Saturday, May 9, 2015

Hari Raya Idul Adha dan Tradisi bangsa Semit



Oleh: Helmi Junaidi




Ada buku baru yang dengan bersemangat menganggap perintah mengorbankan domba, kambing, atau sapi itu sebagai ritual agama yang kejam dan mencaci maki perintah berkorban. Agaknya karya orang JIL (Jaringan Islam Liberal) atau sejenisnya karena saya pertama kali tahunya dari twitter salah satu dari mereka. Judulnya adalah Tragedi Incest Adam dan Hawa & Nabi Kriminal. Silakan baca ringkasan bukunya di link tersebut. Sudah banyak buku sejarah yang pernah saya baca, tapi baru kali ini saya mendengar kisah incest Adam dan Hawa seperti yang diklaim penulis buku tersebut. Karena penulis buku tersebut berpendapat bahwa Adam dan Hawa adalah ayah dan anak. Entah dia sumbernya dari mana. Sumber ngawur? Lalu yang dimaksud dengan nabi kriminal di buku tersebut adalah Nabi Ibrahim. Makin ngawur lagi.

Agaknya penulis buku tersebut masih kurang pengetahuan sejarahnya. Tapi, dia sudah berani menulis yang aneh-aneh. 

Di sini akan saya kisahkan cerita sejarah dari beberapa buku yang pernah saya baca. Untuk sementara singkat saja. Kalau diperlukan boleh nanti saya lengkapi lagi, termasuk beserta link-link yang diperlukan.

Dahulu kala, bangsa-bangsa Semit kuno itu punya tradisi mengorbankan first-born son, yaitu anak-laki-laki pertama mereka. Harta mereka yang dianggap paling berharga. Anak laki-laki pertama disembelih atau dibakar hidup-hidup untuk dikorbankan kepada dewa mereka di atas altar. Tradisi yang sangat kejam, padahal harimau pun katanya tidak pernah membunuh anaknya sendiri. 

Selama ini kata "semit" diidentikkan dengan bangsa "yahudi". Tapi, bangsa-bangsa Semit sebenarnya bukan hanya bangsa Yahudi saja. Bahkan pada zaman Timur tengah yang lebih kuno bangsa Yahudi malah belum ada. Nabi Ibrahim dan Musa juga belum lahir. Bangsa Semit pada masa sebelumnya itu terdiri dari bangsa Babilonia, Akkadia dan lain-lainnya. Baru di kemudian hari ada bangsa Yahudi yang juga keturunan rumput Semit, tepatnya keturunan Nabi Ibrahim yang berasal dari bangsa Khaldea.

Orang Arab juga termasuk bangsa Semit. Kota Arab zaman antik yang terkenal adalah Petra di Yordania. Kota antik Palmyra di Syria penduduknya juga banyak yang terdiri dari bangsa Arab. Ratu dari Palmyra yang terkenal adalah Ratu Zenobia yang dikisahkan berperang dengan pasukan Roma. Tapi ratu Arab yang paling terkenal tentu adalah Ratu Sheba yang berasal dari Yaman, yang dikisahkan bertemu dengan Nabi Sulaiman.


 Palmyra, Syria


Memang tidak semua dari beragam bangsa Semit itu suka mengorbankan first-born son, tapi banyak diantaranya. Yang paling terkenal punya tradisi semacam itu adalah bangsa Phunisia.

Nah, untuk mengubah tradisi kejam semacam itu, maka pada saat Nabi Ibrahim hendak memenuhi perintah Allah untuk mengorbankan anak lelaki pertamanya, tiba-tiba muncullah domba yang dikirim Allah juga. Nabi Ibrahim lalu diperintahkan untuk mengganti pengorbanan manusia dengan pengorbanan kambing. Perintah yang luhur bukan? Sebuah isyarat dari Allah untuk mengganti tradisi kejam yang telah berlangsung ribuan tahun lamanya di kalangan bangsa Semit.

Itulah inti lain dari ajaran Idul Adha dan perintah berkorban kambing, yakni mengganti korban manusia dengan korban kambing. Ajaran yang membawa umat manusia min adz-dzulumaati ilaa an-nuur. Mengubah tradisi kejam yang dipenuhi kesedihan menjadi tradisi yang dipenuhi kegembiraan dan pesta makan sate gule. Perintah Tuhan yang baik atau burukkah itu? Tentu sangat baik, kecuali bagi para vegetarian. Tapi jumlah orang yang vegetarian itu di sini langka. Anda ada yang vegetarian?

Walau sudah ada contoh manusiawi dari kisah Nabi Ibrahim, pengorbanan manusia oleh bangsa Israel masih sering terjadi hingga berabad sesudahnya. Akan tetapi, berangsur kemudian ditinggalkan, terutama setelah tragedi yang menimpa anak Jephthah. Untuk memenuhi nadzar mendapat kemenangan dalam peperangan, Jephtah menyembelih anak perempuannya. Tragedi itu yang terutama mendorong para tetua Bani Israel untuk meninggalkan pengorbanan manusia yang sebelumnya masih saja sering mereka lakukan

Dengan demikian, kisah Nabi Ibrahim yang mengganti korban manusia dengan korban kambing itu tetap pantas untuk kita peringati dan rayakan setiap tahun. Supaya umat manusia selalu ingat dan takkan pernah ada tradisi pengorbanan manusia yang kejam semacam itu lagi. Untuk memperingati kemenangan perikemanusiaan atas tradisi kuno yang barbar. Apalagi, pengorbanan manusia itu menjadi tradisi banyak bangsa di dunia pada umumnya pada zaman dahulu kala. Dimana-mana di seluruh dunia, termasuk di Indonesia pra-Islam. Bahkan, kisah pengorbanan first-born son itu hingga saat ini menjadi kisah sentral dari agama Kristen, yaitu Tuhan mengorbankan anak pertamanya, Yesus Kristus. Karena antara lain masih sangat kuatnya pengaruh tradisi bangsa Semit tersebut.

Jadi, bila penulis buku tersebut menganggap perintah mengorbankan domba atau kambing pada hari raya Idul Adha itu sebagai hal yang kejam, itu memang semata-mata karena dia masih kurang pengetahuan sejarahnya. Padahal, tujuannya justru sebaliknya, yaitu untuk perikemanusiaan.

Selama ini, kisah tradisi bangsa Semit tentang mengorbankan first born son ini juga sangat jarang diketahui umat Islam. Padahal, ini terkait dengan hari raya umat Islam yang termasuk penting, yaitu Idul Adha. Hal ini karena umumnya umat Islam juga kurang memahami sejarah sehingga akhirnya sulit untuk memahami sepenuhnya kisah-kisah terkait yang terdapat di dalam al-Quran.
 
Padahal, al-Quran banyak sekali berisi kisah sejarah bangsa-bangsa yang sudah lampau. Kisah Nabi Saleh, Nuh, Ibrahim, Ismail, Musa dan semua nabi-nabi itu termasuk kisah sejarah. Kalau tidak paham ilmu sejarah tentu kita akan sulit bisa memahami ayat-ayat al-Quran yang terkait dengan kisah para nabi tersebut. Demikian pula dengan ayat-ayat yang terkait dengan juga kisah Firaun, kisah bangsa Persia (penganut agama Majusi) dan bangsa Romawi yang juga ada disebut di dalam al-Quran. 

Oya, sedikit tambahan, tentang bangsa Romawi yang disebut di al-Quran surat Rum itu dan tentu lalu dibahas di kitab-kitab tafsir adalah bangsa Romawi Timur yang ibukotanya di Konstantinopel, yang sekarang sudah direbut Turki dan diubah namanya menjadi Istambul. Jadi, bangsa Rum yang disebut di dalam al-Quran itu bukan Romawi Barat yang di Italia. Pada masa Nabi Muhammad, Romawi Barat sudah lama runtuh karena diserbu bangsa-bangsa barbar. Romawi Barat menggunakan bahasa Latin sebagai bahasa sehari-hari. Kalau Romawi Timur menggunakan bahasa Yunani dan berbudaya Yunani karena sudah semenjak zaman antik wilayah Konstantinople dan sekitarnya memang mayoritas dihuni bangsa Yunani. Akan tetapi, banyak pembaca kitab-kitab tafsir tersebut yang kadang salah sangka bahwa itu adalah Romawi Barat yang di Italia.

Demikian. Supaya bisa lebih memahami al-Quran kita memang perlu menggiatkan belajar sejarah bagi umat Islam pada umumnya.

Jakarta- Yogyakarta, 21 Maret 2015.