Saturday, February 8, 2014

Pengelolaan Sampah di Kota

Oleh: Helmi Junaidi


Alun-Alun Kota Malang


Tadi pagi saya jalan lewat di jalan raya Mampang sini sampah berserakan menumpuk keleleran di pinggir jalan. Tak ada yang berubah. -_- Saya tak tahu bagaimana pengelolaan sampah di kota-kota lain, tapi di kota asal saya di Malang sangatlah baik. Kotanya bersih, juga banyak taman kota. Kiranya Pemda Jakarta perlu mengimpor staf kebersihan dan pertamanan dari kota Malang untuk memberikan training di sini. Kalau ingin tahu suasana kota Malang coba lihat di beberapa blog di bawah ini:

1. Blognya Sund Dewi: Kota Malang 
3. Asri dan Indahnya Kota Malang

Saya ambil artikel dari blog anak-anak muda penggemar traveling, bukan yang dari promosi pemerintah kota. Kan lebih jujur cerita apa adanya.   

Di Jakarta jumlah pengamen di biskota dan pengemis berjubel-jubel, tapi saya jarang sekali menemui pemulung. Padahal, pemulung itu kan berperanan cukup besar dalam pengelolaan sampah. Berbeda dengan pengemis dan pengamen, pemulung itu benar-benar bekerja. Kalau pengemis dan pengamen itu kan pada dasarnya sesama profesi peminta-minta. Pemulung tidak. Anda pernah dimintai uang sama pemulung? Tampang mereka memang sama-sama gembelnya, tapi kalau pemulung memang benar-benar bekerja sungguhan, tidak minta-minta duit ke orang.   

Karena jarang pemulung di Jakarta dan orang lebih suka menjadi peminta-minta, maka banyaklah sampah yang sebetulnya kategori daur ulang lalu memenuhi got dan sungai, juga memenuhi trotoar. Kotor berserakan semuanya. Padahal, banyak sampah di got dan trotoar itu termasuk barang daur ulang bernilai jual lumayan tinggi, seperti misalnya botol-botol plastik bekas aqua, coca cola dan sebagainya. Kata teman saya di Malang yang berprofesi sebagai pengepul, sampah plastik nilai jualnya memang tinggi. Dipotong-potong kecil dulu lalu bisa hampir dua kali lipat untungnya kalau dijual ke pabrik pendaur ulang plastik.   

Agaknya perlu diadakan konversi kerja di Jakarta. Para pengemis dan pengamen itu disuruh alih profesi menjadi pemulung. :D Betul, nih. Supaya biskota dan perempatan bersih dari pengemis dan pengamen, got dan trotoar juga bersih dari sampah. Penghasilan pemulung kalau disebut di dua berita di bawah sebetulnya cukup lumayan juga, bisa Rp 2 juta s/d Rp 3 juta. Silakan baca.

1. Penghasilan Pemulung Menjanjikan | Pikiran Rakyat Online 

Banyaaak sekali lho sampah-sampah berupa botol plastik yang kececeran di got Jakarta, termasuk di Mampang sini, yang apabila banyak pemulung akan bisa bersih. Atau bila tidak bisa, maka yang paling realistis adalah diadakan bank sampah sehingga masyarakat bisa menyetor sampah yang punya nilai jual ke bank sampah tersebut.   


Jadi, ada dua alternatif. Mendirikan bank sampah atau mengajak para pengemis dan pengamen untuk alih profesi. Akan tetapi, bila ada bank sampah berarti tak perlu ada pemulung. Sebaliknya, bila ada pemulung maka jangan sampai ada bank sampah. Kenapa? Karena bank sampah dinilai para pemulung sebagai ancaman bagi penghasilan mereka
, mereka bisa tak kebagian barang. Jadi kedua alternatif tersebut cukup ada salah satu saja di suatu wilayah. Tidak bisa hadir keduanya karena nanti malah bisa gagal keduanya. Begitu kata teman saya yang pengepul tersebut, yang dia juga merasa terancam dengan bank sampah. Nah, sudut pandang para pemulung dan pengepul ini juga perlu dipahami oleh suatu pemerintah kota di dalam mengelola sampah.

Sedikit tambahan, andai yang saya usulkan ini memang bisa dilaksanakan, maka soal gunungan sampah organik dari rumah tangga juga bisa diatasi dengan mudah, yakni kita hancurkanlumatkan lalu diubah menjadi pupuk. Selama ini kan konversi sampah organik menjadi pupuk (kompos) cuma dalam skala kecil-kecilan saja. Nah, nanti dikelola besar-besaran. Siapa tahu nanti prosesnya bisa dipercepat. Tak lama seperti kompos yang bisa dua minggu. Bila bisa, maka sampah organik yang tak berguna nanti bisa menjadi barang yang berguna juga, yakni untuk pertanian. Oke, ini masih sekedar usul saja, belum saya pelajari lebih lanjut. Tapi, andai memang bisa dilaksanakan tentu sangat bagus. Sedangkan kalau sampah plastik yang non organik nanti didaur ulang seperti yang telah disebutkan di atas.
 

Jakarta, 5 Oct 2013