I.
Sejak
terjadinya Revolusi Perancis yang punya semboyan liberte, egalite,
fraternite, maka pada abad ke-19 ada hal yang jadi perdebatan di kalangan
pemikir Eropa, yakni liberte tanpa egalite ataukah egalite tanpa liberte?
Manakah yang lebih baik, kata mereka, kebebasan tanpa persamaan ataukah
persamaan tanpa kebebasan? Memberikan liberte pada akhirnya akan mengakibatkan
hilangnya egalite, sedangkan kalau memaksakan egalite itu berarti hilangnya
liberte.
Kenapa
demikian? Karena kemampuan orang dalam mencari uang itu berbeda-beda sehingga
bila ada kebebasan, maka orang-orang yang pandai cari duit akan bisa mencari
duit sebanyak-banyaknya. Sementara itu, mereka yang tak pandai mencari duit
akan melarat, bahkan menjadi gelandangan, sebagaimana yang terjadi di
negara-negara kapitalis saat ini. Bila masyarakat diberi liberte, maka memang
pada akhirnya akan mengakibatkan hilangnya egalite. Karena kemampuan orang
dalam mencari duit memang berbeda-beda. Sebaliknya, bila menerapkan egalite
maka artinya semua orang baik yang pandai cari duit maupun yang tidak
diwajibkan dapat duit yang sama. Rakyat dilarang berbisnis apa pun karena hal
itu akan menyebabkan hilangnya egalite Semua kegiatan ekonomi dikuasai negara
sebagaimana yang terjadi di negara-negara komunis. Rakyat disuruh bekerja dan
lalu digaji menurut kebutuhan mereka masing-masing.
Lalu,
manakah yang lebih baik? Liberte tanpa egalite ataukah egalite tanpa liberte?
Well, ini memang masalah yang rumit dan bikin mumet. :D Dan jawabannya hingga
sekarang ini belum ditemukan. Atau barangkali ada di antara Anda yang punya
jawabannya?
Para
revolusioner Perancis dulu dengan gegap gempita meneriakkan semboyan tersebut.
Tapi, dalam dunia nyata sebetulnya ruwet penerapannya.
Ataukah
jawabannya ada di kata yang terakhir, yaitu fraternite? Baik yang pandai
mencari duit maupun yang tidak sebaiknya bersaudara saja. Dan bisa juga salah
satu caranya bersaudara adalah yang banyak duit jangan pelit kepada yang tidak
punya duit. Suka beramal. Tidak boleh egois.
Para
gelandangan dibantu dan dientaskan, yang tak punya rumah diberi rumah yang
layak, yang tak punya kerja diberi kerja yang layak. Sehingga tak terjadi lagi seperti
apa yang ada di lirik lagu Another Day in Paradise dari Phill Collins ini.
Kalau yang paling sial adalah seperti yang terjadi pada rezim Somoza, Pinochet dan sejenisnya. Sudah liberte tak ada, egalite pun tiada pula. Serupa dengan di Perancis zaman monarki absolut. Tak ada liberte dan egalite, apalagi fraternite.
Kalau yang paling sial adalah seperti yang terjadi pada rezim Somoza, Pinochet dan sejenisnya. Sudah liberte tak ada, egalite pun tiada pula. Serupa dengan di Perancis zaman monarki absolut. Tak ada liberte dan egalite, apalagi fraternite.
Oya,
karena di negara komunis di Asia umumnya dalam bidang ekonomi sudah
diliberalkan, maka egalite sudah tak ada lagi disana. Dan liberte tetap tiada,
bahkan twitter dan facebook dilarang pula di sana. Tak jauh beda dengan rezim
Somoza, Pinochet dan sejenisnya di mana liberte dan egalite sama-sama tiada. Maksud
saya tadi liberal dalam bidang ekonomi saja, tapi dalam bidang politik tak ada
liberte. Kalau di Kuba bisnis tetap dilarang, dan tentu dlm semua bidang tak
ada liberte. Bahkan zaman Castro handphone dan laptop dilarang di Kuba. Kalau
tak ada laptop dan hp, mana bisa main twitter dan fesbuk seperti anda sekalian.
Lihat artikel Raul Castro Lifts Ban on DVD Players, Cell Phones, flat screen TVs, MP3 players, microwaves, electric bicycles etc.
Wow,
banyak sekali ternyata yang dilarang di Kuba zaman Fidel, bukan cuma laptop
(komputer) dan hp saja. Dan baru boleh saat Raul berkuasa. Ternyata bukan mufti
gembel saja yang suka main haram-haraman, tetapi juga para kamerad gembel. Lha,
kalau semua tak boleh mau ngapain rakyatnya? Dunia ini ternyata banyak berisi
orang gembel. -_- Dan yang paling sial adalah di artikel atas disebutkan: “but
his word is not likely to have much meaning in a country where the average
salary is about $20 a month”.
Tak
ada yang sempurna di dunia ini. Bagaimana pun, liberte tanpa egalite agaknya
masih lumayan mending ketimbang tak ada liberte dan tetap kere pula. Kere tapi
bebas main fesbuk dan twitter kan masih mending ketimbang sudah kere tak bisa twitteran
dan fesbukan pula. Double combo sialnya. Plus tak bisa nonton DVD, nonton
youtube dan sebagainya. Lha, orang hidup ini lalu mau buat ngapain kalau gak
bisa ngapa-ngapain?
Liberte
egalite fraternite. Kata-kata yang sangat indah, tapi betapa luar biasa sangat
sulit pula untuk mendapatkannya. Masyarakat umumnya cuma dapat satu item doang,
dan bagi masyarakat yang sial mereka tak pernah dapat ketiganya. Hiks.
Dan sekarang
mari kita dengarkan beberapa lagu yang bertema perang dingin. Saat di mana
pertentangan antara pendukung liberte tanpa egalite (kapitalis) vs egalite
tanpa liberte (komunis) masih sedang sangat dingin-dinginnya.
Liberte, Egalite, Fratenite. Saya baru ingat, hanya bisa kita dapatkan di masyarakat prasejarah, sebelum kota-kota dan negara didirikan. Saya tidak bermaksud sarkastis. Ini riil. Dengan pendirian kota-kota, kepala suku yang semula dekat dan menjadi bagian masyarakat sukunya lalu menjelma menjadi raja kecil yang jauh dari rakyatnya. Anak cucu raja menjadi kaum bangsawan. Sang dukun juga naik pangkat menjadi pendeta. Bila negara kota lalu berkembang jadi kerajaan besar, sang raja berubah menjadi firaun, manusia yang mengaku dewa. Dan itu bukan cuma di Mesir, tapi di mana-mana. Bahkan lalu mengaku keturunan dewa ini atau dewa itu. Entah dewa langit, dewa matahari atau beragam dewa lainnya.
Berawal dari kepala suku lalu menjadi dewa atau anak dewa yang bukan hanya minta dipatuhi, tapi juga minta disembah. Semakin jauh lagi dari rakyatnya. Tak ada lagi egalite dan fraternite. Karena biasanya para raja tersebut umumnya cenderung lalim, maka biasanya juga tak ada liberte. Suka main gebuk saja dengan prajurit yang dibayar dengan pajak rakyatnya. Dalam hal ini, Kaczynski ada benarnya juga. Sudah pernah membaca kisah Kaczynski, kan? Itu kisah profesor Harvard yang alih profesi menjadi pertapa. Pertapa yang nyambi menjadi teroris dan meledakkan segala hal yang berkaitan dengan peradaban dan teknologi tinggi. Bisa Anda baca kisahnya antara lain di The Evolution of Despair by Robert Wright ini. Artikel aslinya ada majalah Time, The Evolution of Despair. Ini adalah salah satu artikel favorit saya sejak dulu. Saya juga membahas Kaczynski di artikel Teori Evolusi dan Akibat-Akibat Yang Ditimbulkannya. Silakan search saja.
Perhatikan lirik lagu Ugly Kid Joe - Cats In The Cradle ini. Tipikal suasana
keluarga zaman industri. Setelah membaca artikel Robert Wright di atas kiranya bisa
Anda dengarkan lagu ini.
Lalu
manakah yang lebih baik, "peradaban" tanpa liberte, egalite,
fraternite ataukah menjadi "bushman", tapi ada liberte, egalite,
fraternite? Oya, jangan lupa kata "peradabaan" dan
"bushman" saya beri tanda kutip karena saya memang agak ragu kita
lebih beradab dari bushman/caveman. Apa arti beradab? Tentu antonim dari kata
biadab. Tapi, "peradaban" abad ke-20 malah menjadi abad paling biadab
sepanjang sejarah manusia. Dua kali perang dunia yang menumpahkan darah puluhan
juta manusia, kamp-kamp konsentrasi dan juga kediktatoran komunis di beragam negara yang
membantai puluhan juta rakyatnya sendiri. Sepanjang sejarah belum pernah ada
pertumpahan darah besar-besaran seperti yang terjadi pada abad ke-20. Dan
jangan lupa, abad ke-21 ini baru dimulai. Kita belum tahu apa yang bakal
terjadi hingga akhir abad ke-21. Apa menjadi lebih beradab betulan ataukah
justru mengalahkan kebiadaban abad ke-20. Bahkan dengan semakin majunya
teknologi, maka para diktator masa kini menjadi jauh berkuasa dari diktator
zaman dulu. Alat penyadap bisa ditanam dimana-mana mengintip segala kehidupan
rakyatnya. Para polisi rahasia bisa mengawasi dengan detil kegiatan tiap
rakyatnya.
Teknologi
memang semakin maju, tapi mental dasar manusia tak terlalu banyak mengalami
perubahan sejak zaman purbakala hingga sekarang. Atau seperti kata Martin
Luther King Jr: “Our scientific power has outrun our spiritual power. We have
guided missiles and misguided men.
Benarkah
peradaban (civilization) yang ada sekarang ini memang benar-benar peradaban?
Silakan baca artikel Twilight Of The Psychopaths By Dr. Kevin Barrett.
Selanjutnya
baca juga Beware, I'm a Son of a Bitch & I Want to Rob You.
Kalau ini
tulisan saya sendiri. Oya, Anda tahu kenapa sejak awal saya anti ISIS? Lihat alinea kedua.
Memang
benar apa kata Martin Luther King Jr. bahwa “Our scientific power has outrun our
spiritual power. We have guided missiles and misguided men". Walhasil, keadaan
dunia saat ini adalah seperti yang ada di lagu Queen Is this the world we created.
Still
along way to go untuk menciptakan peradaban yang benar-benar pantas disebut
peradaban.
Malang,
14–15 September 2014