dan Marxisme!

Mendengar perkataan ini,—begitulah dulu pernah saja menulis—, mendengar perkataan ini, maka tampak sebagai suatu bajangan dipenglihatan kita gambarnja berdujun-dujun kaum jang mudlarat dari segala bangsa dan negeri, putjat-muka dan kurus badan, pakaian berkojak-kojak; tampak pada angan-angan kita dirinja pembela dan kampiun simudlarat tahadi, seorang ahli-fikir jang ketetapan hatinja dan keinsjafan akan kebiasaannya mengingatkan kita pada pahlawan dari dongeng-dongeng-kuno Germania jang sakti dan tiada terkalahkan itu, suatu manusia jang “geweldig", jang dengan sesungguh-sungguhnja bernama "datuk" pergerakan kaum buruh, jakni Heinrich Karl Marx.

Dari muda sampai wafatnja, manusia jang haibat ini tiada berhenti-hentinja membela dan memberi penerangan pada simiskin, bagaimana mereka itu sudah mendjadi sengsara, dan bagaimana djalannja mereka itu akan mendapat kemenangan.

Kalimat di atas tadi kemudian diikuti dengan masih banyak lagi kata puji-pujian kepada Karl Marx dan teori-teorinya. Kata geweldig tadi artinya kurang lebih tremendous, wonderful atau amazing. Dan tulisan Sukarno itu kemudian diakhiri dengan kalimat:

Karena ini, Marhaen pun, pada hari 14 Maret 1933 itu, wajiblah berseru:

Bahagialah jang wafat 50 tahun berselang.

Demikian pandangan Sukarno tentang Karl Marx pada artikel yang berjudul “Memperingati 50 tahun Wafatnya Karl Marx” tersebut. Ia juga mengucapkan salam bahagia kepada Karl Marx pada akhir tulisannya.

Akhirnya sekian dulu tulisan ini. Singkat saja memang. Seperti yang sudah saya bilang di atas tadi, saya di sini tak akan memberikan banyak komentar. Silakan Anda sendiri saja yang menilai isi tulisan-tulisan Sukarno tersebut. Terserahlah pendapat Anda nanti. Saya hanya sekedar menyampaikan kepada Anda apa yang pernah saya baca di dalam buku karya Sukarno tersebut. Sekedar bagi-bagi info begitulah. Bagi yang ingin tahu isi lengkap artikel tersebut silakan baca sendiri bukunya. Bagi yang punya duit boleh beli sendiri dan bagi yang tidak punya boleh cari pinjaman. Kalau yang saya pakai ini kebetulan adalah punya ayah saya. Ada tertulis tanggal belinya, yaitu di Surabaya tahun 1964. Kondisinya masih sangat bagus, tidak ada selembar pun halaman yang kusut, hilang, bekas ditekuk atau robek. Karena itu tidak saya jual. Lain lagi kalau sudah jelek dan robek-robek, pasti saya kasihkan gratis saja kepada Anda.

Malang, 10 April 2006