Wednesday, April 24, 2013

Belajar dengan Senang

Oleh: Helmi Junaidi



Orang biasanya akan bersedia belajar rajin bila mereka menyukai topik yang dipelajarinya. Sewaktu di sekolah menengah dahulu ada teman saya mengeluh kenapa ia mesti mempelajari pelajaran-pelajaran yang tidak disukainya dan ia mempelajarinya karena terpaksa saja. Karena ada di kurikulum dan kalau tak mempelajarinya tentu ia bisa tak naik kelas. Ia suka pelajaran eksakta dan tidak menyukai pelajaran lainnya. Sebaliknya, ia dengan senang hati mempelajari suatu pelajaran yang disukainya tersebut walaupun sedang tidak ada PR atau pun tugas lainnya. Teman tersebut memang terkenal sangat jago dalam pelajaran eksakta. Suatu ketika, sewaktu saya mampir ke kosnya saya menjadi tahu penyebabnya. Sewaktu saya ke sana ia sedang sibuk mengerjakan PR. Ketika PR tersebut sudah selesai ia tidak berhenti, tetapi terus mengerjakan soal-soal yang sebetulnya tidak dijadikan tugas. Itu berlangsung sampai hampir tiga jam sehingga membuat saya menjadi kagum karena ketekunannya. Pantas ia menjadi sangat jago dalam pelajaran-pelajaran tersebut. Kalau sudah sibuk begitu ia kalau diajak ngobrol hanya menjawab singkat-singkat saja. Alasannya mengerjakan soal-soal tersebut hanyalah karena sekedar hobi saja. Ia sangat suka mengerjakannya. Dan itu ia lakukan setiap hari. Sedangkan saya sendiri, karena saat itu kurang menyukai eksakta, maka sambil menunggu PR yang dikerjakannya selesai saya hanya sibuk leyeh-leyeh saja di kamarnya. Setelah ia selesai mengerjakan saya pun segera  menconteknya. Dan memang itulah tujuan utama saya berkunjung ke tempatnya. :D 

Sewaktu masih SD nilai matematika saya sebetulnya termasuk selalu paling bagus di kelas. Entah kenapa sewaktu SMP dan SMA minat saya hampir tak ada sama sekali. Saya waktu itu lebih tertarik belajar ilmu agama dan ilmu sosial. Minat saya kepada eksakta dan ilmu alam baru bangkit lagi sewaktu mempelajari evolusi, karena di situ ada kaitan antara ilmu alam dengan hiruk pikuk sosial dan agama. Bahkan amat sangat hiruk pikuk.  Akhirnya saya tertarik lagi dengan ilmu alam.

Sewaktu pertama kali datang ke Yogya saya juga kebetulan kenal dengan seorang anak SMM yang permainan pianonya sangat lihai dan membuat saya menjadi kagum. Padahal, ia baru tiga tahun saja belajar piano. Dan itu disebabkan karena ia berlatih piano delapan jam setiap hari. Mulai pukul 5 sampai jam 7 pagi. Kemudian sorenya mulai jam 3 sampai jam 9 malam atau lebih. Dan alasannya berlatih piano itu juga sama, yaitu karena sudah menjadi hobi. Jadi, belajar karena inisiatif sendiri, karena sudah menjadi hobi,  tanpa perlu dijewer oleh orang tua atau dimarahi oleh guru. Dan seperti pada teman saya sebelumnya, anak SMM ini juga tak peduli dengan pelajaran selain yang diminatinya saja. Karena jiwanya, bakatnya dan minatnya memang bukan pada selain itu.

Ada pepatah Arab yang berbunyi bahwa "setiap orang itu mempunyai kelebihannya masing-masing".  Agaknya pepatah ini perlu juga diterapkan di dalam menyusun sistem pendidikan karena masing-masing orang itu memang punya kelebihan dan bakat sendiri-sendiri. Karena itu, sebetulnya saya lebih cenderung kalau pembagian jurusan itu bisa dimulai semenjak SMP. Dan sewaktu di SMP dulu saya kadang jengkel juga kenapa harus mempelajari pelajaran-pelajaran yang tidak saya sukai dan saya merasa tidak berbakat di dalamnya dan seandainya saya sudah lulus nanti mungkin tidak akan pernah saya pelajari lagi. Meski demikian ini tentunya tidak berarti pelajaran-pelajaran yang lain tersebut tidak diberikan pada masing-masing jurusan. Tetapi tetap di berikan dalam porsi yang ringan untuk sekedar menambah wawasan sehingga mereka tidak buta sama sekali tentang pelajaran yang di luar jurusannya. Selanjutnya bila di tingkatan yang lebih tinggi berangsur dikurangi sehingga mereka bisa lebih berkosentrasi pada bidang yang mereka pilih dan mereka sukai dan mereka memang berbakat di dalamnya sehingga mereka betul-betul menguasai masing-masing bidangnya. Dan satu hal yang tak kalah pentingnya, pelajaran-pelajaran yang hanya menjadi pelajaran sekunder pada masing-masing jurusan itu tidak diberikan tugas atau PR yang berlebihan sehingga mereka di rumah tidak bisa berkonsentrasi mempelajari bidang pelajaran primer mereka.

Yogyakarta, 2001