Monday, June 16, 2014

Hawa Tidak Diciptakan dari Tulang Rusuk Adam

Oleh: Helmi Junaidi


 
Selama ini Hawa diyakini oleh umat Islam diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam. Sebenarnya al-Quran tidak pernah sekalipun menyebut nama Hawa. Tidak ada nama Hawa di dalam al-Quran. Boleh silakan search sendiri di program al-Quran digital yang mana pun. Ketik kata Hawa dan dijamin hasilnya nihil. Al-Quran juga tidak pernah sekalipun menyebutkan bahwa perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Ayat al-Quran yang dijadikan landasan bagi penafsiran bahwa perempuan (Hawa) itu berasal dari tulang rusuk laki-laki (Adam) itu antara lain adalah surat 4, An-Nisa ayat 1. Ayat tersebut berbunyi:

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً *

“Hai sekalian manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri (dzat) yang satu dan menciptakan darinya pasangannya. Dan dari dari dua jenis yang berbeda itu Allah memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak”.

Ayat ini tidaklah menyebutkan bahwa perempuan itu berasal dari tulang rusuk laki-laki, dan di dalam al-Quran memang tidak ada satu pun ayat yang berbunyi semacam itu. Ayat ini sebenarnya menyatakan bahwa manusia itu berasal dari diri (dzat hidup)[1] yang mulanya adalah satu, kemudian dari dzat hidup yang satu itu Tuhan menjadikan darinya pasangannya. Perlu diperhatikan di sini bahwa nafs wahidah adalah kata muannats (wanita/feminin) dan kata gantinya adalah haa (kata ganti untuk wanita) dan bukan hu (kata ganti untuk laki-laki)[2] sehingga yang dimaksud dengan nafs wahidah di sini tidak bisa ditafsirkan sebagai Nabi Adam sebab beliau adalah orang laki-laki, bukan perempuan. Seandainya yang dimaksud pada ayat ini memang adalah Nabi Adam, tentunya menggunakan kata mudzakar (laki-laki/maskulin) dan kata gantinya adalah hu. Bisa kita lihat kata selanjutnya di ayat tersebut wa khalaqa minhaa zaujahaa di mana kata nafs wahidah semuanya menggunakan kata ganti muannats (feminin). Jadi, yang dimaksudkan dengan nafs wahidah di sini memang bukanlah Nabi Adam yang berjenis kelamin laki-laki, melainkan dzat hidup yang satu. Dari dzat yang satu itulah perempuan, dan juga laki-laki, kemudian diciptakan. Dan ayat ini sama sekali tidak berkisah tentang penciptaan Nabi Adam dan Hawa, tetapi mengenai proses penciptaan seluruh umat manusia.

Digunakannya kata muannats pada ayat di atas mungkin disebabkan karena dzat tersebut mempunyai kemampuan untuk bereproduksi. Dalam proses reproduksi, yang mempunyai peranan paling besar adalah kaum perempuan. Karena itu, walaupun dzat yang mula-mula itu tidak bisa ditentukan jenis kelaminnya, ia disebut dengan menggunakan kata muannats karena mempunyai kemampuan bereproduksi yang cenderung kepada sifat wanita. Untuk mempermudah pengertian dzat yang satu ini mungkin bisa diartikan sebagai mahluk bersel satu yang melakukan reproduksi dengan cara membelah diri. Dan bukankah proses kelahiran manusia itu sendiri seolah-olah seperti sebuah proses pembelahan diri, di mana satu individu menjelma menjadi dua individu? Tak jauh berbeda dengan proses pembiakan bakteria yang paling sederhana. Benar-benar tidak jauh berbeda! Sebenarnya, dalam proses reproduksi sel jantan dapat digantikan oleh perantara fisis atau kimiawi. Hanya unsur betina yang penting. Dengan teknik-teknik yang tepat, suatu individu baru dapat dihasilkan dari sel telur yang tidak dibuahi, tanpa intervensi unsur-unsur jantan. Hal ini sudah pernah dibuktikan dalam percobaan-percobaan yang dilakukan oleh Bataillon dan Jacques Loeb.[3]

Penjelasan selanjutnya mengenai asal-usul mahluk hidup menurut ilmu biologi modern ini bisa dilihat pada bab berikutnya. Menurut ilmu biologi modern, asal-usul semua mahluk hidup adalah berasal dari senyawa-senyawa kimia organik yang kemudian membentuk dzat hidup pertama yang masih belum bisa ditentukan jenisnya. Cara mereka untuk bereproduksi masih sederhana sekali. Setelah berkembang menjadi lebih kompleks barulah mahluk hidup itu terbagi menjadi dua jenis, yaitu laki-laki dan perempuan. Inilah kiranya yang dimaksud pada ayat di atas. Jadi, perempuan sama sekali bukan berasal dari tulang rusuk laki-laki, tetapi berasal dari dzat yang sama dengan laki-laki dan kemudian dzat tersebut berkembang dan terbagi menjadi dua jenis kelamin yang berbeda. Dan kata ganti humaa yang terdapat pada ayat di atas tidaklah berarti Nabi Adam dan Hawa, tetapi dua jenis kelamin yang berbeda. Jadi, penafsiran yang menyebutkan bahwa perempuan itu berasal dari tulang rusuk laki-laki sama sekali tidak tepat, baik bila ditinjau menurut ilmu tata bahasa Arab maupun ilmu biologi. Penafsiran semacam itu adalah pengaruh dari cerita Israiliyat, dan bukan ajaran Islam.

Sementara itu, di dalam tafsir al-Maraghi juga disebutkan bahwa pembaharu Islam dari Mesir, Muhammad Abduh, juga tidak menyetujui penafsiran yang menyatakan bahwa Nabi Adam itu bapak seluruh umat manusia.

Al-Ustadz al-Imam (Muhammad Abduh) juga menyatakan bahwa makna lahiriyah nash bukan menunjukkan bahwa yang di maksud dengan satu jiwa (nafs wahidah, pnl.) itu adalah Nabi Adam karena dua alasan berikut ini:

Penyelidikan ilmiah dan sejarah (arkeologi) yang bertentangan dengan pengertian tersebut.

Di dalam ayat dikatakan rijalan katsiran wa nisaa’an (laki-laki dan perempuan yang banyak) bukannya ar-rijal wan-nisa’ (laki-laki dan perempuan).[4]

Adapun mengenai ayat yang ditujukan kepada umat manusia, yaitu: (yaa bani Adam) tidak cukup dijadikan alibi bahwa semua umat manusia berasal dari Nabi Adam. Sebab, pengertian dari ayat tersebut cukup jika ditujukan kepada orang-orang yang dimaksud pada masa diturunkannya al-Quran (ashrut tanzil) dari kalangan anak-anak Adam.[5]

Jadi, sebenarnya pendapat bahwa Adam bukan bapak seluruh umat manusia itu juga sudah dikemukakan oleh Muhammad Abduh lebih dari seratus tahun yang lalu. Hanya saja, selama ini memang tidak begitu diperhatikan oleh umat Islam. Di sini Muhammad Abduh nampaknya berpendapat bahwa Nabi Adam itu hanyalah bapak sebagian umat manusia, yaitu masyarakat yang tinggal di sekitar Timur Tengah karena Nabi Adam memang tinggal di sekitar wilayah tersebut ribuan tahun yang lalu. Dengan demikian, memang sangat besar kemungkinan bahwa orang-orang yang tinggal di sekitar wilayah tersebut adalah keturunan dari Nabi Adam–atau paling tidak banyak di antaranya--sebab walaupun mungkin saja Nabi Adam bukan berasal dari bangsa Semit, tetapi telah terjadi percampuran antara bangsa Semit dan bangsa-bangsa lainnya karena mereka memang tinggal berdekatan. Dan Timur Tengah itu memang wilayah tempat bercampur baurnya segala bangsa.


Yogyakarta - 1997




[1] Kata nafs tidak hanya bisa berarti diri atau orang tetapi juga dzat, jasad, ruh atau jiwa. Lihat Al-Munawwir, hlm. 1545. Lihat juga Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab –Indonesia, (Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum, 1996), hlm. 1932, 926 dan 712.
[2] Dalam bahasa Inggris haa sama artinya dengan her dan hu dengan him/his.
[3] Alexis Carrel, Misteri Manusia, terj. Kania Roesli dkk., (Bandung: Remadja Karya, 1987), hlm. 85.
[4] Al-Maraghi, Juz 4, hlm. 317.
[5] Ibid.

Women Not Created from Men’s Rib

By: Helmi Junaidi





Most muslims believe that Eve was created from Adam’s rib. Actually al-Quran never mention the word Eve and never once mention that she was created from Adam’s rib. Al-Quran verse which is used as the basis for such interpretation is An-Nisa’ verse 1.

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً *

“O mankind! Obey your Lord who created you from one self (essence of life) and from it created its mate. And from the two (different sexes) proliferated many men and women“.

This verse does not mention that women is created from men’s rib, and there is no single verse in the Quran that mention it. This verse actually states that all living things created from nafs wahidah, one self (essence of life), and from that essence of life God created its mate. It should be noted that the word nafs wahidah is muannats (feminine) and use haa (female pronoun) rather than hu (male pronoun), so nafs wahidah cannot be interpreted as Adam because it is feminine, not masculine. If this verse refers to Adam, it would use mudzakar (masculine) word and its pronoun is hu. (In English, hu = his and  haa = her). So, nafs wahidah is not Adam but one self and both women and men created from it. And this verse do not tell the creation of Adam and Eve, but about the creation of all living things. (See Al-Munawwir dictionary, p. 1545 about nafs meaning. See also Kamus Kontemporer Arab –Indonesia, Yogyakarta, Yayasan Ali Maksum, 1996, p. 1932, 926 and 712).

The above verse use muannats perhaps because the essence has the ability to reproduce. In reproduction process, women has greater role. Therefore, although the essence cannot be determined its sexes, it is called by using muannats because it has the ability to reproduce, the characteristics found in women. To make it easy, the essence might be interpreted as a single-celled creature that reproduce by divides itself. And human birth process itself seems like a binary fission in bacteria, in which one individual divides into two individuals. Not much different from reproduction process of the simplest bacteria. Really not much different! In fact, in reproduction process the male reproductive cells can be replaced by physical or chemical agents. Only the female element is important. With appropriate techniques, a new individual can be produced from egg cells that are not fertilized, without the intervention of male elements. This has been proved in experiments carried out by Bataillon and Jacques Loeb. (Alexis Carrel, Misteri Manusia, terj. Kania Roesli dkk., Bandung, Remadja Karya, 1987, p.85). 

Further explanation about the origin of life according to modern biological sciences can be seen in the next chapter. According to modern biology, all living things originated from organic chemistry compounds which then formed the first essence of life. Their way to reproduce were very simple. After developing into more complex creatures then divided into two sexes, male and female. So, women were not created from men’s rib, but created from the same essence of life as men, and then developed and divided into two different sexes. And humaa pronoun in the verse does not mean Adam and Eve, but the two sexes. Thus, the interpretation which states that women were created from men’s rib has no basis at all, either viewed according to Arabic grammar or biological science. Such interpretation because the influences of Israiliyat story (Biblical story), but not found in the al-Quran.

Al-Maraghi also mentioned that the Egyptian Islamic reformer, Muhammad Abduh, disagreed with the interpretation that states Adam is the father of all mankind.

Al-Ustadz al-Imam (Muhammad Abduh) also stated that the meaning of the texts do not show that one self (nafs wahidah.) is Adam because of two following reasons:

Scientific investigation and historical (archaeological) that contradict it.

The verse says rijalan katsiran wa nisaa’an (many men and women) and not ar-rijal wan-nisa’ (a man and a woman).

As for the verses address to mankind, namely children of Adam (yaa bani Adam) we cannot make it as a reason that all mankind descend from Adam. Therefore, this verse refers to the people to whom al-Quran revealed (ashrut tanzil), from the children of Adam. (Al-Maraghi, Juz 4, hlm. 317).

The interpretation that Adam is not father of all mankind had been stated by Muhammad ‘Abduh more than a hundred years ago. But most muslims do not notice it. Muhammad Abduh seemed to believe that Adam is only father of some human race, the people who live in the Middle East because Adam lived there some thousand years ago. Thus, it is highly probable that the people who live around the area are descendants of Adam, or at least many of them. Perhaps Adam was not a Semit, but his children married with Semitic peoples and other nations who lived nearby. And the Middle East is a place where many nations intermingle.

Yogyakarta-Central Java, 1997.