Oleh:
Helmi Junaidi
Menyambung soal suku semut, jangan lupa juga membaca
artikel tentang ghost towns di Cina. Kota-kota yang kosong melompong di
mana-mana, dibangun semata-mata untuk mencapai target angka-angka pertumbuhan
ekonomi di atas kertas sambil dengan enaknya melupakan daya beli masyarakat.
Lihat misalnya di artikel ini, Ghost towns of China:
Satellite images show cities lying completely deserted. Lihat juga China Ghost Cities di dateline SBS ini. Ada 64 juta apartemen dan rumah
kosong, sementara jutaan suku semut tak punya rumah. Sad and ironic. :( Kisah
mubazir yang luar biasa besar-besaran. Yang pertama kali harus dibangun memang
adalah daya beli (gaji/pendapatan) masyarakat. Bila rakyat sudah kaya, jualan
apa pun laku. Rumus pertumbuhan ekonomi memang sudah saatnya wajib diubah,
seperti yang saya bilang berkali-kali, yakni dengan cara mengukur pertumbuhan
saldo gaji pekerja.
Bayangkan saja, 64 juta apartemen kosong! Seluruh
penduduk Jakarta plus warga Jabar muat dijebloskan disitu. Satu orang (bukan
satu keluarga) dapat satu apartemen. Bila satu keluarga dapat satu, katakan
satu apartemen muat 4 orang, maka seluruh penduduk Indonesia muat dijebloskan
disana!! Luar biasa!!! Gara-gara teori ekonomi yang keliru diterapkan. Entah
siapa yang mengarang teori tersebut. Bagaimana? Ganti menganut teori saya saja
sekarang? Dijamin lebih afdhol.
Betapa mudahnya orang percaya dengan dogma, termasuk tentang ekonomi, walau jelas terbukti salah. Walau mata sendiri melihat
nyata-nyata salah, tetap saja diteruskan, karena begitulah teori yang diajarkan
di sekolah dan univiversitas. Tidak mau berpikir kritis
28- 29
Aug 2012