Wednesday, May 8, 2013

Ghost Town di China

Oleh: Helmi Junaidi




 
Menyambung soal suku semut, jangan lupa juga membaca artikel tentang ghost towns di Cina. Kota-kota yang kosong melompong di mana-mana, dibangun semata-mata untuk mencapai target angka-angka pertumbuhan ekonomi di atas kertas sambil dengan enaknya melupakan daya beli masyarakat. 

Lihat misalnya di artikel ini, Ghost towns of China: Satellite images show cities lying completely deserted. Lihat juga China Ghost Cities di dateline SBS ini. Ada 64 juta apartemen dan rumah kosong, sementara jutaan suku semut tak punya rumah. Sad and ironic. :( Kisah mubazir yang luar biasa besar-besaran. Yang pertama kali harus dibangun memang adalah daya beli (gaji/pendapatan) masyarakat. Bila rakyat sudah kaya, jualan apa pun laku. Rumus pertumbuhan ekonomi memang sudah saatnya wajib diubah, seperti yang saya bilang berkali-kali, yakni dengan cara mengukur pertumbuhan saldo gaji pekerja.

Bayangkan saja, 64 juta apartemen kosong! Seluruh penduduk Jakarta plus warga Jabar muat dijebloskan disitu. Satu orang (bukan satu keluarga) dapat satu apartemen. Bila satu keluarga dapat satu, katakan satu apartemen muat 4 orang, maka seluruh penduduk Indonesia muat dijebloskan disana!! Luar biasa!!! Gara-gara teori ekonomi yang keliru diterapkan. Entah siapa yang mengarang teori tersebut. Bagaimana? Ganti menganut teori saya saja sekarang? Dijamin lebih afdhol.

Betapa mudahnya orang percaya dengan dogma, termasuk tentang ekonomi, walau jelas terbukti salah. Walau mata sendiri melihat nyata-nyata salah, tetap saja diteruskan, karena begitulah teori yang diajarkan di sekolah dan univiversitas. Tidak mau berpikir kritis

28-  29 Aug 2012