Friday, April 26, 2013

Garuda Pancasila, Lambang Negara Hasil Rancangan Orang Arab




Oleh: Helmi Junaidi


Saya baru tahu kalau perancang lambang Garuda Pancasila adalah Sultan Hamid II dari Pontianak. Ada di Wikipedia, nama lengkapnya adalah Syarief Abdul Hamid Al-Kadrie, seorang keturunan Arab Indonesia. Saya pertama kali tahu hal ini sewaktu secara tak sengaja membaca artikel Garuda Pancasila di website Badan Intelejen Negara Republik Indonesia. Tapi, karena disebut sekilas saja, saya lalu googling mencari beberapa referensi yang lainnya. Tak saya sangka, ternyata perancang lambang Garuda adalah orang Arab, seorang habib pula. Nama depan Syarief itu artinya memang sama dengan habib atau sayyid. 

Entah kenapa kok tidak pernah diajarkan di sekolah sehingga jarang yang tahu. Beda dengan nama pencipta lagu Indonesia Raya yang dihapal tiap anak sekolah. Mungkin karena perbedaan pendapat Sultan Hamid dengan mayoritas politisi pada masa itu yang menginginkan negara kesatuan sehingga namanya kemudian dihapus dari sejarah.

Di artikel  wikipedia  yang berbahasa Inggris disebutkan bahwa Sultan Hamid menginginkan negara federal karena khawatir dengan dominasi Jawa. Kekhawatiran tersebut ternyata di kemudian hari, bahkan sampai saat ini, menjadi kenyataan. Kenyataan pahit bagi orang luar Jawa, Kekayaan daerah dirampok habis-habisan sementara daerah-daerah penghasil kekayaan tersebut tetap miskin merana, termasuk Kalimantan Barat, daerah Sultan Hamid. Hutan ditebang habis dan uang hasil kayu-kayu gelondongan tersebut tak ada yang sampai ke rakyat setempat. Sampai saat ini pun 70% uang rupiah cuma beredar di Jakarta, dan tentu saja selalu dikorup habis, lihat artikel detik tadi dan di artikel DKI Jakarta, Wikipedia. Cuma 30% sisanya dibagi sebagai secuil remah-remah di daerah-daerah penghasil kekayaan tersebut. Kalau dihitung per provinsi, masing-masing provinsi cuma dapat  sekitar 1% saja. Benar-benar cuma secuil. Sangat menyedihkan dan luar biasa timpangnya. Yang juga ketiban sial adalah rakyat jelata di Jawa, yang sudah tetap miskin ikut kena tuduh sebagai perampas kekayaan di luar Jawa pula, padahal yang menikmati cuma kalangan pejabat dan pengusaha korup saja. Rakyat baik di Jawa maupun di luar Jawa tetap sama-sama miskinnya.

Setelah Sultan Hamid II kemudian dituduh terlibat APRA dan hendak melakukan kudeta, maka makin tersingkirlah ia dari lingkar pemerintahan. Dan setelah itu namanya dihapus dan hilang dari sejarah. Tak pernah disebutkan di buku-buku sekolah siapa perancang lambang negara.

Tapi, terlepas dari perbedaan pendapat tadi, Garuda tetap dipakai juga. Malah lambang ciptaan Sultan Hamid tetap dipuja habis-habisan oleh para pendukung negara kesatuan sampai sekarang. Ada di kaos timnas sepakbola kita, lagu Garuda di Dadaku juga sering dinyanyikan dengan gempar (atau cetar?) membahana di TV dan stadion. Bahkan, menjadi bendera kebanggaan salah satu parpol juga.

Bagamana kalau timnas diganti nama dengan tim Sultan Hamid saja. Nah, pemain-pemain Arab Saudi kemarin akan bisa beri salut duluan sebelum laga. :D Sekaligus untuk buang sial. Selama ini keok terus-terusan sih. Kagak pernah menang. :( Lha, lambang ciptaannya dipakai, tapi perancangnya malah sengaja dihapus dan dilupakan.

Baca juga:

Malang, 30 Mar 2013