Oleh: Helmi Junaidi
Patung Ibnu Rusyd di Kordoba
He was born in
Cordoba, then the capital of al-Andalus, in 1126. His real Arabic name was Ibn
Rushd Al-Qurthubi, or "of Cordoba", and we can admire his statue
today, just outside the medieval walls. He is wearing a turban and elegant
beard and beautiful pointed slippers, and he seems to be getting up from his
seat to welcome a visitor, perhaps to tell him the tale of the sadly forgotten
love affair between the Arab peoples and the noble art of philosophy.
Arti: Dia lahir di Kordoba yang saat itu adalah
ibukota al-Andalus pada tahun 1126. Nama Arabnya adalah Ibn Rushd al-Qurthubi,
atau dari Kordoba. Kita bisa mengagumi patungnya hari ini, yang tepat berada
diluar tembok zaman pertengahan. Dia mengenakan sorban, mempunyai janggut yang
elegan dan sepasang selop lancip yang indah. Dia seakan hendak bangkit dari
tempat duduknya untuk menyambut pengunjung, mungkin untuk mengisahkan kepadanya
kisah cinta yang sedih dan terlupakan antara bangsa Arab dengan seni mulia
filsafat. [1]
1. Prakata
2. Hukum Kausalitas
3. Ibnu Rusyd, Penyebar Benih Renaisans di Eropa
4. Sayyid Ahmad Khan dan Hukum Alam
5. Filsafat dan Pengaruhnya Kepada Nasib Suatu Bangsa
6. Cara berpikir yang Serba Sim Salabim
7. Ilmuwan Barat dan “Takhayul”
8. Kemampuan Akal Manusia itu Tidak Terbatas
9. Penutup
2. Hukum Kausalitas
3. Ibnu Rusyd, Penyebar Benih Renaisans di Eropa
4. Sayyid Ahmad Khan dan Hukum Alam
5. Filsafat dan Pengaruhnya Kepada Nasib Suatu Bangsa
6. Cara berpikir yang Serba Sim Salabim
7. Ilmuwan Barat dan “Takhayul”
8. Kemampuan Akal Manusia itu Tidak Terbatas
9. Penutup
Prakata
Pra revolusi Iran, pergerakan di Timur Tengah didominasi kaum kiri. Akan tetapi semenjak awal 1980, yakni pasca revolusi Iran, maka trend mulai berganti karena timbulnya rasa percaya diri yang sangat tinggi pada gerakan-gerakan Islam, baik di negara Sunni maupun Syiah. Karena mereka melihat bahwa Islam juga ternyata bisa menginspirasi suatu gerakan revolusioner untuk menumbangkan suatu rezim yang zalim. Aksi ratusan ribu massa yang turun ke jalan-jalan di Iran ternyata tak kalah menggemparkan dibanding massa aksi proletar ala Marxisme. Apalagi, Islam adalah agama asli Timur Tengah dan punya akar yang kuat di sana sehingga revolusi Iran bisa dengan mudah mempengaruhi masyarakat Timur Tengah. Ini tentu berbeda dengan Marxisme yang merupakan ideologi asing.
Pada saat itu revolusi Islam di Iran memang membuat dunia menjadi gempar. Amerika dan Eropa menjadi resah, tentara Uni Sovyet menyerbu Afghanistan pun antara lain untuk mencegah menyebarnya pengaruh revolusi Iran ke Asia Tengah. Dan jangan lupa, jilbab yang dipakai wanita Iran juga lalu menyebar bagai jamur di musim hujan ke seluruh dunia Islam, baik Sunni maupun Syiah, termasuk ke Indonesia. Jilbab (hijab) yang dipakai di Indonesia saat ini memang hasil pengaruh revolusi Iran. Sebelum itu jilbab tidak ada, yang ada cuma kerudung dan kebaya model tradisional saja.
Fenomena pergeseran dari pergerakan kiri ke Islam ini tentu melanda Palestina juga di mana Hamas lalu didirikan dan dengan cepat lalu bersaing dengan PLO. Selanjutnya juga menggeser PLFP, faksi kiri dan paling radikal di PLO yang pemimpin maupun anggotanya kebanyakan terdiri dari kalangan umat Kristen Palestina.
PLFP diganti Hamas, gerakan sekuler Amal Syiah yang dulu sangat populer dan tiap hari ada di TV lalu digusur Hizbullah dan sebagainya. Tapi, the problem is .... radikalisme kiri pelan-pelan lalu diganti radikalisme salafi. Kaum puritan versi ekstrim yang diilhami ajaran Ibnu Taimiyah, termasuk yang dianut Taliban, al-Qaidah dan ISIS saat ini. Ada media yang menyebut ISIS itu sebagai Islamic Khmer Rouge karena keganasannya. Kaum radikal itu selama ini mengklaim mereka adalah pengikut ajaran salaf, yakni pengikut para sahabat dan generasi awal Islam. Tetapi, kita tahu bahwa mereka melanggar segala aturan berperang para salaf, seperti misalnya nasihat Abu Bakar yang sudah terkenal berikut ini saat mengantar pasukan Islam berangkat berperang.
Sebagaimana kita ketahui Abu Bakar tentu termasuk seorang salaf, bahkan beliau adalah salah satu sahabat utama. Tetapi, semua perintah di atas dilanggar dengan taktik brutal kaum radikal selama ini yang membom dan membantai semua orang, bahkan anak-anak kecil. Ajaran siapa itu sebenarnya yang mereka ikuti? Tentara Islam pada masa para khalifah salaf juga menggunakan strategi pengampunan untuk memenangkan perang, bukan strategi meneror pihak lawan supaya ketakutan. Pihak-pihak yang telah dikalahkan diampuni sehingga mereka yang masih belum menyerah bisa tertarik karena mereka akan tetap dijamin keselamatannya bila mau menyerah. Hal ini sejalan dengan sunah Nabi Muhammad ketika Fathul Makkah yang mengampuni semua penduduk Mekkah. Strategi semacam ini jelas jauh berbeda dengan yang dijalankan ISIS sekarang karena mereka justru meneror pihak lawan supaya mau menyerah.
Peninggalan bersejarah peradaban zaman antik di Irak dan Syria juga aman dan tidak pernah dihancurkan oleh pasukan Khulafaur Rasyidin, juga tetap aman di bawah khilafah Bani Umayyah dan Abbasiyah. Tidak pernah ada satu pun patung dan situs bersejarah Babilonia, Sumeria, Mesir atau Persia yang dihancurkan pasukan Khulafaur Rasyidin, padahal mereka adalah pasukan salaf yang benar-benar tulen salaf. Patung-patung firaun di Mesir yang di dalam al-Quran jelas-jelas disebut sebagai seorang musyik juga tidak dihancurkan, bahkan oleh Khalifah Umar yang terkenal sangat keras itu. Semua dibiarkan tetap aman berdiri pada tempatnya. Apakah kita pernah membaca riwayat penghancuran patung dan situs purbakala oleh Khalifah Abu Bakar, Umar, Usman atau Ali? Never. Tidak pernah ada riwayat semacam itu. Tapi, sekarang ini semua situs bersejarah hendak dihancurkan oleh Isis. Benarkah mereka itu pengikut para sahabat salaf dan Khulafaur Rasyidin? Ataukah mereka itu kaum barbar pengikut Jenghis Khan yang gemar membantai semua orang dan menghancurleburkan segala peradaban? Khilafah macam apa sebenarnya yang hendak mereka dirikan? Khilafah kaum salaf seperti zaman Khulafaur Rasyidin yang arif bijaksana ataukah “khilafah” ala Jenghis Khan? Atau jangan-jangan mereka nanti menuduh para Khulafaur Rasyidin itu sebagai kuffar dan murtad juga karena membiarkan semua patung dan situs bersejarah itu tetap aman berdiri.
Pada saat ini gerakan-gerakan Sunni radikal memang sedang mewabah dimana-mana. Gerakan yang awalnya diilhami oleh gegap gempitanya revolusi Iran itu perlahan-lahan dengan bergantinya generasi malah berbalik memusuhi Iran. Juga terjadi pergeseran ideologi, dari Islamis Sunni yang relatif demokratis dan mencita-citakan negara republik di mana presiden dan anggota majelis dipilih rakyat untuk periode terbatas seperti di Iran, kemudian sekarang beralih menjadi kaum Sunni radikal yang anti demokrasi. Perseteruan Sunni versus Syiah yang sebelumnya tidak ada juga lalu terjadi di dunia Islam. Itu semua terutama karena pengaruh propaganda Arab Saudi dengan dana jutaan petrodolar yang mereka hamburkan ke seluruh dunia. Setelah terjadinya revolusi di Iran, Arab Saudi sangat ketakutan dengan ancaman ekpor revolusi Iran yang berniat menumbangkan seluruh rezim monarki di Teluk dan Saudi berusaha menghadang pengaruh Syiah Iran tersebut dengan menyebarkan paham Wahabi. Hasilnya kemudian adalah menjamurnya kaum radikal salafi di mana-mana yang menganut ajaran Ibnu Taimiyah, ajaran yang dianut di Arab Saudi. Dan salah satu ciri utama kaum salafi saat ini juga sama dengan ciri pemerintahan Arab saudi, yaitu sangat memusuhi Syiah. Sejak terjadinya revolusi Iran, Arab Saudi memang menjadi musuh bebuyutan Iran. Karena Iran sangat anti monarki di negara-negara Teluk yang dianggapnya sebagai boneka Barat belaka, tak jauh berbeda dengan rezim Shah Iran.
Kaum salafi saat ini umumnya anti demokrasi. Tidak jelas bagaimana cara mereka nanti untuk memilih pemimpin, anggota dewan dan anggota majelis. Ataukah memilih diri sendiri seperti Baghdadi? Ok, bila demikian maka setiap orang juga bisa memilih diri meteka sendiri. Teman dan tetangga saya juga bisa memilih diri mereka sendiri. Semua orang berhak bukan? Bila ada yang tidak setuju dengan pemilu sendirian tersebut bisa langsung dipenggal kepalanya. Setiap kepala suku, kepala kabilah, panglima perang, atau jenderal bisa memilih dirinya sendiri menjadi khalifah. Dan dunia pun akan segera menjadi kacau balau, karena dipenuhi para "khalifah". Lha, semua orang bisa memilih sendiri kok. Tak perlu rakyat, tak perlu majelis.
Tetapi, bukan cuma gerakan-gerakan Sunni yang telah berubah ideologinya, Iran pun saat ini sudah sangat berubah. Iran saat ini sudah berubah menjadi negara kontra revolusi, yang mendukung kerajaan dinasti Assad di Syria. Ya, kerajaan, tanpa tanpa kutip. Di sebuah negara republik tidak akan pernah ada cerita kekuasaan itu diwariskan. Dan kita tahu bahwa dinasti Assad tak kalah zalimnya dengan Shah Iran. Politik reaksioner dan sektarian dari Iran ini tentu telah membuat negara tersebut kehilangan dukungan dari seluruh umat Sunni yang pada masa sebelumnya, terutama tahun 1980an mendukung Iran. Bahkan sekarang umumnya berbalik memusuhi Iran. Iran bahkan juga menyebut FSA di Syria sebagai organisasi teroris. Ini tentu sangat konyol.
Gerakan puritanisme Ibnu Taimiyah pada zaman dulu, yang lalu sekarang dilanjutkan oleh para pengikutnya, tentu bermaksud untuk membuat Islam menjadi jaya. Tetapi, apakah itu berhasil? Kita semua tahu jawabannya adalah tidak. Negara yang sudah lama menganutnya seperti Arab Saudi pun hingga saat ini bukanlah termasuk negara maju. Padahal, mereka berlimpah dengan modal miliaran petrodolar dan semestinya bisa membangun kembangkan apa saja yang mereka mau. Negara Arab Saudi juga lebih dulu berdiri dibanding Indonesia. Mereka jauh lebih kaya dan lebih dulu berdiri, tapi sampai sekarang pun tetap tidak bisa menjadi negara maju. Ajaran Ibnu Taimiyah ternyata tidak bisa membuat Islam berjaya, baik di bidang teknologi, sains, pendidikan, manufaktur maupun militer. Semua barang berteknologi tinggi dan peralatan militer di sana tetap diimpor dari Amerika dan Eropa. Dan kemungkinan besar hingga bertahun ke depan pun keadaannya akan tetap begitu-begitu juga. Tetap tidak bisa menjadi negara maju. Herannya, trend umat Islam sekarang semakin banyak yang memuja-muja ajaran Ibnu Taimiyah. Padahal, sudah terbukti tak bisa membuat umat Islam menjadi maju, bahkan dengan modal uang berlimpah miliaran dolar sekali pun. Apalagi di negara yang tak punya modal apa-apa seperti Mesir, Aljazair dan lain-lainnya. Nanti malahan bisa semakin terjerembab.
Oleh karena itu, kita perlu mengubah trend tersebut, yang sekarang semakin menggejala di mana-mana. Nah, kemana kita hendak mengubah trend tersebut? Seperti judul di atas, adalah mengubahnya menuju trend menganut ajaran Ibnu Rusyd yang rasional dan menganut hukum kausalitas. Karena ajaran Ibnu Rusyd inilah yang akan bisa`membuat umat Islam mengalami kemajuan yang sesungguhnya
2. Hukum Kausalitas
Pra revolusi Iran, pergerakan di Timur Tengah didominasi kaum kiri. Akan tetapi semenjak awal 1980, yakni pasca revolusi Iran, maka trend mulai berganti karena timbulnya rasa percaya diri yang sangat tinggi pada gerakan-gerakan Islam, baik di negara Sunni maupun Syiah. Karena mereka melihat bahwa Islam juga ternyata bisa menginspirasi suatu gerakan revolusioner untuk menumbangkan suatu rezim yang zalim. Aksi ratusan ribu massa yang turun ke jalan-jalan di Iran ternyata tak kalah menggemparkan dibanding massa aksi proletar ala Marxisme. Apalagi, Islam adalah agama asli Timur Tengah dan punya akar yang kuat di sana sehingga revolusi Iran bisa dengan mudah mempengaruhi masyarakat Timur Tengah. Ini tentu berbeda dengan Marxisme yang merupakan ideologi asing.
Pada saat itu revolusi Islam di Iran memang membuat dunia menjadi gempar. Amerika dan Eropa menjadi resah, tentara Uni Sovyet menyerbu Afghanistan pun antara lain untuk mencegah menyebarnya pengaruh revolusi Iran ke Asia Tengah. Dan jangan lupa, jilbab yang dipakai wanita Iran juga lalu menyebar bagai jamur di musim hujan ke seluruh dunia Islam, baik Sunni maupun Syiah, termasuk ke Indonesia. Jilbab (hijab) yang dipakai di Indonesia saat ini memang hasil pengaruh revolusi Iran. Sebelum itu jilbab tidak ada, yang ada cuma kerudung dan kebaya model tradisional saja.
Fenomena pergeseran dari pergerakan kiri ke Islam ini tentu melanda Palestina juga di mana Hamas lalu didirikan dan dengan cepat lalu bersaing dengan PLO. Selanjutnya juga menggeser PLFP, faksi kiri dan paling radikal di PLO yang pemimpin maupun anggotanya kebanyakan terdiri dari kalangan umat Kristen Palestina.
PLFP diganti Hamas, gerakan sekuler Amal Syiah yang dulu sangat populer dan tiap hari ada di TV lalu digusur Hizbullah dan sebagainya. Tapi, the problem is .... radikalisme kiri pelan-pelan lalu diganti radikalisme salafi. Kaum puritan versi ekstrim yang diilhami ajaran Ibnu Taimiyah, termasuk yang dianut Taliban, al-Qaidah dan ISIS saat ini. Ada media yang menyebut ISIS itu sebagai Islamic Khmer Rouge karena keganasannya. Kaum radikal itu selama ini mengklaim mereka adalah pengikut ajaran salaf, yakni pengikut para sahabat dan generasi awal Islam. Tetapi, kita tahu bahwa mereka melanggar segala aturan berperang para salaf, seperti misalnya nasihat Abu Bakar yang sudah terkenal berikut ini saat mengantar pasukan Islam berangkat berperang.
Jangan berkhianat, jangan korupsi, jangan mengecoh dan jangan menganiaya. Janganlah membunuh anak-anak, orang lanjut usia atau perempuan. Janganlah menebang atau membakar kebun kurma, jangan memotong pohon yang sedang berbuah, jangan menyembelih kambing, sapi atau unta kecuali untuk dimakan. Kamu akan melewati golongan manusia yang mengabdikan diri tinggal dalam biara; biarkan mereka, jangan diganggu. Muhammad Husain Haekal, Abu Bakar As-Shidiq, terj. Ali Audah, Jakarta, Litera Antar Nusa, p. 81-82)
Sebagaimana kita ketahui Abu Bakar tentu termasuk seorang salaf, bahkan beliau adalah salah satu sahabat utama. Tetapi, semua perintah di atas dilanggar dengan taktik brutal kaum radikal selama ini yang membom dan membantai semua orang, bahkan anak-anak kecil. Ajaran siapa itu sebenarnya yang mereka ikuti? Tentara Islam pada masa para khalifah salaf juga menggunakan strategi pengampunan untuk memenangkan perang, bukan strategi meneror pihak lawan supaya ketakutan. Pihak-pihak yang telah dikalahkan diampuni sehingga mereka yang masih belum menyerah bisa tertarik karena mereka akan tetap dijamin keselamatannya bila mau menyerah. Hal ini sejalan dengan sunah Nabi Muhammad ketika Fathul Makkah yang mengampuni semua penduduk Mekkah. Strategi semacam ini jelas jauh berbeda dengan yang dijalankan ISIS sekarang karena mereka justru meneror pihak lawan supaya mau menyerah.
Peninggalan bersejarah peradaban zaman antik di Irak dan Syria juga aman dan tidak pernah dihancurkan oleh pasukan Khulafaur Rasyidin, juga tetap aman di bawah khilafah Bani Umayyah dan Abbasiyah. Tidak pernah ada satu pun patung dan situs bersejarah Babilonia, Sumeria, Mesir atau Persia yang dihancurkan pasukan Khulafaur Rasyidin, padahal mereka adalah pasukan salaf yang benar-benar tulen salaf. Patung-patung firaun di Mesir yang di dalam al-Quran jelas-jelas disebut sebagai seorang musyik juga tidak dihancurkan, bahkan oleh Khalifah Umar yang terkenal sangat keras itu. Semua dibiarkan tetap aman berdiri pada tempatnya. Apakah kita pernah membaca riwayat penghancuran patung dan situs purbakala oleh Khalifah Abu Bakar, Umar, Usman atau Ali? Never. Tidak pernah ada riwayat semacam itu. Tapi, sekarang ini semua situs bersejarah hendak dihancurkan oleh Isis. Benarkah mereka itu pengikut para sahabat salaf dan Khulafaur Rasyidin? Ataukah mereka itu kaum barbar pengikut Jenghis Khan yang gemar membantai semua orang dan menghancurleburkan segala peradaban? Khilafah macam apa sebenarnya yang hendak mereka dirikan? Khilafah kaum salaf seperti zaman Khulafaur Rasyidin yang arif bijaksana ataukah “khilafah” ala Jenghis Khan? Atau jangan-jangan mereka nanti menuduh para Khulafaur Rasyidin itu sebagai kuffar dan murtad juga karena membiarkan semua patung dan situs bersejarah itu tetap aman berdiri.
Pada saat ini gerakan-gerakan Sunni radikal memang sedang mewabah dimana-mana. Gerakan yang awalnya diilhami oleh gegap gempitanya revolusi Iran itu perlahan-lahan dengan bergantinya generasi malah berbalik memusuhi Iran. Juga terjadi pergeseran ideologi, dari Islamis Sunni yang relatif demokratis dan mencita-citakan negara republik di mana presiden dan anggota majelis dipilih rakyat untuk periode terbatas seperti di Iran, kemudian sekarang beralih menjadi kaum Sunni radikal yang anti demokrasi. Perseteruan Sunni versus Syiah yang sebelumnya tidak ada juga lalu terjadi di dunia Islam. Itu semua terutama karena pengaruh propaganda Arab Saudi dengan dana jutaan petrodolar yang mereka hamburkan ke seluruh dunia. Setelah terjadinya revolusi di Iran, Arab Saudi sangat ketakutan dengan ancaman ekpor revolusi Iran yang berniat menumbangkan seluruh rezim monarki di Teluk dan Saudi berusaha menghadang pengaruh Syiah Iran tersebut dengan menyebarkan paham Wahabi. Hasilnya kemudian adalah menjamurnya kaum radikal salafi di mana-mana yang menganut ajaran Ibnu Taimiyah, ajaran yang dianut di Arab Saudi. Dan salah satu ciri utama kaum salafi saat ini juga sama dengan ciri pemerintahan Arab saudi, yaitu sangat memusuhi Syiah. Sejak terjadinya revolusi Iran, Arab Saudi memang menjadi musuh bebuyutan Iran. Karena Iran sangat anti monarki di negara-negara Teluk yang dianggapnya sebagai boneka Barat belaka, tak jauh berbeda dengan rezim Shah Iran.
Kaum salafi saat ini umumnya anti demokrasi. Tidak jelas bagaimana cara mereka nanti untuk memilih pemimpin, anggota dewan dan anggota majelis. Ataukah memilih diri sendiri seperti Baghdadi? Ok, bila demikian maka setiap orang juga bisa memilih diri meteka sendiri. Teman dan tetangga saya juga bisa memilih diri mereka sendiri. Semua orang berhak bukan? Bila ada yang tidak setuju dengan pemilu sendirian tersebut bisa langsung dipenggal kepalanya. Setiap kepala suku, kepala kabilah, panglima perang, atau jenderal bisa memilih dirinya sendiri menjadi khalifah. Dan dunia pun akan segera menjadi kacau balau, karena dipenuhi para "khalifah". Lha, semua orang bisa memilih sendiri kok. Tak perlu rakyat, tak perlu majelis.
Tetapi, bukan cuma gerakan-gerakan Sunni yang telah berubah ideologinya, Iran pun saat ini sudah sangat berubah. Iran saat ini sudah berubah menjadi negara kontra revolusi, yang mendukung kerajaan dinasti Assad di Syria. Ya, kerajaan, tanpa tanpa kutip. Di sebuah negara republik tidak akan pernah ada cerita kekuasaan itu diwariskan. Dan kita tahu bahwa dinasti Assad tak kalah zalimnya dengan Shah Iran. Politik reaksioner dan sektarian dari Iran ini tentu telah membuat negara tersebut kehilangan dukungan dari seluruh umat Sunni yang pada masa sebelumnya, terutama tahun 1980an mendukung Iran. Bahkan sekarang umumnya berbalik memusuhi Iran. Iran bahkan juga menyebut FSA di Syria sebagai organisasi teroris. Ini tentu sangat konyol.
Gerakan puritanisme Ibnu Taimiyah pada zaman dulu, yang lalu sekarang dilanjutkan oleh para pengikutnya, tentu bermaksud untuk membuat Islam menjadi jaya. Tetapi, apakah itu berhasil? Kita semua tahu jawabannya adalah tidak. Negara yang sudah lama menganutnya seperti Arab Saudi pun hingga saat ini bukanlah termasuk negara maju. Padahal, mereka berlimpah dengan modal miliaran petrodolar dan semestinya bisa membangun kembangkan apa saja yang mereka mau. Negara Arab Saudi juga lebih dulu berdiri dibanding Indonesia. Mereka jauh lebih kaya dan lebih dulu berdiri, tapi sampai sekarang pun tetap tidak bisa menjadi negara maju. Ajaran Ibnu Taimiyah ternyata tidak bisa membuat Islam berjaya, baik di bidang teknologi, sains, pendidikan, manufaktur maupun militer. Semua barang berteknologi tinggi dan peralatan militer di sana tetap diimpor dari Amerika dan Eropa. Dan kemungkinan besar hingga bertahun ke depan pun keadaannya akan tetap begitu-begitu juga. Tetap tidak bisa menjadi negara maju. Herannya, trend umat Islam sekarang semakin banyak yang memuja-muja ajaran Ibnu Taimiyah. Padahal, sudah terbukti tak bisa membuat umat Islam menjadi maju, bahkan dengan modal uang berlimpah miliaran dolar sekali pun. Apalagi di negara yang tak punya modal apa-apa seperti Mesir, Aljazair dan lain-lainnya. Nanti malahan bisa semakin terjerembab.
Oleh karena itu, kita perlu mengubah trend tersebut, yang sekarang semakin menggejala di mana-mana. Nah, kemana kita hendak mengubah trend tersebut? Seperti judul di atas, adalah mengubahnya menuju trend menganut ajaran Ibnu Rusyd yang rasional dan menganut hukum kausalitas. Karena ajaran Ibnu Rusyd inilah yang akan bisa`membuat umat Islam mengalami kemajuan yang sesungguhnya
2. Hukum Kausalitas
Salah satu
pemikiran Ibnu Rusyd yang paling penting adalah dukungannya terhadap hukum
kausalitas (causality). Hal ini
bertolak belakang dengan al-Ghazali yang menentang keras kausalitas dan
mendukung okasionalisme (occasionalism).
Perdebatan sengit antara Ibnu Rusyd dan al-Ghazali selanjutnya membawa dampak
yang luar biasa besarnya kepada nasib masing-masing pengikut ajaran keduanya.
Kalau kita gunakan kata yang agak bombastis, dampaknya adalah bersifat gigantic.
Memang ada juga
berbagai hal lain yang diperdebatkan oleh Ibnu Rusyd dan al-Ghazali seperti
kekekalan alam semesta, kebangkitan rohani atau jasmani, bahwa Allah hanya
mengetahui hal umum atau khusus dan banyak sekali hal lainnya. Tapi, saya tak
tertarik membahasnya, terlalu ruwet dan sudah tak relevan untuk dibahas lagi
pada saat ini. Sudah tak ada urusannya dengan nasib umat Islam dan kemajuan
sains pada umumnya. Kalau ikut saya bahas di sini dijamin Anda sekalian akan
menjadi bosan dan mengantuk. Yang paling penting untuk dibahas sekarang ini
adalah tentang hukum kausalitas karena masih sangat relevan. Cuma satu hal ini
saja dan masalah ini dibahas Ibnu Rusyd pada di bagian hampir akhir dari kitab Tahafut al-Tahafut.
Dalam bahasa Inggrisnya diterjemahkan sebagai The Incoherence of the Incoherence. [iii]
Kata kausalitas berasal dari kata Inggris causality, di Indonesia disebut juga sebagai hukum sebab akibat. Dalam bahasa Arabnya disebut hukum ‘ilat wa ma’lul.
Untuk menjelaskan hukum kausalitas ini saya akan mengutip dari artikel di bawah karena penjelasannya mudah dipahami:
Kausalitas dalam filsafat adalah kenyataan bahwa
setiap peristiwa adalah disebabkan oleh asal, penyebab atau prinsip. Untuk
penyebab dari suatu peristiwa B harus memenuhi tiga kondisi:
Bahwa A terjadi sebelum B.
Yang selalu terjadi adalah B.
A dan B dekat dalam ruang dan waktu.
Pengamatan, setelah beberapa kali pengamatan,
kita generalisasi bahwa karena hingga sekarang telah ditetapkan selalu terjadi
B, di masa depan akan sama. Ini artinya kita menetapkan hukum.[iv]
Eksperimen
ilmiah di dalam bidang apa saja kan seperti di atas itu dasarnya.
Misalnya ada orang yang punya teori bahwa air kalau direbus itu mesti selalu menguap. Oke, kita tes. Kita tes berulang-ulang dan hasilnya sama. Nah, berarti teori itu betul. Sebaliknya, kalau ada orang berteori air direbus itu menguap, eh setelah dites berkali-kali malah membeku, tetap cair dan sebagainya, maka teori itu salah.
Sebab A selalu
menghasilkan akibat B secara konsisten, tidak berubah-ubah. Itulah yang disebut
hukum kausalitas. Dan semua eksperimen ilmiah mesti begitu
dasarnya.
Demikian
tentang apa itu hukum kausalitas, salah satu pemikiran utama dari Ibnu Rusyd.
Selain Ibnu Rusyd, hukum kausalitas juga didukung penuh oleh filsuf muslim
lainnya, yaitu Ibnu Sina.
Teori
kausalitas adalah salah satu sumbangan terbesar filsafat kepada ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan menjadikan teori kausalitas sebagai dasar
pijakannya. Ilmu kesehatan umpamanya, harus taat kepada hukum kausalitas. Kalau
obat tertentu tidak memberi kepastian penyembuhan bagi penyakit tertentu, maka
akan kacau sistem pengobatan. Karena itu, obat harus mencapai tingkat kepastian
sebagai penyembuh bagi suatu penyakit. Semua peristiwa di alam juga tidak
terlepas dari hukum sebab akibat, seperti api selalu bersifat membakar dan air
selalu membasahi.
Nah, al-Ghazali menentang hukum kausalitas yang menjadi landasan dari eksperimen ilmiah tersebut. Al-Ghazali menganjurkan okasionalisme, yakni menganggap A menjadi B itu sebagai hukum adat saja yang bisa berubah semau-maunya menurut kehendak Tuhan. Tuhan menurut al-Ghazali adalah seorang diktator yang berkuasa tanpa hukum. Tidak ada kepastian hukum di alam semesta ini. Sebab A tidak mesti berakibat B, bisa saja berakibat C, D, E dan sebagainya. Air direbus tidak mesti menjadi uap, tapi bisa membeku, tetap cair dan sebagainya, asal Tuhan menghendaki begitu.
Misal lainnya lagi, orang makan kurma bisa tetap lapar, orang tidak makan bisa langsung kenyang asal Tuhan menghendaki demikian. Orang minum bisa tetap haus, orang tidak minum bisa hilang dahaganya asal Tuhan mengendaki demikian. Tidak perlu ada sebab dari suatu akibat. Semua hal bisa berlangsung secara "magic". Artikel yang menarik tentang hal ini lihat juga “The triumph of traditionalism ” di The Guardian.[v]
Kalimat aslinya dari kitab Tahafut al-Falasifa karya al-Ghazali adalah sebagai berikut ini:
فَإِنَّ اقْتِرَانَهَا لَمَّا سَبَقَ مِنْ تَقْدِيْرِ اللهِ سُبْحَانَهُ بِخَلْقِهَا عَلَى التَّسَاوُقِ لاَ لِكَوْنِهِ ضَرُوْرِيًّا فِي نَفْسـِهِ غَيْرُ قَابِلٍ لِلْفَوْتِ بَلْ فِي اْلمَقْدُوْرِ خَلْقُ الشَّبْعِ دُوْنَ اْلأَكْلِ وَأَنْكَرَ اْلفَلاَسِفَةُ إِمْكَانَهُ وَادَّعُوْا اسْتِحَالَتَهُ.
Sesungguhnya hubungannya terjadi karena Allah
swt. telah menentukan penciptaannya secara berurutan, bukan karena mesti pada
dirinya, tanpa ada pengecualian. Bahkan, Tuhan mampu menciptakan kenyang
tanpa makan. Para filsuf mengingkari kemungkinan itu dan menyatakan
kemustahilannya.[vi]
Pendapat
al-Ghazali tersebut kemudian dibantah oleh Ibnu Rusyd dengan detail di kitabnya
Tahafut al-Tahafut. Ibnu Rusyd memang
menulis terlebih dahulu pendapat al-Ghazali secara lengkap, baru di bawahnya
kemudian memberikan jawabannya. Poin demi poin. Agaknya karena cara menulisnya
yang sangat telaten dan mendetail poin demi poin itulah Ibnu Rusyd di Eropa Barat
digelari sebagai The Great Commentator,
terutama atas penjelasan (syarah) yang ia berikan pada buku karya Aristoteles.
Jadi, pendapat
al-Ghazali tentang kekuasaan Allah memang bersifat magic sedemikan rupa. Bahkan juga menyebutkan bahwa orang yang
dipenggal kepalanya itu bisa tetap hidup asal Allah menghendaki demikian. Tidak
ada kepastian hukum di alam semesta, tidak perlu ada sebab dari suatu
akibat.
Ya mau apa
lagi, semenjak kemenangan ajaran okasionalisme al-Ghazali yang serba magic
begitu, maka kemajuan ilmu pengetahuan di Baghad dan Kordoba lalu berhenti. Dan
selama berabad-abad selanjutnya umat Islam lalu tenggelam menjadi umat yang
gembel. Umat Islam kemudian disalip jauh oleh Eropa Barat yang menganut ajaran
kausalitas Ibnu Rusyd, ajaran yang menyatakan bahwa ada kepastian hukum di alam
semesta ini. Ibnu Rusyd berkata:
Barangsiapa menolak hukum ‘ilat wa ma’lul, maka berarti dia menolak akal dan dia tidak akan
pernah sampai kepada ilmu pengetahuan.[vii]
Perkataan Ibnu
Rusyd ini ternyata pada akhirnya terbukti benar adanya. Karena ilmu pengetahuan
memang memerlukan landasan hukum yang memberi pasti. Pada akhirnya umat Islam
yang ikut ajaran al-Ghazali yang anti hukum ilat
wa ma’lul lalu menjadi tak pernah kenal ilmu pengetahuan. Dan menjadi umat
yang miskin, gembel dan terbelakang. Sebaliknya, orang Eropa yang menganut
ajaran Ibnu Rusyd menjadi sangat maju dan pandai di bidang ilmu pengetahuan.
Pada akhirnya Eropa kemudian memukul mundur umat Islam di mana-mana dan di
dalam bidang apa pun, baik di bidang baik ekonomi, budaya, sains maupun
teknologi, apalagi di bidang militer. Selama ratusan tahun umat Islam lalu
berada di bawah cengkeraman para kolonialis Eropa. Dan baru merdeka abad ke-20
kemarin. Meski demikian, sampai sekarang ini pun umat Islam dalam berbagai
bidang tetap dijajah oleh Eropa (ditambah Amerika) secara tidak langsung.
Lalu, apakah
dengan menganut kausalitas, maka dengan demikian akan mengikis kekuasaan Tuhan?
Tuhan Yang Maha Besar tidak pernah berkurang kekuasaannya cuma gara-gara
manusia menganut hukum kausalitas. Bahkan, sejalan dengan hukum kausalitas di
al-Quran sendiri Allah berfirman bahwa sunah-Nya tidak akan pernah berubah dan
menyimpang. Ayat berikut dikutip oleh Ibnu Rusyd saat menjelaskan hukum
kausalitas di kitabnya Tahafut al-Tahafut.
فَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّتِ
اللهِ تَبْدِيْلاً وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّتِ اللهِ تَحْوِيْلاً
Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapatkan
pada sunnah Allah itu perubahan dan sekali-kali pula kamu tidak akan
mendapatkan pada sunnah Allah itu penyimpangan. (QS. al-Fatir 35:43).
Apalagi,
menurut Anda sekalian Tuhan itu menghendaki umat yang maju dan pandai dalam
bidang ilmu pengetahuan ataukah umat yang pandir dan tidak kenal ilmu
pengetahuan? Saya yakin Tuhan Yang Maha Pandai lebih menyukai umat yang pandai
dan membenci umat yang pandir. Betul, bukan? Bila ada orang yang berpendapat
bahwa Tuhan menyukai umat yang pandir, maka berarti dia seorang yang maha
pandir.
Kita juga tahu ada hadits terkenal yang berbunyi: "Seorang mukmin yang kuat itu lebih baik dan dicintai Allah daripada mukmin yang lemah." Tentu yang dimaksud dalam hadits ini adalah kuat di bidang apa saja, baik itu ekonomi, budaya, sains, teknologi dan militer.
Atau katakanlah
kita menganut ajaran al-Ghazali yang berkaitan dengan mukjizat, bahwa Allah
Maha berkuasa menciptakan mukjizat dan kehendak-Nya tak selalu harus sesuai
dengan hukum kausalitas. Akan tetapi, apakah mukjizat itu lalu terjadi setiap
hari? Apakah setiap pagi kita lalu berdoa mengharap mukjizat Allah agar membuat
kita kenyang tanpa sarapan pagi? Semua orang tahu bahwa untuk bisa kenyang
(akibat) manusia harus sarapan pagi (sebab). Tak ada mukjizat yang akan datang
setiap hari. Kalau pun ada, mukjizat itu datangnya adalah tiap seribu tahun
sekali. Manusia harus memenuhi perutnya setiap pagi tanpa mengharapkan
mukjizat.
Dalam kehidupan
sehari-hari manusia memang wajib melaksanakan hukum kausalitas. Untuk bisa
kenyang (akibat) manusia wajib sarapan pagi (sebab). Tak ada mukjizat yang
datang setiap pagi, apalagi mukjizat untuk setiap manusia yang berjumlah
miliaran ini. Tiap pagi tiba-tiba semua manusia mendadak bisa kenyang tanpa
perlu sarapan. Itu mustahil. Bahkan hewan-hewan pun tahu akan hal ini, bahwa
mereka tak bisa mengharapkan mukjizat Allah setiap hari. Harimau dan singa
berburu setiap hari supaya kenyang, tidak lantas tidur-tiduran mengharap
mukjizat Tuhan. Kambing dan domba pun tiap hari merumput di padang rumput
mengisi perut mereka. Kambing dan domba juga tak pernah mengharap mukjizat
Tuhan datang setiap hari. Lalu, apakah kita manusia yang katanya makhluk
berakal ini lebih dungu dan hewan-hewan tersebut?
Demikianlah,
bila umat Islam ingin maju dan pandai, maka mulai sekarang wajib berganti
ajaran. Dari okasionalisme al-Gazali yang penuh magic dan irasional itu menuju
kausalitas Ibnu Rusyd yang rasional dan masuk di akal sehat. Tak ada mukjizat
yang datang setiap pagi. Bahkan kambing dan domba pun tahu akan hal itu. Bila
pun ada yang mau menunggu mukjizat datangnya nasi tiap seribu tahun sekali,
maka saya tidak ikut-ikutan. Keburu kelaparan.
Jika umat Islam
nanti sudah menganut Ibnu Rusyd yang rasional ini, maka selain tak menganut
okasionalisme al-Ghazali, maka secara otomatis ajaran ekstrim Ibnu Taimiyah
juga sudah tidak laku lagi karena pada umumnya pengikut Ibnu Taimiyah itu
sebelumnya adalah pengikut al-Ghazali, baik itu di Timur Tengah, Eropa, maupun
Indonesia. Bahkan banyak pula yang masih baru-baru saja ikut aliran Ibnu
Taimiyah seiring dengan membanjirnya buku-buku salafi dan dana yang melimpah
dari petrodolar Saudi ke masjid-masjid di seluruh dunia. Memang benar, banyak umat Islam yang masih baru-baru saja menganut ajaran Ibnu Taimiyah ini. Bila umat Ilsam mengikuti ajaran Ibnu Rusyd, maka mereka juga akan bisa menganut syariah versi yang lebih manusiawi karena Ibnu Ruysd pernah berkata, "Apabila ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang pengampuna Tuhan, maka pilihlah pihak yang memberi ampunan". If there is a difference among scholars about the mercy of God, always choose the side of mercy. Hal ini tentu jauh berbeda dengan ajaran Ibnu Taimiyah yang suka mendukung hukuman yang kejam dan tanpa ampun.
3. Ibnu Rusyd, Penyebar Benih Renaisans di Eropa
Ibnu Rusyd adalah seorang filsuf Muslim dari Kordoba, Spanyol. Nama Arab dari kota ini adalah Qurthuba. Oleh karena itu, nama belakangnya adalah al-Qurthubi, yang berarti dari Kordoba. Lengkapnya menjadi Ibnu Rusyd al-Qurthubi. Sama dengan kota kelahiran penyusun tafsir al-Qurthubi yang terkenal itu. Keduanya bermazhab Maliki sebagaimana penduduk Spanyol dan Afrika Utara pada umumnya. Bila Ibnu Rusyd lahir tahun 1126, maka Imam al-Qurthubi tahun 1214. Akan tetapi, Imam al-Qurthubi banyak menghabiskan masa dewasa dan hari tuanya di Iskandariyah, Mesir, karena pada tahun 1236 Kordoba telah berhasil direbut Raja Ferdinand dari Kastilia setelah dikepung selama berbulan-bulan lamanya. Tak sampai setengah abad setelah wafatnya Ibnu Rusyd, kota Kordoba yang telah berjaya selama berabad lamanya itu telah lepas dari tangan umat Islam.
Selama ini nama
Ibnu Rusyd sudah cukup dikenal umat Islam. Sayangnya, berhenti cuma mengenal
namanya saja, tidak sampai mengenal ajarannya. Ibnu Rusyd adalah seorang tokoh
yang sangat gigih membela filsafat, hukum kausalitas dan cara berpikir yang
rasional. Ajarannya itu kemudian tersebar dan dianut di Eropa. Di dalam
kitabnya Tahafut al-Tahafut, Ibnu
Rusyd menentang semua pendapat al-Ghazali yang terkait filsafat dan hukum
kausalitas. Dia menganggap pemikiran al-Ghazali itu rancu semuanya sehingga
memberi judul bukunya demikian.
Pada artikel
berikutnya di buku ini juga membahas ulang sedikit membahas soal ini. Silakan
membaca juga artikel “Rasionalisme
di Dunia Islam, Dulu dan Sekarang ” .
Tentang sufi
yang saya sebut di artikel tersebut saya cuma bermaksud menyakinkan pembaca
bahwa yang berpengaruh di dunia Islam saat ini memang ajaran al-Ghazali. Tapi,
saya tidak anti sufi, kecuali soal wahdatul
wujud karena menurut saya itu mustahil. Wahdatul
wujud itu seperti misalnya yang dianut Al-Hallaj dan Syekh Siti Jennar yang
menganggap manusia bisa menyatu dengan Allah. Impossible. Bagaimana mungkin manusia yang tidak pernah bisa suci
dari dosa ini bisa menyatu dengan Zat Yang Maha Suci? Orang yang berpendapat
demikian berarti dia berjiwa luar biasa narsis karena menganggap dirinya bisa
bersih dari dosa. Siapa pun orang
itu. Kalau dia seorang syekh, maka
kita bisa menjulukinya sebagai Syekh Narsis.
Meski demikian, ajaran al-Ghazali yang terutama tidak perlu kita anut lagi pada saat ini adalah sikapnya yang anti rasionalisme dan hukum kausalitas. Hukum kausalitas ini kurang lebihnya bisa juga disebut sebagai hukum alam.
Al-Ghazali
menggabungkan sufisme dengan okasionalisme. Agaknya mulai saat ini kita lebih
baik menggabungkan sufisme dengan kausalitas saja. Okasionalisme membuka
peluang besar bagi cara berpikir yang serba magic,
irasional dan membawa kemunduran. Sebaliknya, kalau dengan kausalitas semua hal
itu kita cek dulu benar tidaknya. Kalau setelah dicek terbukti benar kita
ambil, kalau salah kita buang. Supaya maju ini yang harus kita anut.
Menggabungkan
kausalitas dengan sufisme, I think that
is more beautiful.
Ajaran Ibnu
Rusyd tentang kausalitas dan lain-lainnya itu kemudian menyebar ke seluruh
Eropa dan lalu mengawali terjadinya kebangkitan zaman baru di Eropa Barat,
yakni zaman Renaisans. Pada masa pra-Renaisans, atau yang biasanya disebut
sebagai Dark Ages, benua Eropa dipenuhi dengan mistik, takhayul, setan gundul,
tuyul dan sebagainya. Kemudian dengan diterjemahkan berbagai karya Ibnu Rusyd
dan para ilmuwan Islam lainnya, maka Eropa kemudian mengalami zaman Renaisans.
Dark Ages di Eropa pun lalu berubah menjadi zaman enlightenment, min adz-dzulumati ilaa an-nuur, sehingga
ada yang menyebut Ibnu Rusyd sebagai the "Great Muslim Philosopher Who
Planted the Seeds of the European Renaisance." [viii]
Saya sertakan
juga pada endnote nomor sembilan di atas link-link internetnya bila nanti
pembaca ingin mempelajarinya lebih lanjut. Ada yang dari radio BBC langsung
perbincangan host dengan tiga orang ahli Timur Tengah tentang Ibnu Rusyd
sebagai penyebar benih Renaisans di Eropa. Lalu link di youtube siaran BBC yang
sama bila ada yang ingin download dengan lebih mudah. Kalau yang nomor tiga
berupa artikel biasa. Bila ada yang belum puas dengan link-link tersebut dan
ingin mencari referensi-referensi yang terkait lainnya tentang boleh juga. Saya
yakin hasilnya tak akan berbeda.
Selain menebar
benih Renaisans di Eropa, ajaran Ibnu Rusyd juga pelan-pelan lalu menggusur
peran Gereja di dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Eropa sehingga dia
digelari juga sebagai the "founding father of secular thought in Western
Europe". Lengkapnya di Wikipedia adalah sebagai berikut
Averroes had a greater impact on Christian
Europe: he has been described as the "founding father of secular thought
in Western Europe".
Arti: Ibnu Rusyd mempunyai pengaruh yang lebih
besar di Eropa Kristen. Dia disebut sebagai bapak pendiri dari pemikiran
sekuler di Eropa Barat.[ix]
Jadi, bapak
sekulerisme Eropa itu ternyata seorang Muslim Arab. Bukan Voltaire, Rousseau, Descartes atau lainnya. Tapi, saya tak akan membahas kontroversi sekularism disini, saya hanya akan membahas sesuai judulnya saja, yakni tentang Ibnu Rushd dan kausalitas. Dalam artikel lain disebutkan pengaruh Ibnu Rusyd secara
lebih jelas kepada bangkitnya Renaisans di Eropa.
In Latin Christianity, the commentaries were
translated into Latin from the Hebrew, fed the heresies of Siger of Brabant and
the rationalism of the Italian school of Padua, and threatened the foundations
of Christianity.
During
the twelfth and thirteenth centuries Latin orientated-Averroism had
far-reaching consequences for medieval and modern social thought, hardly
foreseeable by the medieval scholastics. It established "a tradition in
which it became possible to question the status of religion" (Daniel,
107); and from the end of the twelfth century to the end of the sixteenth
century Averroism remained the dominant school of thought, in spite of the
orthodox reaction it created first among the Muslims in Spain and then among
the Talmudists, and finally, among the Christian clergy. These were the
centuries that witnessed revolutions in the evolution of social thought, with
medieval Islamic sources always providing the background
The
results were monumental in Western history. It is suggested that Harold
Nebelsick puts it well. He discusses the achievements of the Arab-Islamic
scholars and how they "appropriated, appreciated and preserved Greek
classical learning and built upon it", and "thus, laid the
foundations for a quite unprecedented revival of learning in Europe" (p.
ix). And, "The results were the Renaissance in the thirteenth century, the
Protestant Reformation in the sixteenth century, and eventually the rise of
modern science in the seventeenth".
Arti: Selama abad keduabelas dan ketigabelas
Averoisme aliran Latin mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang sangat jauh bagi
pemikiran abad pertengahan dan modern, yang tak diperkirakan oleh skolastik
pada abad pertengahan. Averoisme aliran Latin ini membangun tradisi yang
memungkinkan untuk mempertanyakan status agama. Dan dari akhir abad keduabelas
hingga keenambelas Averoisme tetap menjadi aliran pemikiran yang dominan
walaupun reaksi kaum ortodoks yang mula-mula ditimbulkannya di dunia Islam,
kemudian di kalangan Talmudis dan akhirnya kepada para pendeta Kristen. Itu
adalah abad-abad yang menyaksikan revolusi di dalam evolusi pemikiran sosial,
dengan sumber-sumber Islam dari abad pertengahan yang selalu menjadi latar
belakangnya.
Akibatnya adalah bersifat monumental di dalam
sejarah dunia Barat. Dalam masalah ini Harold Nebesick bisa menyatakannya
dengan baik. Dia mendiskusikan pencapaian-pencapaian para sarjana Arab-Islam dan bagaimana mereka meletakkan,
menghargai dan melestarikan ajaran Yunani Klasik lalu membangun di atasnya.
Pada akhirnya hal itu meletakkan fondasi bagi kebangkitan pemikiran baru di
Eropa. Dan hasilnya adalah timbulnya Renaisans pada abad ketigabelas, Reformasi
Protestan pada abad keenambelas dan pada akhirnya bangkitnya sains modern pada
abad ketujuhbelas. [x]
Begitulah sejarah. Orang yang menanamkan benih Renaisans di Eropa Barat ternyata seorang Muslim Arab. Bukan Galileo, Francis Bacon, Leonardo da Vinci atau lainnya. Tentu masih banyak lagi sarjana Muslim yang turut memberikan sumbangan bagi kebangkitan Renaisans di Eropa, tetapi sumbangan Ibnu Rusyd adalah yang terbesar. Oleh karena itulah, hanyalah Ibnu Rusyd yang turut dilukis oleh Raphael dalam lukisannya yang berjudul School of Athens.
Mungkin sebagaian pembaca masih meragukannya bahwa peradaban Islam mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi Eropa Barat. Memang benar demikian, bahkan juga dalam bidang musik. Sebagai contoh, beberapa instrumen yang populer di Eropa seperti rebec, biola dan lute adalah keturunan instrument dari Arab. Silakan googling saja sendiri asal-usul rebec dan lute. Kata lutte sendiri berasal dari kata al-'ud. Bahkan banjo, instrumen populer musik country di Amerika, juga berasal dari instrumen Arab al-'ud.tersebut, via negara Islam di pantai Barat Afrika seperti Senegal. Silakan google saja dengan keyword "banjo and Senegal".
Pada abad pertengahan, kota Roma dan Athena sudah lama tenggelam. Kedua kota antik tersebut telah berabad lamanya terlantar, banyak bangunan yang telah jadi puing-puing. Diserbu dan diduduki oleh beragam pasukan asing atau pasukan barbar. Jadi, Eropa Barat modern tidak belajar matematika, filsafat, musik dan beragam sains lainnya dari profesor Athena atau Roma. Mustahil itu. Eropa Barat pada masa itu belajar sains, musik dan filsafat dari para profesar Arab di tanah Arab, terutama di Spanyol dan Sisilia. Kedua wilayah tersebut pada saat itu masih di bawah kekuasaan umat Islam. Itulah sebabnya kenapa peradaban Islam mempunyai pengaruh yang sangat besar kepada peradaban barat, termasuk dalam bidang musik. Kita juga pada saat ini menggunakan angka Arab (1,2,3,4 dst.), bukan angka Roma atau Yunani yang ruwet (I, IX, XX, MCMXXXIII). Anda ada yang bisa berhitung persamaan aljabar dengan angka Romawi? Akan ruwet sekali, bukan? Ilmu komputer saat ini juga menggunakan algorithma sebagai dasarnya. Itu lho yang biasanya untuk membuat flowchart. Itulah yang namanya algorithma. Ditilik dari namanya saja, yaitu algoritma dan aljabar, jelas sekali keduanya adalah kata Arab, bukan? Sayangnya, mayoritas Eropa Barat telah melupakan sumbangsih peradaban Islam ini kepada peradaban Eropa, padahal nama-nama Arab masih jelas tetap melekat pada ilmu-ilmu tersebut.
Yang menjadi masalah pada saat ini adalah ajaran Ibnu Rusyd yang telah membawa pencerahan di Eropa itu sampai sekarang tidak laku di umatnya sendiri. Yang laku keras malah ajaran al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah. Ajaran yang membawa kemajuan tidak laku di kalangan umat Islam. Nah, yang laris justru ajaran yang membawa kemunduran. .
Kalau membaca
di forum-forum internet saya kadang menemui mereka yang bertanya-tanya kenapa
abad keemasan ilmu pengetahuan di Baghdad dan Kordoba bisa berakhir. Jawabannya
adalah terutama karena ajaran al-Ghazali yang mengharamkan filsafat, anti
rasionalisme dan anti hukum kausalitas. Lihat antara lain di artikel “Al-Ghazali: Muslim Destroyer of Philosophy.[xi]
Akhirnya, zaman keemasan tersebut berhenti dan umat Islam selanjutnya berubah
menjadi umat yang gembel selama berabad-abad lamanya.
Kemudian akhir-akhir ini ditambah lagi dengan semakin populernya ajaran Ibnu Taimiyah yang terutama disponsori negara wahabi Arab Saudi. Makin tambah gembel jadinya. Sudah gembel, eh lalu ditambah gembel lagi. Itu namanya double combo gembel.
Sampai sekarang pun ajaran gembel itu masih kuat dimana-mana. Lihat saja, di mana-mana masih selalu terdengar ceramah dan khotbah atau buku-buku dan tulisan-tulisan di berbagai media yang anti akal, anti rasionalisme, mengenai keterbatasan akal manusia dan sebagainya.
Apakah anti rasionalisme itu ajaran Islam? Bukan tentu saja, tapi ajaran orang-orang gembel. Walhasil, karena masih tetap bersikeras menganut ajaran gembel tersebut, hingga saat ini umat Islam pun tetap menjadi umat yang miskin, bodoh dan gembel pula dimana-mana. Padahal, di banyak ayat al-Quran justru Allah memerintahkan manusia untuk senantiasa berpikir dan menggunakan akalnya.
Bagaimana dengan Nabi Ibrahim yang tidak terbakar api yang diperdebatkan dengan sengit oleh Ibnu Rusyd dan al-Ghazali di dalam membahas hukum kausalitas? Di Indonesia sini banyak jawara sakti yang kebal api juga. Dan fenomena seperti itu sebenarnya bisa dijelaskan oleh hukum alam. Walau tak secara langsung bisa Anda baca penjelasannnya tentang barang itu di artikel “Aura, Santet, Tenaga Dalam: Barang Gaib Yang Tidak Gaib.” [xii]
Hamka di dalam bukunya Pelajaran Agama Islam juga membahas perdebatan tentang hukum kausalitas antara Ibnu Rusyd dan al-Ghazali. Siapa yang dibela Hamka? Ibnu Rusyd. Hamka berkata bahwa orang Eropa dengan menganut hukum sebab akibat pada akhirnya bisa menciptakan berbagai alat dan mesin modern. Umat Islam karena anti hukum sebab akibat lalu menjadi terbelakang dan tenggelam di dalam dunia takhayul dan magic.
Untuk
konfirmasi bisa juga kita lihat di artikel “Dialog Kepemudaan YISC Al-Azhar:
Membangkitkan Kembali Semangat Buya Hamka”. Lihat terutama poin yang kedua.
Dalam hal karakter umat Muslim saat ini, beliau sependapat dengan ulama bernama Jamaluddin Al Afghani dan Muhammad Abduh, terkait kemunduran kualitas pribadi umat Muslim dibandingkan kaum non Muslim di dunia yang disebabkan oleh:
1. Umat Islam saat ini telah meninggalkan ajaran agama dan lalai mempelajarinya.
2. Umat Islam terbuai oleh faham fatalisme, menyerah kepada takdir, mengabaikan hukum sebab akibat, taklid jabbariyah. [xiii]
Memang sudah saatnya kita mengganti ajaran yang membawa kemunduran itu dengan ajaran yang membawa kemajuan. Tak perlu lagi mengkontraskan agama dengan filsafat, juga agama dengan sains.
4. Sayyid Ahmad Khan dan Hukum Alam
Seorang tokoh Islam lain yang alirannya disebut naturalis adalah yakni Sayyid Ahmad Khan. Dia adalah seorang pembaharu Islam dari India pada abad ke-19 dan pendiri perguruan Aligarh yang terkenal itu. Pendapatnya malah lebih "ekstrim" lagi karena dia menolak mukjizat dan berpendapat bahwa segala hal itu bisa diterangkan oleh hukum alam.
There is nothing more damaging than belief in
superstitions likes miracles and magic for the human mind and for the very
existence of the humanity.
Arti: Tak ada hal yang lebih merusak ketimbang
kepercayaan kepada takhayul seperti mukjizat dan sihir bagi pikiran manusia dan
eksistensi umat manusia. [xiv]
Mukjizat yang
berupa kejadian atau peristiwa itu pun kalau menurut saya juga sebenarnya
berjalan menurut hukum alam, yakni hukum alam yang pada masa terjadinya
peristiwa tersebut belum kita ketahui rumus fisikanya sehingga lalu disebut
mukjizat. Thats all. Cuma begitu
saja. Tuhan pun menciptakan alam ini menurut hukum alam juga, dan segala
sesuatu yang ada di alam semesta ini diatur menurut hukum alam yang tetap dan
tidak berubah-ubah. Tidak ada perkecualian.
Sebagai seorang
tokoh terkemuka di India, ajaran Sayyid Ahmad Khan juga banyak dianut kalangan
terpelajar di India. Bahkan sebagian pendapatnya juga turut dianut Ahmadiyah.
Kitab tafsir Ahmadiyah banyak mencerminkan pandangan-pandangan dari Ahmad Khan.
Walau secara tidak langsung, boleh dikatakan Ahmad Khan adalah guru besar dari
Ahmadiyah. Tentu orang Ahmadiyah takkan mau mengakuinya dan menganggap itu asli ajaran Ghulam Ahmad. Padahal, bukan.
Kitab tafsir Ahmadiyah yang saya punya versi cetaknya adalah yang terjemahan bahasa Indonesia versi Ahmadiyah Lahore karya Maulvi Muhammad Ali, ketua Lahore yang pertama. Selama ini umumnya orang jarang yang tahu aliran Ahmadiyah Lahore. Padahal, ajaran mereka tentang nabi terakhir sama dengan mayoritas Sunni. Jadi, tidak ada hal prinsipil yang perlu dipertentangkan. Kalau pun ada hanyalah bersifat furu’iyah (cabang) saja, bukan aqidah. Yang menganggap Ghulam Ahmad itu nabi adalah Ahmadiyah aliran Qadian. Kalau aliran Lahore tetap menganggap Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir. Tapi, kalau disebut kata Ahmadiyah, orang cenderung langsung terarah ke yang Qadian yang dianggap sesat. Padahal, ada juga aliran Lahore yang ajarannya tentang nabi terakhir sama persis dengan umat Islam Sunni pada umumnya. Tapi, pengikut aliran Lahore memang jauh lebih sedikit dibanding dengan pengikut Qadian. Kedua aliran itu dinamakan menurut kota pusatnya masing-masing.
Pendapat
Sayyid Ahmad Khan tentang agama dan sains adalah sebagai berikut.
Religion is the word of God and our surroundings
are the work of God. An explanation of the existence of work of God is science.
No contradiction is possible between science and religion as word of God cannot
be in opposition of work of God. If a contradiction between religion and
science exists in a mind, then it indicates cloudy thinking and therefore one
should try to clear his thinking.
Arti: Agama adalah sabda Tuhan dan alam di
sekitar kita adalah ciptaan Tuhan. Penjelasan tentang eksistensi ciptaan Tuhan
adalah sains. Mustahil ada kontradiksi antara sains dan agama karena sabda
Tuhan mustahil bertentangan dengan ciptaan Tuhan. Bila ada kontradiksi antara
agama dan sains di dalam pikiran seseorang, itu menandakan pikiran yang keruh
dan dia harus membersihkan pikirannya.[xv]
Sedang pendapat Sayyid Ahmad tentang evolusi adalah seperti di bawah ini.
In 1869-70 Syed Ahmad Khan was in England.
Charles Darwin, who was alive at this time, had written the Origin of Species.
The book was a focus of extensive debate. Fundamentalists, mainly from the
English Clergy, were at the fore front of criticizing and ridiculing Darwin’s
work. Sir Syed Ahmad Khan had shown his interest in this on going debate. As a
result, he published a detailed urdu article entitled, “Adna halat se alla
halat par insane ki taraqee”. He wrote on the origin and evolution of man. He
negated the religious theories of evolution namely the Divine Theory and Theory
of Spontaneous Creation. He had written, “I do not claim that all plants and
animals, along with their different species and sub species, were created
together at one time. In fact we are unaware of the time frame in which these
plants and animals came into being. We are compelled to accept the fact that in
this process some came first followed by the others and so forth”.
Pada tahun 1860-70 Sayyid Ahmad Khan berada di
Inggris. Charles Darwin, yang hidup pada masa itu, telah menulis Origin of
Species. Buku tersebut menjadi perdebatan yang luas. Kaum Fundamentalists,
terutama dari kalangan pendeta Inggris, berada di barisan paling depan di dalam
mengritik dan mengolok-olok karya Darwin. Sayyid Ahmad Khan tertarik kepada
perdebatan tersebut. Sebagai hasilnya, dia mempublikasikan sebuah artikel yang
detail berbahasa urdu yang berjudul, “Adna halat se alla halat par insane ki
taraqee”. Dia menulis tentang asal-usul dan evolusi manusia. Dia mengabaikan
teori religius evolusi yang disebut sebagai Divine Theory and Theory of
Spontaneous Creation. Dia menulis, “Saya tidak yakin bahwa tumbuhan dan
hewan, bersama dengan semua spesies dan sub-spesiesnya, diciptakan secara
serentak pada waktu yang sama. Faktanya, kita tak mengetahui time frame saat
terciptanya beragam tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan tersebut. Kita harus
menerima fakta bahwa bahwa beberapa spesies sudah ada terlebih dahulu, lalu
diikuti oleh yang lain-lainnya, dan seterusnya.[xvi]
Sayyid Ahmad
Khan juga mengriktik taklid buta dan mendukung perubahan di dalam penafsiran
keagamaan. Di dalam esainya yang berjudul “Time and Religion”, dia menulis:
“Just as times change thought, lifestyle, and
civilization; beliefs and religions too are influenced by changing times. There
was a time of faith and people believed in anything however irrational it may
seem. This was the period of faith (yaqeen). But the present time is the time
of suspect (shak). Truth needs proof”.
Sayyid Ahmed Khan's most prominent theory is his
proposal to test the religious truths by science. According to him, revelation
and nature both has come from the same source, i.e., God. So, these two must be
consistent and can be verified by one another, especially religion by science.
Arti: Seperti juga waktu mengubah pemikiran,
gaya hidup dan peradaban, maka keyakinan dan agama juga dipengaruhi oleh
perubahan waktu. Ada zaman keyakinan semata dan orang menyakini apa pun betapa
irasionalnya hal tersebut. Ini disebut sebagai periode yakin. Tetapi saat ini
adalah masa keraguan (syak). Kebenaran membutuhan pembuktian.
Teori Sayyid Ahmed Khan yang paling terkenal
adalah usulnya untuk mengetes kebenaran agama melalui sains. Menurutnya, wahyu
dan alam semesta keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu Tuhan. Jadi,
keduanya harus konsisten dan bisa diverifikasi satu sama lainnya, terutama
agama dengan sains.[xvii]
Truth need proof. Kebenaran itu membutuhkan bukti. Dan pembuktian itu antara lain bisa melalui sains. Jadi, umat tak lagi dicekoki kata disuruh percaya saja, tetapi juga diberi bukti atas keyakinan yang mereka anut. Dan itu dilakukan Ahmad Khan untuk tujuan seperti yang disebut di bawah, yakni untuk mengungkapkan kepada masyarakat wajah asli dan bersinar dari Islam.
"It is my duty to defend as much as I can
the religion of Islam, right or wrong, and to reveal to the people, the
original bright face of Islam". (Islamic Modernism in the Views of Sir Sayyid
Ahmed Khan and Allama Iqbal: A Comparative Study).
Merupakan kewajibanku untuk membela Islam dengan
semua kemampuan yang ada padaku, salah atau benar, dan untuk mengungkapkan
kepada masyarakat wajah asli yang bersinar dari Islam.[xviii]
Meski demikian,
ada yang perlu kita beri catatan di sini tentang pemikiran Ahmad Khan tentang
hukum alam. Dia menafsirkan al-Quran hanya menurut ilmu pengetahuan yang telah
ditemukan pada masanya. Padahal, itu tidak cukup karena barang-barang gaib itu
ada dan tidak seperti yang ditafsirkan oleh Ahmad Khan. Untuk lebih jelasnya
bisa kita lihat pada artikel ini bagian bawah "Ilmuwan Barat dan
Takhayul". Tidak semua pemikiran Ahmad Khan itu benar. Kita harus bisa
bersikap kritis juga.
5. Filsafat dan Pengaruhnya Kepada Nasib Suatu Bangsa
Apa betul satu aliran filsafat yang dianjurkan oleh cuma satu orang tokoh saja bisa mempengaruhi nasib suatu umat, bangsa-bangsa dan sebagainya? Misalnya Eropa bisa maju cuma karena menerima ajaran Ibnu Rusyd dan dunia Islam menjadi mundur cuma karena ajaran al-Ghazali. Jawabannya adalah tentu saja sangat bisa. Contoh paling mutakhir adalah yang terjadi di Eropa Timur yang menganut ajaran satu orang Karl Marx. Ajaran filsafat Marxisme menentukan maju mundurnya ekonomi di negara-negara tersebut. Juga menentukan bebas tidaknya sistem politik di sana. Demikian pula zaman kegelapan yang menimpa umat Islam selama berabad-abad itu, cuma gara-gara pengaruh ajaran satu orang.
Artikel tentang perdebatan Ibnu Rusyd dan al-Ghazali lainnya yang menarik adalah “Averroes, Al-Ghazali, and Causality ” .[xix] Dijelaskan poin-poin utama dari perdebatan keduanya. Yang diperdebatkan “cuma” tentang hal begitu saja dan hal tersebut cuma dibahas pada satu bab saja. Tapi, pengaruh selanjutnya kepada masing-masing pengikut ajaran mereka luar biasa besarnya. Seperti yang saya sebut di atas, pengaruhnya adalah bersifat gigantic. Satu menjadi maju, satunya menjadi mundur.
Semua gambar di
atas adalah foto suasana di negara-negara Islam. Suasana rel kereta seperti di atas
tentu takkan pernah kita temui di Eropa. Begitu keadaannya.
Lalu keadaan yang satunya bagaimana? Pernah melihat suasana perumahan di film Home Alone? Ya, itu perumahan orang-orang biasa saja, bukan orang kaya. Tapi, coba bandingkan perumahan bukan orang kaya tersebut dengan gambar di atas.
Dan sebagainya. Boleh mencari berbagai perbandingan yang lainnya. Begitulah perbedaan antara penganut filsafat Ibnu Rusyd dan al-Ghazali. Anda mau pilih yang mana? Jarang akan ada yang berminat bila diajak piknik ke negara-negara dunia ketiga yang serba kumuh dan gembel. Akan tetapi, bila diajak piknik ke negara-negara maju dijamin semua akan rebutan pingin ikut.
Barangkali ada yang menilai saya kurang adil karena cuma menampilkan foto-foto yang buruk dari negara Islam. Baiklah, memang ada juga pemandangan yang bagus di negara-negara Islam, tetapi pada umumnya (bukan pada khususnya) keadaan di negara-negara Islam memang sangat timpang bila dibandingkan dengan keadaan di negara-negara Eropa, termasuk yang Eropa Timur sekali pun.
Bahkan, pada umumnya GDP negara-negara Eropa pun lebih tinggi dari negara-negara penghasil minyak di teluk,[xx] padahal negara-negara Eropa tersebut banyak di antaranya yang miskin sumber daya alam, seperti misalnya Belanda. Punya SDA apa Belanda itu? Nothing. Walau miskin SDA tapi mereka bisa kaya raya karena kualitas SDM yang sangat tinggi. Lihat daftar lengkap GDP semua negara di link atas. Dan semuanya itu terutama karena perbedaan cara berpikir. Satunya masih hidup di alam pikiran yang masih serba takhayul dan magic karena menganut okasionalisme al-Ghazali, satunya hidup di alam pikiran yang rasional karena menganut kausalitas Ibnu Rusyd. Walhasil, akibatnya adalah satunya menjadi negara-negara yang mundur dan gembel, satunya menjadi negara-negara yang maju dan kaya-raya. Perbedaannya memang bersifat gigantic.
6. Cara berpikir yang Serba Sim Salabim
Salah satu peninggalan paling buruk dari al-Ghazali memang adalah ajaran okasionalisme itu, yakni cara berpikir yang serba takhayul, magic dan sim salabim. Contoh orang-orang yang menganut ajaran semacam itu dan bersikap sangat anti sains adalah misalnya Harun Yahya dan para pengikutnya. Selama ini mereka itu menentang teori evolusi karena cara berpikir mereka yang serba magic juga dan tidak melalui hukum alam. Sim salabim, langsung jadi tanpa melalui hukum alam apa pun. Melalui trik magic pokoknya. Itu seperti anak-anak kecil yang melihat pertunjukkan sulap dan terkagum-kagum luar biasa saat pesulap melakukan trik dengan topinya. Kelinci, merpati dan sebagainya keluar dari topi pesulap. Anak-anak itu menyangkanya sebagai magic betulan. Padahal, tentu saja itu berjalan sesuai "hukum alam" juga.
Entah bagaimana triknya saya juga tidak tahu karena saya bukan pesulap. Yang jelas itu bukan magic, tapi cuma trik. Pernah menonton acara pesulap bertopeng yang membuka rahasia trik-trik sulap itu bukan? Itu yang dulu disiarkan di TV. Analoginya begitu. Analogi sim salabim. Kalau sudah tahu ilmunya, maka tidak lagi menyebut itu sebagai magic.
Jadi, bila ada yang masih menganggap penciptaan manusia, hewan dan tumbuhan itu melalui magic dan tidak melalui hukum alam itu semata-mata karena mereka tidak tahu ilmunya, seperti anak kecil yang menonton sulap tadi.
Atau barangkali
ada yang pernah membaca novel Yangkee in
the King Arthur's Court karya Mark Twain? Itu yang berkisah tentang manusia
abad ke-19 yang terdampar di Inggris zaman Raja Arthur. Manusia abad ke-19 itu
dianggap sebagai tukang sihir yang sakti mandraguna. Merlin pun dikisahkan
bertekuk lutut. Merlin itu adalah tukang sihir Raja Arthur. Merlin bisa kalah
karena manusia abad ke-19 itu membawa ilmu dan alat-alat dari zamannya. Wah,
bisa menjadi orang yang super sakti betulan.
Misalnya lagi
ada yang membawa mobil ke zaman Raja Arthur, orang zaman itu akan menganggapnya
magic. Apalagi bila membawa pesawat terbang, orang tersebut bisa diangkat
menjadi dewa. Mereka akan menganggap mobil, pesawat terbang, telpon dan
sebagainya itu magic dan manusia zaman modern itu bisa dianggap dewa oleh
mereka. Karena mereka tidak tahu ilmunya. Cortez dulu pun saat ke Mexico
membawa senapan yang bersuara bagai guntur itu langsung dianggap dewa kok oleh
suku Indian disana. Nah, kalau sudah tahu ilmunya, maka magic itu akan turun
derajatnya menjadi barang yang lumrah saja.
Seperti aura atau tenaga dalam juga. Dulu dianggap magic karena tidak tahu ilmunya. Sekarang bukan magic lagi. Jadi, banyak-banyaklah kita ini menimba ilmu dengan berdasarkan kepada hukum sebab akibat sehingga tidak bernasib seperti rakyat Raja Arthur yang kedatangan manusia abad ke-19. Sedikit-sedikit magic, sedikit-sedikit mukjizat. Gundulmu kuwi.:D
Sampul depan kisah tersebut gambarnya manusia abad ke19 itu membawa pistol yang kecil saja melawan ksatria berkuda bersenjata lengkap. Penonton di pinggir lapangan ada yang berteriak itu orang gila karena melawan ksatria berkuda berbaju zirah bersenjata lengkap dia itu cukup berjalan kaki saja, memakai hem tipis dan cuma bawa senjata segenggaman tangan. Ringkasan kisahnya bisa kita lihat di artikel Wikipedia “A Yankee in King Arthur's Court. [xxi]
Gila…. Tapi, kira-kira
siapa yang menang? Rasanya tidak perlu dijelaskan lagi. Tidak ada itu magic.
Mukjizat pun itu nanti bisa dijelaskan juga secara rasonal. Bila pun belum
terjelaskan, maka itu semata-mata karena pada saat terjadinya mukjizat tersebut
belum ditemukan rumus fisikanya. Begitu saja. Termasuk senjata
"magic" berupa pistol seperti di atas itu. Eh, setelah tahu ilmunya
ternyata bukan magic pula.
Manusia dari abad ke-19 pun sudah bisa menjadi manusia yang tersakti pada zaman Raja Arthur, apalagi kita manusia abad ke-21. Apa kira- kesaktian utama manusia abad ke-21? Ya begini ini, bisa main facebook, whatsapp dan ngetwit. Dan jangan lupa kesaktian lainnya yang tidak kalah hebohnya, yakni bisa selfie. :D
7. Ilmuwan Barat dan “Takhayul”
Meski demikian, di Barat sekarang ini rasionalisme kadang salah arah juga, yakni dalam hal bila para ilmuwan sana melihat sesuatu yang tidak mereka pahami langsung bilang takhayul. Jadi, pendapat banyak ilmuwan Barat dalam soal ini keliru juga. Di kalangan ilmuwan mainstream di Barat aura dan tenaga dalam (chi/prana) masih dianggap takhayul. Bila mereka mengadakan penelitian banyak yang sudah didahului dengan prejudice bahwa itu takhayul. Walhasil, hasil penelitiannya menjadi bias, tidak mencapai sasaran, dan sering bisa salah.
Salah satu
perintis awal kamera aura adalah Nicolas Tesla yang kemudian dilanjutkan oleh
Simyon Kirlian dari Uni Sovyet.[xxii] Memang kamera Kirlian,
termasuk yang dikembangkan oleh Prof.
Korotkov belumlah sempurna benar, tetapi itu sudah menunjukkan adanya
perkembangan yang baik. Kita tahu bahwa semua bidang teknologi memerlukan waktu
untuk perkembangannya. Misalnya yang jelas adalah dalam bidang teknologi
komputer. Komputer yang paling awal besarnya menyamai rumah dengan kemampuan
yang sangat terbatas, kini kita cukup membawa laptop ringan kemana-mana dengan
kemampuan yang ribuan kali lipat komputer awal tersebut. Misal lainnya dalam
bidang perfilman. Pertama kali dulu adalah film bisu hitam putih dengan gerakan
patah-patah, kini gambarnya sudah sangat tajam dan cerah, juga tentu ada
suaranya. Demikian pula teknologi handphone
yang perkembangannya bisa kita ikuti sejak dari awal munculnya dulu. Dari yang
berbentuk besar, masih mempunyai antena, serta fasilitasnya yang sangat
terbatas pula, kini telah hadir smartphone yang fasilitasnya hampir tak jauh
beda dengan komputer, bahkan lengkap dengan peta, kompas, kamera, perekam video
dan sebagainya. Semua teknologi memerlukan waktu untuk perkembangannya.
Memang agak
aneh kenapa mayoritas ilmuwan di Barat masih menganggap aura itu takhayul,
padahal perintis kamera Kirlian adalah Tesla seorang jenius yang terkenal.
Dalam soal lampu listrik Tesla malah mengalahkan Edison. Lampu neon yang kita
pakai sekarang ini ciptaan Tesla, juga generator AC. Generator DC ciptaan
Edison sudah lama tidak laku lagi. Demikian juga lampu bohlam, sudah tidak
laku.
Aura dulu
barang gaib, tetapi sekarang lumayan bisa dilihat dengan kamera kirlian walau
memang masih perlu banyak pengembangan lagi. Jin dulu juga barang gaib,
sekarang cuma setengah gaib saja. Tapi, saya kira suatu saat jin akan full
tidak gaib dan bisa dilihat dengan kamera pula.
Lho, jin sekarang cuma setengah gaib? Iya, lha wong energi elektromagnetik jin itu bisa dideteksi dengan alat elektronik. Bahkan dengan speaker aktif biasa pun bisa. Itu speaker yang biasanya kita pakai di komputer. Barang sehari-hari saja dan banyak orang yang punya. Jadi, tidak usahlah kita ini punya pola pikir yang serba magic, mistik dan sebagainya. Karena itu semua cuma fenomena alam biasa saja.
Demikian juga dengan tenaga dalam. Dulu dianggap magic, sekarang bukan. Itu cuma tenaga elektromagnetik yang dihasilkan oleh bioelektrik (bioelectricity), yakni tenaga listrik dari makhluk hidup. Barang lumrah saja. Para praktisi dan pelatih silat pun sekarang ini semua paham dengan hal itu. Tidak ada pelatih tenaga dalam masa kini di Indonesia yang menganggap ilmunya itu sebagai magic. Mesti mereka bilang itu bioelektrik. Bisa antara lain kita baca di artikel “Bio Elektrik Murni Dan Tidak Murni ” yang ditulis oleh Ustadz Danu.[xxiii] Artikel tentang bioelektrik ini juga ada di Britannica dan ensiklopedi populer lainnya.[xxiv]
Selain terdapat
pada manusia, bioelektrik juga ada pada dunia binatang, yang paling terkenal
karena tenaga listriknya sangat kuat adalah belut listrik yang bisa
menghasilkan 300-650 volt.[xxv]
Luar biasa kuatnya dan mengalahkan voltase yang mengalir ke rumah kita. Juga
ada ikan pari listrik yang bisa menghasilkan 220 volt. Walau tak sehebat belut
listrik, tapi “tenaga dalam” yang dimiliki ikan pari ini sudah bisa untuk
menumbangkan orang dewasa.[xxvi]
Saya dulu sebenarnya pernah juga sebentar belajar tenaga dalam pernafasan, tapi lalu berhenti. Kalau sekarang saya cuma praktisi reiki. Tapi, cuma seorang praktisi yang biasa-biasa saja, bukan seorang master yang sakti mandraguna. Terutama saya pergunakan untuk diri sendiri, teman atau saudara saja. Baru sekitar tahun 1997 saya ikut pelatihannya karena dapat info dari seorang kenalan. Tapi, itu kan sudah lumayan lama juga sehingga saat ini saya memang sudah cukup terbiasa dengan ilmu bio-elektrik tersebut. Ya sudah, saya menganggapnya sebagai fenomena alam biasa saja. Bukan barang yang aneh dan magic lagi.
Masalah
utamanya dengan bio-elektrik ini memang tak semua orang cukup peka untuk
merasakan energinya sehingga yang tidak bisa merasakan umumnya akan sulit untuk
percaya. Kalau saya kebetulan cukup peka dan bisa merasakan energi sehingga
tentu saja bisa percaya dengan mudah. Tapi, kalau melihat energi saya memang
tidak bisa, hanya bisa merasakan saja.
Meski demikian,
peka atau tidak peka, sebenarnya bukti adanya bio-elektrik ini bisa kita lihat
secara kasat mata dan gampang saja, tidak perlu dengan beragam teknologi yang
canggih, apalagi dengan cara mistis. Salah satu bukti yang mudah tentang adanya
bio-elektrik pada manusia itu misalnya kalau kita kesulitan menyalakan lampu neon
panjang yang model lama itu. Kalau sekarang kita memang sudah jarang menemui
lampu neon model jadul yang menggunakan starter
tersebut. Pada saat menjelang maghrib lampu neon kadang cuma bisa
berkedap-kedip lemah saja walau sudah kita nyalakan. Nah, pada saat lampu
neon tersebut kita sentuh dengan tangan, maka lampu akan langsung menyala
terang. Itu karena adanya daya listrik di tangan kita. Saya rasa semua orang
sudah pernah melakukan trik semacam ini karena ini adalah trik lumrah yang dulu
sering kita lakukan sehari-hari. Anehnya, jarang yang menyadari bahwa itu
adalah suatu bukti adanya tenaga dalam (bioelektrik) di tubuh kita. Agaknya
karena kita selama ini sudah terlanjur berpikiran bahwa tenaga dalam itu
sesuatu yang mistis, bukan hal yang bisa dinalar menurut sains. Cukup kuat bukan
energi bioelektrik manusia tersebut? Bisa untuk membantu menyalakan lampu neon.
Tidak sehebat belut listrik memang, tapi lumayanlah dulu sering berguna bila
lampu neon sulit menyala.
Bukti lainnya
bio-elektrik pada manusia adalah yang Anda lakukan persis saat ini ketika
membaca tulisan ini, yakni menggeser dan menyentuh layar hape. Layar sentuh
kapasitif (capacitive) pada hape
tersebut bekerja dengan daya listrik yang ada pada jari tangan kita.[xxvii]
Kalau disentuh dan digeser dengan kuku, kain atau plastik misalnya, maka layar
tak bisa berfungsi karena benda-benda tersebut tidak mengandung listrik dan
juga bukan konduktor. Silakan coba. Pada spesifikasi hape kan biasanya ditulis
itu layar resistive atau capacitive. Kalau hape model baru
umumnya sudah menggunakan layar capacitive
karena lebih cerah dan lebih peka dengan sentuhan. Beda dengan layar resistive pada hape jadul yang
penggunaannya harus dengan agak ditekan.
Silakan lihat
spesifikasi hape pada gambar di atas. Capacitive touchscreen tersebut artinya layar sentuh yang menggunakan
bio-elektrik yang ada di jari tangan kita untuk mengoperasikannya. [xxviii] Nah, kalau bio-elektrik tersebut diolah dengan
teknik pernafasan, maka akan bisa menghasilkan energi yang lebih besar lagi
yang biasanya lalu kita sebut sebagai tenaga dalam. Jadi, tenaga dalam itu
memang bukan magic, tapi energi bio-elektrik
yang diolah dengan teknik pernapasan saja.
Mungkin salah
satu keuntungan saya saat membahas soal ini dibanding para ahli filsafat adalah
karena saya juga adalah praktisi "barang gaib". Jadi, tidak cuma
berteori dan berspekulasi tentang hal-hal yang gaib, tapi juga tahu dengan cara
praktek langsung. Semua itu sebenarnya cuma fenomena alam biasa saja yang bisa
dijelaskan oleh hukum alam juga.
Selama ini
tenaga dalam dianggap serba mistik oleh umumnya ilmuwan Barat karena masih
banyak praktisi tenaga dalam di China, Jepang dan India yang tidak memahami
energi tersebut dan menganggapnya sebagai mistik pula. Di negara-negara
tersebut tenaga dalam masing-masing disebut Chi, Ki dan Prana. Mereka misalnya
banyak yang menganggap tenaga dalam itu sebagai life breath, life force
dan sebagainya yang berbau mistik. Padahal tentu saja bukan. Itu cuma sekedar
energi bioelektrik yang dihasilkan triliunan atom di tubuh manusia. Tak ada
segi mistiknya sama sekali. Kalau ada mistiknya, itu cuma karena
dimistik-mistikan saja oleh sebagian praktisinya.
Bagaimana dengan ilmu kesaktian hizib-hizib yang memakai doa-doa yang disebut Ustadz Danu di artikel atas sebagai bukan bioelektrik murni? Ya memang pakai jin. Saya pernah mencobanya lalu merasa tubuh seperti dikelilingi medan magnet. Itu energi elektromagnetik jin. Lalu saya hentikan dan tidak pernah mencoba lagi belajar ilmu-ilmu begituan. Pakai yang murni bio elektrik saja.
Sewaktu masih kuliah dulu saya pernah juga ikut perguruan Ustadz Danu, tapi memang cuma beberapa bulan saja. Teman karib saya ada yang sampai tamat dan menjadi ketua di salah satu cabangnya. Ilmunya persis dengan guru besarnya, yakni bisa menebak sifat orang dan penyakit yang diderita seseorang dari jarak jauh.
Mayoritas anggotanya dulu mahasiswa, sebagian ada juga yang pegawai dan anak SMA. Kalau anak SMP belum diperbolehkan. Berlatihnya dulu di lembah UGM, entah sekarang di mana. Ustadz Danu kan seorang lulusan UGM juga, dari fakultas teknik. Dulu dipanggil Mas Danu saja, kan masih muda. Bukan Ustadz Danu. Dari situ saya lalu jadi tahu bahwa tenaga dalam itu bukan hal gaib, tapi cuma energi bio-elektrik saja. Karena dijelaskan begitu oleh pelatihnya. Setelah saya pelajari lebih lanjut ternyata benar demikian adanya. Lembah UGM itu kalau siang tempat olahraga anak-anak UGM, tapi kalau malam berganti acara jadi tempat pacaran. Itu juga dulu, sekitar tahun 1990an, entah suasananya kalau sekarang.
Andai saja Ibnu
Rusyd dan al-Ghazali dulu juga praktisi "ilmu gaib", mungkin jalannya
sejarah dunia, baik Arab dan Eropa, bisa berbeda. Di Timur soal mukjizat
bisa dijelaskan dengan mudah tanpa harus menganut okasionalisme, sedangkan di
Eropa Barat takkan pernah ada atheisme karena dua tokoh tersebut bisa memahami
barang gaib secara langsung. Averoisme (Ibnu Rusyd-isme) memang pada masa
selanjutnya oleh sebagian pengikutnya di Eropa Barat menjadi semakin ekstrim
sehingga istilah averoisme lalu sering menjadi identik dengan atheisme, dan
merupakan pendahulu dari atheisme modern. Tetapi, versi ekstrim averoisme ini
tentu sudah melenceng jauh dari ajaran Ibnu Rusyd yang asli karena Ibnu Rusyd
adalah seorang theis. Jadi, Karl Marx dan Richard Dawkins itu memang termasuk
murid-murid yang tersesat dari Ibnu Rusyd. Lihat misalnya dua kutipan dibawah
tentang kaitan averoisme dan atheisme modern.
Averroism was cast as a sinister force (a
precursor of modern atheism), valiantly combatted by Albert the Great and
Thomas Aquinas, notably in the latter's De unitate intellectus (On the Unicity
of Intellect) and De aeternitate mundi (On the Eternity of the World).
Averroes at the time of Dante Alighieri
"was probably the most widely condemned thinker in the medieval Christian
world... Averroism became virtually synonymous with atheism in the late Middle
Ages and early Renaissance."
Arti:
•
Averoisme disebut
sebagai kekuatan yang jahat (pendahulu dari atheisme modern), dan diperangi
dengan gigih oleh Albert the Great dan Thomas Aquinas, terutama di karya Thomas
De unitate intellectus (On the
Unicity of Intellect) and De aeternitate
mundi (On the Eternity of the World).[xxix]
•
Averoes pada
masa Dante Alighieri “mungkin adalah pemikir yang paling dikecam pada abad
pertengahan di dunia Kristen. Averoisme menjadi sinonim dengan atheisme pada
akhir abad pertengahan dan awal Renaisans.” [xxx]
Tentu bukan
pada zaman Renaisans saja karena hingga saat ini masih banyak orang atheis
dimana-mana akibat pengaruh sebagian murid-murid Ibnu Rusyd yang tersesat
tersebut. Pengaruh pemikiran Ibnu Rusyd kepada dunia sains dan filsafat Eropa
(dan akhirnya tentu ke filsafat dunia) memang masih sangat mendalam hingga
zaman modern sekarang ini. Bila ada yang masih belum yakin, bisa mencari
referensi-referensi yang lainnya tentang hal ini.
Saat membaca
artikel “Aura, Santet,
Tenaga Dalam: Barang Gaib Yang Tidak Gaib” yang juga sudah saya sebut di atas tadi, jangan lupa membaca tulisan
yang ada di gambar paling atas sebelum artikel, juga gambar pertama di dalam
artikel. Dulu belum saya pasang. Di gambar itu disebutkan bahwa mata manusia
cuma bisa melihat kurang dari 1% spektrum elektomagnetik dan mendengar kurang
dari 1% gelombang suara. Nah, mainstream ilmuwan di Barat menganggap bahwa
jumlah yang kurang dari 1% yang bisa dilihat dan didengar manusia itu adalah
final. Yang tidak terlihat mata dan terdengar telinga manusia, yakni yang 99%
spektrum cahaya dan gelombang suara itu dianggap takhayul. Lho? Ini kan sikap
seperti katak di dalam tempurung. Karena katak tersebut cuma bisa melihat isi
tempurung, maka yang tidak bisa dilihatnya dianggap takhayul.
Sebagai tambahan, bisa juga kita lihat kutipan berikut.
Our human window on the Universe is terribly
small within a stunningly small range of wavelengths. With our eyes we see
wavelengths between 0.00004 and 0.00008 of a centimeter (where, not so oddly,
the Sun and stars emit most of their energy). The human visual spectrum from
violet to red is but one octave on an imaginary electromagnetic piano with a
keyboard hundreds of kilometers long.
Arti: Jendela manusia untuk melihat alam semesta
ini luar biasa kecilnya dan gelombang elektromaknetik yang bisa dilihat sangat sempit pula. Mata
manusia cuma bisa melihat gelombang antara 0.00004 - 0.00008 dari satu
sentimeter (dengan matahari dan bintang-bintang sebagai sumber dari sebagian
besar energi). Spektrum cahaya yang bisa dilihat manusia dari ungu ke merah
hanyalah satu oktaf dari semacam elektromaknetik piano yang mempunyai keyboard
sepanjang ratusan kilometer.[xxxi]
Jadi, jendela
yang dipunyai manusia itu memang sangatlah sempitnya. Meski demikian saya yakin
suatu saat manusia nanti bisa menciptakan alat-alat yang membuat sebagian besar
spektrum elektromaknetik yang masih gaib itu, yakni yang 99% itu bisa terlihat
dan terdengar. Akal manusia itu tidak terbatas kemampuannya. Coba lihat
alat-alat modern yang kita pakai sekarang ini. Semuanya kalau kita pikir
seperti sebuah kemustahilan, eh tapi itu alat-alat yang nyata. Telepon
misalnya, coba lihat, ini alat yang ajaib juga. Kita bisa omong-omong dengan
orang yang berjarak ribuan kilometer. Apalagi skype, hidungya bisa ikut
terlihat.
Rasanya seperti
mustahil, tapi ini alat yang nyata, hasil cipta akal manusia. Kalau Anda bawa
hape ke zaman Raja Arthur, Anda bisa dianggap tukang sihir yang sakti. Apalagi
hape yang ada kamera dan videonya. Wah, Anda bisa selfie bersama Raja Arthur.
8. Kemampuan Akal Manusia itu Tidak Terbatas
Selama ini kita didoktrin oleh ajaran anti rasionalisme bahwa akal manusia itu terbatas kemampuannya. Kalau saya bilang sebaliknya. Tidak. Akal manusia itu tidak terbatas kemampuannya. Akal manusia itu bisa mencapai apa yang sebelumnya seolah mustahil bisa dicapai. Bila ada orang yang bilang bahwa kemampuan akal manusia itu terbatas abaikan saja. Bila mereka ngeyel, maka suruhlah mereka pergi haji naik unta saja, jangan pesawat terbang. Karena penciptaan pesawat terbang itu juga bukti luar biasanya kemampuan akal manusia. Dulu cuma bisa dilakukan dewa-dewa, tapi sekarang bisa dilakukan oleh semua manusia lumrah. Mesin yang diimpikan manusia selama berabad-abad lamanya dan dikira mustahil bisa tercapai. Tapi, ternyata bisa tercapai juga dan sekarang menjadi barang yang sangat lumrah.
Dan bukan hanya cuma terbang di bumi saja, manusia pun bahkan sekarang sudah bisa terbang menjelajah angkasa luar dan menjejakkan kaki ke bulan juga. Sebuah pencapaian yang sangat fantastis dalam sejarah manusia. Ada pepatah bagai burung punguk merindukan bulan. Itu pepatah untuk menyatakan kekasih yang mustahil untuk dicapai. Nah, sekarang burung punguk itu bisa dibawa ke bulan sehingga pepatah tersebut menjadi tidak relevan lagi. Hal yang mustahil bisa menjadi barang lumrah.
Kalau belum apa-apa sudah bilang kemampuan akal itu terbatas, ya kita tidak bakal bisa menciptakan alat apa pun. Di pihak ilmuwan Barat sana, kalau belum apa-apa sudah bilang yang 99% itu takhayul, maka juga takkan pernah bisa mencipta alat untuk melihatnya.
Hampir semua
kisah fiksi sains yang ditulis Jules Verne pada abad ke-19 sekarang ini telah
tercapai. Dulu fiksi, sekarang nyata. Apalagi kisah Around the World in Eighty Days, sudah berlebihan tercapainya
karena sekarang cukup beberapa jam sudah bisa keliling dunia. Yang mustahil
tercapai cuma kisahnya yang Journey to
the Center of the Earth. Karena bisa hangus kalau ke sana. Lain-lainnya
sudah tercapai. Begitulah kemampuan akal manusia. Hal yang dulu cuma fiksi bisa
dibuat nyata. Dan pada saat novel-novel tersebut ditulis, masyarakat masa itu
betul-betul menganggapnya kisah yang murni fiksi yang mustahil bisa tercapai.
Yang tidak pernah ditulis Jules Verne adalah tentang TV, radio dan hape. Mungkin tidak terbayangkan olehnya. Kemampuan daya cipta akal manusia ternyata bahkan bisa melebihi fantasi liar seorang Jules Verne.
Bicara
tentang hape, ini ada berita bagus bagi kita pengguna hape, “ Researcher
Say New Battery Could Charge Your Phone in One Minute.”[xxxii]
Kita saat ini charge batere berjam-jam, nanti cukup semenit saja.
9. Penutup
Entah kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi apa lagi yang akan bisa dicapai oleh manusia
pada masa depan. Semua kemajuan itu mustahil akan tercapai bila para ilmuwan
itu menganut hukum okasionalisme al-Ghazali. Ilmu pengetahuan hanya bisa maju
apabila menganut hukum kausalitas Ibnu Rusyd. Bila umat Islam masih
menentangnya, maka itu berarti akan semakin tertinggal lagi di dalam bidang
tersebut.
Ibnu Rusyd berkata: Sebenarnya, jika mereka yakin bahwa alam itu diciptakan oleh Allah, niscaya mereka akan mengakui bahwa tidak ada bukti yang lebih baik akan wujud sang pencipta selain hadirnya benda-benda yang teratur dengan rapi.
Teratur, tertib dan rapi karena diatur dengan hukum alam yang tetap dan teratur pula. Bila tidak, maka alam semesta ini akan menjadi serba kacau balau. Allah berfirman di dalam al-Quran tentang ketetapan sunah-Nya di alam ini yang tidak akan pernah bisa berubah dan menyimpang.
فَلَنْ تَجِدَ
لِسُنَّتِ اللهِ تَبْدِيْلاً وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّتِ اللهِ تَحْوِيْلا
Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapatkan
pada sunnah Allah itu perubahan dan sekali-kali pula kamu tidak akan
mendapatkan pada sunnah Allah itu penyimpangan. (QS. Al-Fatir, 35:43).
Jakarta – Yogyakarta, April 2015.
[1] Wijdan al-Shommari, “The Philosopher of
Cordoba”, http://www.andalucia.com/history/people/averroes.htm
[iii]
Ibn Rushd, Tahafut
al-Tahafut, http://www.muslimphilosophy.com/ir/tt/index.html.
Ini adalah link kitab lengkapnya edisi bahasa Inggris.
[iv]
Jalius
HR, “Sebab – Akibat (kausalitas)”, https://jalius12.wordpress.com/2011/04/16/penyebab-kausalitas/
[v]
Usama
Hasan, “The triumph of traditionalism”, http://www.theguardian.com/commentisfree/belief/2009/nov/27/islam-science-ghazali
[vi]
Lato Hardi, “Problematika Kausalitas dalam
Pandangan Iman Al-Ghazali dan Ibn Rusyd”, http://baituna123.blogspot.com/2008/12/problematika-kausalitas-dalam-pandangan.html.
Untuk kitab lengkap Tahafut al-Falasifa
yang berbahasa Arab lihat di http://www.ghazali.org/works/tahfut.doc
sedang yang terjemahan bahasa Inggris di http://www.ghazali.org/books/tf/index.htm.
[viii] “Averoes,
In Our Time”, Radio BBC online, http://www.bbc.co.uk/programmes/p0038x79
, untuk download lebih mudah siaran BBC ini bisa di
youtube. Lihat juga Habeeb Salloum, “Averroës - The Great Muslim
Philosopher Who Planted The Seeds of the European Renaissance”. http://www.arabworldbooks.com/articles19.html
[x]
The Editorial Team, “Ibn Rushd: Harmony of Theological & Philosophical
(Scientific) Truth”, http://www.muslimheritage.com/article/ibn-rushd-harmony-theological-philosophical-scientific-truth
[xii]
Lihat
artikel ketiga di buku ini. Supaya bisa memahami barang-barang gaib secara
rasional dan tidak secara mistik lagi.
[xiii]
“Membangkitkan
Kembali Semangat Buya Hamka”, http://annida-online.com/dialog-kepemudaan-yisc-alazhar-membangkitkan-kembali-semangat-buya-hamka-.html
[xiv]
Shobhit Singh, “Empowerment Through Character Building And Modern Education”, http://www.ukessays.com/essays/religion/empowerment-through-character-building-and-modern-education-theology-religion-essay.php
[xvi]
Ibid.
[xvii]
Mohammad Mozammel Haque, “Islamic Modernism in the Views of Sir Sayyid Ahmed
Khan and Allama Iqbal: A Comparative Study”, http://www.geocities.ws/mozammel_cu/islamic_modernism.htm
[xviii]
Ibid.
[xix]
“Averroes,
Al-Ghazali, and Causality”, https://allzermalmer.wordpress.com/2011/12/16/averroes-al-ghazali-and-causality/
[xx]
“GDP
Nominal Per Capita”, Wikipedia, https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_countries_by_GDP_%28nominal%29_per_capita
[xxi]
“A
Connecticut Yankee in King Arthur Court”, Wikipedia, https://en.m.wikipedia.org/wiki/A_Connecticut_Yankee_in_King_Arthur%27s_Court
[xxiii] Ir. Djoko Ismanu Herlambang, “Tenaga dalam
Murni dan Tak Murni”, https://wongalus.wordpress.com/2009/07/16/tenaga-manusia-murni-dan-tak-murni/
[xxiv]
“Bioelectricity”, Encyclopedia Britannnica Online, http://www.britannica.com/science/bioelectricity
[xxv]
“Electric Eel”, Encyclopedia Britannnica Online, http://www.britannica.com/animal/electric-eel
[xxvi]
“Electric Ray”, Encyclopedia Britannnica Online, http://www.britannica.com/animal/electric-ray
[xxvii]
“Cara
Kerja layar Sentuh”, http://artikelbistek.blogspot.com/2010/12/cara-kerja-layar-sentuh.html
[xxviii]
“Capacitive
Touchscreen”, http://www.mobileburn.com/definition.jsp?term=capacitive+touchscreen
[xxxi]
James Kaler, “Alien Eyes: Andromeda
Galaxy Viewed Through the Electromagnetic Spectrum”, http://www.dailygalaxy.com/my_weblog/2011/04/alien-eyes-observe-andromeda-.html
[xxxii] “Researcher Say New Battery Could Charge Your
Phone in One Minute”, Youtube, https://www.youtube.com/watch?v=o4Nh3eU4JM4&feature=youtu.be