Oleh:
Helmi Junaidi
You
say you want a revolution
Well,
you know we all want to change the worid
You
tell me that it's evolution
Well,
you know we all want to change the world
But
when you talk about destruction
Don't
you know that you can count me out
(“Revolution”,
The Beatles)
Tulisan
saya kali ini tidaklah bersifat penguraian yang panjang lebar. Ini nanti hanya
sekedar mengambil kutipan-kutipan saja atas pandangan Sukarno tentang Marxisme.
Biarlah nanti Anda sendiri yang memberikan penilaiannya. Pandangan-pandangan
Sukarno ini mungkin juga masih jarang diketahui oleh pengikut Soekarno sendiri.
Maklumlah, buku Di Bawah bendera Revolusi ini belum pernah diterbitkan
lagi, sedangkan bukunya yang asli saat ini sudah langka dan harganya pun tak
terjangkau oleh kantong kempes kaum Marhaen. Seandainya pun nanti ada yang mau
menerbitkan lagi, nampaknya akan tetap sukar pula terjangkau oleh kaum Marhaen
mengingat tebalnya buku. Semakin tebal buku kan harganya semakin mahal. Saya
perkirakan akan bisa mencapai 100 ribu atau bahkan lebih bila terbit lagi saat
ini. Harga yang masih cukup ngos-ngosan untuk bisa dicapai oleh rata-rata kaum
Marhaen, apalagi dalam kondisi ekonomi sulit seperti sekarang ini. Buku memang
masih merupakan barang mewah bagi kebanyakan masyarakat kita. Untuk saya
sendiri, yang keadaan ekonominya tergolong agak mendingan saja, masih berpikir
dua tiga kali untuk membeli buku seharga segitu, apalagi mereka yang tergolong
Marhaen betulan (bukan “Marhaen” apus-apusan), yang kantongnya selalu kempes
betulan juga dari hari ke hari. Marhaen saat ini ada dua tipe memang. Tipe
pertama adalah tipe mayoritas, yang merasa bahwa buku seharga 100 ribu masih
tergolong barang mewah. Dan bila kemudian ada yang menganggap uang segitu hanya
uang recehan saja, mestilah dia termasuk tipe “Marhaen” yang di garasinya
berderet beragam mobil mewah dan setiap hari mampir ke restoran atau kafe mewah
pula untuk sekedar membuang beberapa lembar “uang recehan” 100 ribu di
sana. (Catatan: ini saya tulis tahun
2006 saat UMR sekitar separuh tahun 2013 sekarang).
Sekian
dulu membahas harga bukunya, dan kita sekarang membahas isi bukunya. Paling
sedikit ada dua tulisan Sukarno di dalam buku Di Bawah bendera Revolusi
yang menyinggung pandangannya tentang Karl Marx dan Marxisme. Pertama adalah
artikel yang berjudul “Berhubung dengan Tulisannja Mr. Baars” dan yang kedua
adalah artikel yang berjudul “Memperingati 50 tahun Wafatnya Karl Marx”.
Kita
akan meninjau artikel yang pertama dulu, yang dimuat di koran Suluh Indonesia
Muda pada tahun 1928. Dalam tulisan ini Sukarno menanggapi tulisan
dari Ir. A. Baars. Siapakah Mr. Baars ini? Mari kita lihat kutipan
berikut.
Pembatja
sudah mengetahui semuanja: Ir. A. Baars jang kita semua mengenalnja sebagai
salah seorang penjebar benih Marxisme di Indonesia, jang berhubung dengan aksi
revolusioner dalam tahun 1917 dikeluarkan dari djabatan Gupermen, jang, sudah
enam tahun ini tidak boleh mengindjak Indonesia jang sesudah jatuhnja ia punja
externering lantas masuk dalam dinasnja pemerintah Soviet,. . . Ir. A. Baars ini
belum selang berapa lama telah menulis beberapa karangan dalam surat-surat-kabar
"S.I.D. de Preangerbode" dan “Surabajaasch Handelsblad", dengan
ini menundjukkan, bahwa ia kini, oleh pengalaman-pengalamannja dinegeri Rusia,
sudah "bertobat" dari faham, jang bertahun-tahun menjerapi budi-akalnja:
komunisme. Berkali-kali ia dalam tulisan itu memperingatkan kita, djanganlah
kita mendekati komunisme itu; berkali-kali ia mengatakan, bahwa apa jang ia
alami di Rusia itu hanjalah kekalutan dan kesengsaraan
sahadja.
Sekarang
Anda tentu sudah tahu siapa Ir. A. Baars ini. Ia adalah salah seorang pelopor
faham Marxisme di Indonesia. Ia baru pulang dari Rusia setelah enam tahun
lamanya diusir dari Indonesia karena aktifitasnya. Di Rusia ia telah melihat
dengan mata kepalanya sendiri penderitaan rakyat di sana di bawah pemerintahan
kaum komunis. Kesengsaraan dan kekalutan itulah yang menyebabkan ia langsung
segera bertobat. Akan tetapi, dalam tulisannya Sukarno menyesalkan pertobatan
Ir. A Baars tersebut. Penyesalan Sukarno itu bisa kita lihat berikut
ini:
Tidakkah
pengiraan kita ini diperkuat, tidakkah kita pantas menaruh sjak-wasangka atas
objectiviteitnja tulisan itu, kalau kita melihat, bahwa Ir. Baars hanja
menjebutkan djeleknja dan bangkrutnja pemerintahan komunis sahadja, dan ia,
tiada satu perindahan atau penghargaan sama sekali atas madjunja perguruan di
Rusia, madjunja pendidikan badan, madjunja pendidikan nasib kaum Jahudi dan
lain-lain sebagainja, jang djuga sudah diakui terang-terangan oleh
lawan-lawannja faham komunisme itu?
Bahwasanja,
. . . kita, kaum nasionalis, jang bukan kaum bolshevis, jang tidak memeluk faham
komunisme, jang djuga mengetahui, bahwa faham pemerintahan Soviet itu dalam
banjak hal sudah membuktikan tjelaka dan melesetnja, — akan tetapi jang untuk a
d i 1 n j a perkara, djuga tidak mau membutakan akan beberapa hal-hal kemadjuan,
jang pemerintahan Soviet itu sudah bisa mentjapainja dengan hasil jang
baik.
Meski
Sukarno menyebutkan bahwa ia bukanlah penganut komunisme ataupun seorang
Bolshevik, tapi tetap tak bisa dihindari kesan bahwa di dalam tulisannya itu ia
memang sangat bersimpati dengan gerakan kaum komunis di Uni Sovyet. Dan ia
menentang keras tulisan Ir. A. Baars yang dianggapnya hanya pandai
menjelek-jelekkan pemerintahan Uni Sovyet saja. Simpati Sukarno kepada paham
Marxisme itu bisa kita lihat dengan lebih jelas lagi pada artikel yang
ditulisnya 5 tahun kemudian, yaitu yang berjudul “Memperingati 50 tahun Wafatnya
Karl Marx”, dimuat di koran Fikiran Rakyat pada tahun 1933.
Mengawali artikel tersebut Sukarno menulis:
F.R.
nomor jang sekarang ini adalah mendekati 14 Maret 1933. Pada hari itu, maka
genap 50 tahun telah lalu, Karl Marx menutup matanya buat selama-lamanja.
Marx
dan Marxisme!
Mendengar
perkataan ini,—begitulah dulu pernah saja menulis—, mendengar perkataan ini,
maka tampak sebagai suatu bajangan dipenglihatan kita gambarnja berdujun-dujun
kaum jang mudlarat dari segala bangsa dan negeri, putjat-muka dan kurus badan,
pakaian berkojak-kojak; tampak pada angan-angan kita dirinja pembela dan kampiun
simudlarat tahadi, seorang ahli-fikir jang ketetapan hatinja dan keinsjafan akan
kebiasaannya mengingatkan kita pada pahlawan dari dongeng-dongeng-kuno Germania
jang sakti dan tiada terkalahkan itu, suatu manusia jang “geweldig", jang dengan
sesungguh-sungguhnja bernama "datuk" pergerakan kaum buruh, jakni Heinrich Karl
Marx.
Dari
muda sampai wafatnja, manusia jang haibat ini tiada berhenti-hentinja membela
dan memberi penerangan pada simiskin, bagaimana mereka itu sudah mendjadi
sengsara, dan bagaimana djalannja mereka itu akan mendapat kemenangan.
Kalimat
di atas tadi kemudian diikuti dengan masih banyak lagi kata puji-pujian kepada
Karl Marx dan teori-teorinya. Kata geweldig tadi artinya kurang lebih
tremendous, wonderful atau amazing. Dan tulisan Sukarno itu
kemudian diakhiri dengan kalimat:
Karena
ini, Marhaen pun, pada hari 14 Maret 1933 itu, wajiblah
berseru:
Bahagialah
jang wafat 50 tahun berselang.
Demikian
pandangan Sukarno tentang Karl Marx pada artikel yang berjudul “Memperingati 50
tahun Wafatnya Karl Marx” tersebut. Ia juga mengucapkan salam bahagia kepada
Karl Marx pada akhir tulisannya.
Akhirnya
sekian dulu tulisan ini. Singkat saja memang. Seperti yang sudah saya bilang di
atas tadi, saya di sini tak akan memberikan banyak komentar. Silakan Anda
sendiri saja yang menilai isi tulisan-tulisan Sukarno tersebut. Terserahlah
pendapat Anda nanti. Saya hanya sekedar menyampaikan kepada Anda apa yang pernah
saya baca di dalam buku karya Sukarno tersebut. Sekedar bagi-bagi info
begitulah. Bagi yang ingin tahu isi lengkap artikel tersebut silakan baca
sendiri bukunya. Bagi yang punya duit boleh beli sendiri dan bagi yang tidak
punya boleh cari pinjaman. Kalau yang saya pakai ini kebetulan adalah punya ayah
saya. Ada tertulis tanggal belinya, yaitu di Surabaya tahun 1964. Kondisinya
masih sangat bagus, tidak ada selembar pun halaman yang kusut, hilang, bekas
ditekuk atau robek. Karena itu tidak saya jual. Lain lagi kalau sudah jelek dan
robek-robek, pasti saya kasihkan gratis saja kepada Anda.
Malang,
10 April 2006