Oleh:
Helmi Junaidi
Orang
Yahudi sekarang ini sering menyebut tanah mereka sebagai Judea dan Samaria. Dan
klaim mereka atas tanah pendudukan juga berdasarkan keyakinan semacam itu.
Tetapi, benarkah bahwa bangsa Yahudi yang sekarang ini masih bisa mengklaim
tanah Judea dan Samaria?
Kita
dulu pernah kita membahas pengembaraan 10 puak Israel setelah ditaklukannya
Samaria oleh raja Assyiria Sargon II pada tahun 722 SM. Mereka kemudian dikenal
dengan nama The Ten Lost Tribe of Israel. Setelah dilakukan penelitian
oleh beberapa sarjana, ternyata banyak di antara suku-suku Samaria itu yang
kemudian bermukim di Afghanistan dan Kashmir. Setelah peristiwa itu, kerajaan
Judah masih tetap bertahan hingga kemudian ditaklukkan oleh Nebukhanezzar pada
tahun 586 SM. Bila penduduk Samaria ini sudah hilang dan tak pernah kembali
lagi, maka penduduk Judah kembali pada tahun 538 SM setelah dibebaskan oleh Raja
Cyrus the Great dari Persia.
Negara
Israel yang bersatu memang telah pecah menjadi dua semenjak kematian Raja
Sulaiman. Dua suku yang di sebelah selatan mendirikan kerajaan Judah di bawah
pimpinan Rehoboam anak Sulaiman, sedangkan sepuluh suku yang di Utara mendirikan
kerajaan Samaria di bawah pimpinan Jeroboam. Kerajaan Samaria ini disebut juga
sebagai kerajaan Israel. Jadi nama kerajaan Israel itu digunakan dua kali, yaitu
pada masa Daud dan kemudian untuk menyebut kerajaan Samaria. Kerajaan Judah dan
Samaria itu saling bermusuhan dan kerap pecah peperangan di antara mereka. Dan
bersama dengan berjalannya sejarah, keduanya kemudian bergiliran ditaklukkan
oleh kerajaan-kerajaan besar yang ada di sekitarnya.
Karena
sepuluh suku yang semula berdiam di Samaria telah dianggap hilang, maka sejarah
anak cucu Yakub setelah masa itu hingga zaman modern sekarang ini sebenarnya
BUKAN lagi sejarah bangsa Israel secara keseluruhan, tetapi para sejarawan
umumnya menyebutnya sebagai SEJARAH BANGSA JUDAH. Karena yang tersisa memang
hanya dua suku Judah itu saja sedangkan suku-suku Samaria sudah dianggap hilang.
Orang Samaria sudah menetap di tempat lain dan kemudian berasimilasi dengan
berbagai bangsa yang lainnya. Dan banyak di antaranya yang kemudian berasimilasi
dengan penduduk Afghanistan dan Kashmir.
Dengan
melihat sejarah dua bangsa tersebut, maka orang Yahudi yang sekarang ini
sebenarnya hanya bisa mengklaim tanah Judea sebagai tanah leluhur mereka. Mereka
tak berhak mengklaim tanah Samaria karena mereka memang BUKAN orang Samaria. Itu
klaim yang AHISTORIS. Seandainya ada yang berhak mengklaim tanah Samaria, itu
tentunya hanya bisa dilakukan oleh keturunan sepuluh suku Israel yang antara
lain sekarang ini menetap di Kashmir dan Afghanistan. Tetapi, berhubung mereka
nampaknya sudah lupa dengan asal-usulnya, dan juga mereka sudah menganut agama
Islam, nampaknya sudah kecil kemungkinan akan melakukan klaim semacam itu.
Apalagi, keturunan orang Samaria itu sudah hidup dengan tenang di tanah
Afghanistan dan Kashmir selama berabad-abad lamanya.
Sebagian
di antara orang Samaria itu ada yang tak turut dideportasikan dan hingga
sekarang masih ada komunitas mereka yang tersisa dan tinggal di dekat kota
Nablus (bekas ibukota Samaria Kuno). Mereka disebut sebagai orang Samaritan,
tetapi mereka sendiri menyebut kaum mereka sebagai Bani-Israel. Jumlah mereka
sekarang tinggal tersisa kurang lebih 500 orang saja.
Meski
mereka masih menyebut dirinya sebagai Bani-Israel dan masih juga membaca Taurat,
akan tetapi di dalam kitab Injil disebutkan bahwa orang Judah (Yahudi) sangat
membenci dan memusuhi orang Samaria, bahkan meskipun orang Samaria itu bersedia
membantu mereka tanpa mengharap imbalan jasa. Tentunya tidak konsekuen bukan
bila orang Yahudi sekarang ini mengklaim tanah Samaria tetapi mereka sendiri
ternyata sudah tidak mau lagi mengakui orang Samaria sebagai saudaranya, bahkan
memusuhi mereka. Dan kemudian, bila mereka sudah tak mengakui orang Samaria,
lantas buat apa mereka repot-repot mengklaim tanah Samaria? Apalagi, permusuhan
itu masih berlangsung hingga sekarang. Orang Yahudi Ortodoks hingga saat ini
tetap tidak mau mengakui orang Samaria yang tinggal di Palestina sebagai
saudaranya dan menganggap mereka sebagai “pagan and stranger”
.
Orang
Yahudi tak mau mengakui orang Samaria sebagai saudara karena menuduh mereka
bukan asli bangsa Yahudi, tetapi bangsa lain yang ditanamkan raja Assyiria ke
sana. Akan tetapi, ini nampaknya tuduhan yang tidak berdasar sama sekali. Bila
mereka memang asalnya non-Yahudi semuanya, bagaimana mungkin mereka akan bisa
mengenal dan kemudian menganut agama Yahudi? Jadi, sebagian di antara mereka itu
memang adalah tulen orang Samaria, dan yang sebagian lagi adalah hasil
perkawinan campur dari orang Samaria dan non-Samaria yang ada di sekitarnya.
Bila mereka asalnya non-Yahudi semuanya, tentu tak bakalan mereka akan bisa
mengenal agama Yahudi dan kitab suci Taurat, bukan? Dan menurut uji genetika
yang dilakukan pada tahun 2004, mereka ternyata memang asli keturunan orang
Samaria kuno, selain tentu saja telah banyak bercampur dengan gen rakyat Assyria
serta masyarakat lain yang ada di sekitarnya.
Bila
pun orang Samaria itu adalah bangsa campuran, maka itu sebenarnya tak bisa
dijadikan alasan mereka sudah tak dianggap sebagai Bani-Israel lagi. Malah,
orang Yahudi yang asal Rusia, Eropa Timur dan Asia Tengah itu bisa jadi kurang
kuat klaimnya kepada darah Yahudi dibandingkan dengan orang Samaritan. Kita
sudah pernah membahas tentang orang Khazar, bukan? Jadi, orang Yahudi asal
Rusia, Asia Tengah dan Eropa Timur itu bisa jadi TIDAK berdarah Yahudi SAMA
SEKALI, tetapi keturunan bangsa Khazar yang berdarah Turki. Apa pendapat Anda
yang kebetulan Yahudi asal Rusia bila membaca penjelasan ini? Demikian pula,
mereka yang asal Eropa Barat pun kecil kemungkinan sebagian besar masih berdarah
Yahudi karena orang Yahudi yang asli itu adalah bangsa penggembala ternak, bukan
bangsa pedagang. Dan memang mayoritas orang Yahudi yang sekarang ini sudah tak
murni darahnya karena mereka telah ribuan tahun menetap di tanah asing dan tentu
saja lalu bercampur dengan bangsa-bangsa di sekitarnya. Yang di Jerman sudah
mirip Jerman, di Cina mirip orang Cina, yang di Arab mirip orang Arab, yang di
Ethiopia mirip orang Ethiopia (Yahudi Falasha). Bila mereka darahnya sebagian
besar masih tulen Yahudi, mustahil bukan bila lalu mirip orang Jerman atau
Ethiopia, apalagi mirip orang Cina. Yahudi sipit, pasti lucu sekali. Kapan-kapan
saya ingin ketemu dengan mereka bila masih ada yang menetap di
Kaifeng.
Jadi,
bila orang Yahudi itu tak mau mengakui orang Samaritan karena perkara darahnya
sudah tak murni lagi, maka tengoklah dulu darah di tubuh mereka sendiri. Apa
benar mereka itu memang tulen berdarah Yahudi dan bukan malah tulen berdarah
Turki? Atau malah bisa jadi masih tulen saudara sepupu Heinrich
Himmler.
Setelah
melihat riwayat permusuhan yang yang ada di dalam kerajaan Samaria dan Judah di
atas tadi, maka semakin kuat dasarnya bahwa orang Yahudi yang sekarang ini
memang hanya berhak mengklaim tanah Judah saja, TIDAK termasuk tanah Samaria.
Tentu saja demikian karena mereka memang BUKAN orang Samaria, bahkan memusuhi
mereka. Mereka HANYA orang Judah. Orang Samaria sendiri sudah tak ada yang
menetap di Palestina (kecuali yang di Nablus) dan mereka pun tak ada yang
bergabung di dalam gerakan Zionis. Sebagian besar di antara mereka sudah krasan
tinggal di Kashmir dan Afghanistan, malah diakui sebagai sebagai saudara oleh
penduduk di sekitarnya. Berbeda sekali dengan perlakuan orang Judah (Yahudi)
yang membenci mereka. Lantas, atas dasar apa orang Judah itu mengklaim bekas
tanah kerajaan Samaria? Klaim yang aneh, bukan? Malah yang lebih berhak
mengklaim tanah Samaria adalah keturunan suku-suku Samaria yang sekarang ini
menetap di Kashmir dan Afghanistan.
Dengan
demikian, para pemukim Yahudi (Judah) yang menetap di Nablus dan tanah
pendudukan lainnya yang bekas wilayah kerajaan Samaria, bisa segera angkat kaki
dari sana karena mereka memang tak berhak atas tanah tersebut. Tanah itu hanya
bisa diklaim oleh keturunan orang Samaria. Dan tentu saja banyak di antara orang
Samaria itu adalah penduduk Tepi Barat yang sekarang ini, yaitu orang Samaria
yang telah memeluk Islam. Dan sejarah tetaplah sejarah. Orang Samaria telah
“hilang”, dan keturunan suku Judah tentu saja tak berhak mengklaim tanah
Samaria. Lain jalurnya.
Mungkin
ada sebagian kalimat pada tulisan saya ini yang bernada kurang menyenangkan,
tetapi sebenarnya maksud tulisan ini tidaklah bermaksud bermusuhan. Sebaliknya,
tulisan ini malah saya maksudkan untuk menciptakan perdamaian. Bila orang Judah
sudah tak lagi mengklaim tanah Samaria, yang wilayahnya meliputi sebagian dari
Tepi Barat, maka tentunya para pemukim Yahudi akan segera pergi dari sana.
Karena orang Judah itu memang tak berhak atas tanah Samaria. Dan bila masalah
tanah pendudukan sudah terselesaikan, maka tentu saja akan segera tercipta
perdamaian.
Bila
pun memang ada sebagian tanah Tepi Barat yang dahulu merupakan bekas wilayah
kerajaan Judah, maka sebaliknya ada juga wilayah negara Israel modern sekarang
ini yang merupakan bekas wilayah kerajaan Samaria. Jadi, bila itu sudah
dianggap sebagai tukar menukar tanah, berarti pergolakan di tanah Palestina itu
sudah bisa dianggap selesai. Tentara Israel dan para pemukim Yahudi bisa kembali
ke tanah leluhur mereka di Judah (negara Israel yang sekarang ini) dan
perdamaian akan segera bisa terwujud.
Dan
akhirnya, orang Judah memang sudah tak perlu pusing memikirkan tanah Samaria.
Orang Samaria sudah mendapatkan Tanah Perjanjian yang baru, yaitu di Afghanistan
dan Kashmir. Bahkan, Tanah Perjanjian mereka yang baru itu (New Promised land)
jauh lebih luas dan lebih subur ketimbang Tanah Perjanjian lama (Old Promised
land) yang terletak di Palestina. Jadi, orang Judah sudah tak perlu lagi
menumpahkan darah demi tanah Samaria. Orang-orang Samaria itu sudah mendapatkan
gantinya, yaitu Tanah Perjanjian baru di Afghanistan dan Kashmir. Dan Anda boleh
menyebut kedua negara itu sebagai New Canaan. New Canaan bagi suku-suku Samaria.
Tak ada lagi Sargon, tak ada Firaun di tanah baru tersebut. Untuk Kashmir bagian
Utara, yang sekarang termasuk wilayah Pakistan, memang selama ribuan tahun
merupakan wilayah yang sangat damai dan tentram. Sedangkan Kashmir bagian
Selatan, hingga sebelum terjadinya partisi India dan Pakistan, selama ribuan
tahun juga adalah lembah yang sangat damai dan tentram. Dan bila suatu saat
nanti India dan Pakistan sudah bisa berdamai kembali, maka seluruh tanah Kashmir
itu, baik yang Utara maupun Selatan, akan bisa kembali disebut Lembah Damai. New
Canaan yang damai, aman dan tentram, seperti juga kedamaian dan keindahan yang
dicerminkan oleh pemandangan di Danau Dal.
Malang,
25 Maret 2006