By: Helmi Junaidi
"Whenever
there is a difference of opinion amongst the Scholars over the Mercy of
Allah, always lean toward the side of Mercy." -Ibn Rushd.
Khilafah Turki Ottoman yang pada saat ini masih dirindukan sebagian umat Islam, termasuk kaum salafis, sebenarnya menerapkan penafsiran syariat yang jauh berbeda dengan yang dipahami umat Islam masa kini. Pada zaman Ottoman itu
terkenal nama Sultan Sulaiman. Dia adalah khalifah terbesar dinasti Ottoman yang
kalau di Barat dikenal dengan nama Suleyman the Magnificent. Kalau di negerinya
sendiri disebut Sulaiman al-Qanuni (lawgiver) alias Sulaiman pembuat
undang-undang.
Turki Ottoman mencapai puncak kejayaannya pada
masa Sulaiman, bahkan dia sempat memimpin pasukan Turki mengepung kota Wina.
Dan kota Wina bisa selamat gara-gara diselamatkan musim dingin. Saat itu
Austria memang kerajaan besar di Eropa, berbeda keadaanya dengan zaman sekarang
yang sudah menjadi negara kecil saja. Setelah dikalahkan Bismarck dalam perang
Austria vs Prussia, maka pusat bangsa Jerman beralih ke Berlin. Dan itu baru
abad ke19 saja. Dulu Austria adalah negara yang kuat dan besar, musuh bebuyutan
Turki selama berabad lamanya. Salah satu kota pusat kebudayaan Eropa juga. Mozart, Haydn, Beethoven dan lain-lain dulu berkarya di Wina, Austria, bukan di Prussia.
Pemahaman syariah zaman
khilafah Ottoman sekilas disebut di artikel Wikipedia Suleiman the Magnificent ini dan memang sangat berbeda dengan pemahaman
umat Islam masa kini. Lihat terutama bagian "Administrative reforms"
di artikel wiki tersebut. Inilah sebabnya saya sering bilang bahwa belajar
sejarah itu sangat penting sehingga bisa mengetahui bagaimana pemahaman dan keadaan pada masa lalu. Pemahaman
syariat Islam masa kini semata-mata fokus pada hukum had, seperti penggal kepala,
potong tangan dan sebagainya. Kalau zaman Ottoman tidak demikian. Ini beberapa
kutipannya:
After eliminating duplications and choosing between contradictory statements, he issued a single legal codeall the while being careful not to violate the basic laws of Islam. It was within this framework that Suleiman, supported by his Grand Mufti Ebussuud, sought to reform the legislation to adapt to a rapidly changing empire.
Furthermore, Suleiman enacted new criminal and police legislation prescribing a set of fines for specific offenses, as well as reducing the instances requiring death or mutilation.
Sebagian di antara Qanun Ottoman pada masa itu bisa kita lihat pada bab zina dan pencurian berikut ini.
156. Ottoman Penal Code: A husband the commission by whom of the hideous act of adultery with a woman in a house wherein he is residing with his wife is proved 6 on complaint made by his wife is punished with imprisonment for from three months to two years and by taking a fine of from five Ottoman gold pieces to one hundred Ottoman gold pieces.
Demikian syariat pasal perzinahan
zaman khilafah Ottoman. Memang berbeda bukan dengan penafsiran umat Islam masa kini?
174. Ottoman Penal Code, Art. 220. 1 — Those who commit theft by making a hole through the wall of or by going up over by a ladder or by opening with a special instrument the door of places which, although not places where men reside or connected with 2 any inhabited place, arc closed 3 or are circumscribed with walls, are placed in kyurck temporarily.
Di atas tentang pasal pencurian. Teks Lengkapnya bisa Anda lihat berikut ini, Full text of "The Imperial Ottoman Penal Code".
Terjemahannya memang kurang bagus, tapi lumayan bisa dimengerti.
Cukup jelas bahwa pemahaman syariat Islam zaman
Ottoman sangat berbeda dengan pemahaman syariat oleh umat Islam masa kini. Sekali
lagi, di situ disebutkan bahwa: all the while being careful not to violate the
basic laws of Islam.
Pada kutipan di atas ada kata "kyurck". Saya
tak tahu artinya dan sering disebut di kitab Qanun Ottoman, tapi sepertinya
artinya adalah "penjara". Jadi, pencuri yang membobol tembok tadi
hukumannya adalah dipenjara dalam waktu tertentu. Ada pasal-pasal lain yang membahas beragam jenis pencurian. Dan
umumnya hukumannya didenda atau dimasukkan kyurck tadi, tidak dipotong
tangannya.
Bila sekarang ada yang ingin menegakkan khilafah kembali menyambung khilafah Usmaniyah, agaknya harus turut menganut Qanun Sulaiman juga. Betul, kan? Karena Qanun Sulaiman itu memang dianut sepanjang zaman Ottoman selama berabad lamanya. Dan tentu syariat zaman Khilafah Ottoman sangat berbeda dengan syariat versi "khilafah" ISIS. Oleh karena itu, dijamin sebentar lagi sudah buyar itu ISIS karena cuma menonjolkan hal yang sadis dan brutal saja sehingga dimusuhi di mana-mana. Sedangkan kalau khilafat Ottoman sanggup bertahan hingga berabad lamanya. Istambul pun menjadi pusat dunia Islam zaman itu. Bila pun akhirnya khilafat Ottoman runtuh itu pun bukan karena hukum syariat versi Ottoman tersebut, tetapi gara-gara tak mau mengadopsi iptek dan sistem pemerintahan modern dari Barat. Tetap bersikukuh dengan cara-cara lama dan system raja yang absolut.
Bila sekarang ada yang ingin menegakkan khilafah kembali menyambung khilafah Usmaniyah, agaknya harus turut menganut Qanun Sulaiman juga. Betul, kan? Karena Qanun Sulaiman itu memang dianut sepanjang zaman Ottoman selama berabad lamanya. Dan tentu syariat zaman Khilafah Ottoman sangat berbeda dengan syariat versi "khilafah" ISIS. Oleh karena itu, dijamin sebentar lagi sudah buyar itu ISIS karena cuma menonjolkan hal yang sadis dan brutal saja sehingga dimusuhi di mana-mana. Sedangkan kalau khilafat Ottoman sanggup bertahan hingga berabad lamanya. Istambul pun menjadi pusat dunia Islam zaman itu. Bila pun akhirnya khilafat Ottoman runtuh itu pun bukan karena hukum syariat versi Ottoman tersebut, tetapi gara-gara tak mau mengadopsi iptek dan sistem pemerintahan modern dari Barat. Tetap bersikukuh dengan cara-cara lama dan system raja yang absolut.
Dan yang perlu diberi catatan, Qanun Sulaiman tersebut
memang asli pemahaman ulama dan khalifah Turki pada masa itu tentang syariat
Islam. Tidak ada pesan sponsor dari siapa pun seperti yang terjadi pada sebagian
para "juru tafsir" saat ini di Indonesia. Asli memang begitulah
pemahaman syariat Islam para ulama dan khalifah Turki pada masa itu, juga
pemahaman masyarakat Turki umumnya. Buktinya Qanun tersebut diterima dengan
mulus saja oleh para ulama dan umat Islam di Turki pada masa itu.
Turki Ottoman pada zaman itu adalah superpower di
Eropa. Tak bakal ada pihak luar yang berani turut campur urusan dalam negeri
Turki Ottoman sehingga Qanun tersebut full independent tanpa
pengaruh dan sponsor pihak asing. Asli pemahaman syariat dari umat, ulama dan khalifah Turki saat itu. Jadi,
pemahaman syariat Islam zaman khilafah Ottoman memang berbeda dengan
pemahaman syariat Islam pada masa kini.
Dengan demikian, bila ada
yang hendak mendirikan dan menyambung khilafah Ottoman kembali wajib paham
Qanun Ottoman tersebut. Selama ini kemungkinan besar 99,99% umat Islam zaman sekarang
tak ada yang tahu tentang penfsiran syariat Islam zaman Ottoman ini. Walhasil, penafsiran mereka tentang khilafah dan syariat Islam asal
saja. Salah dikit penggal, salah dikit
potong tangan, salah dikit dicambuk dan sebagainya. Musik haram, tenaga dalam
syirik dan sebagainya. Haram dan sadisnya saja selalu yang
didahulukan.
Dengan pemberlakuan hukum pidana yang semacam
itu, lalu apakah khilafah Ottoman bisa disebut sebagai negara Islam? Seluruh dunia Islam saat itu mengakui bahwa
khilafah Ottoman adalah negara Islam. Waktu dibubarkan malah banyak umat Islam yang
mengamuk. Betul, bukan? Artinya, ternyata penafsiran syariat zaman Ottoman itu
disetujui oleh umumnya dunia Islam zaman itu.
Ada yang agak bengong setelah mengetahui dan
membaca langsung syariat zaman Ottoman tersebut? Ya, silakan terbengong-bengong
sebentar dulu. Boleh. :D Dan setelah itu anda semuanya rethinking tentang penafsiran syariat yang ada pada zaman sekarang. Herannya, kenapa
penafsiran syariat zaman Ottoman, yakni zaman yang lebih lawas, malah lebih
manusiawi ketimbang penafsiran syariat zaman modern. Jadi, demikianlah syariat
pada zaman khilafah Ottoman, khilafah yang hingga zaman sekarang masih dirindukan sebagian oleh umat Islam. Bukan
syariat ala khilafah ISIS yang sadis yang diterapkan.
Mudah-mudahan
setelah ini semuanya bisa menjadi tahu tentang syariat zaman Ottoman tersebut. Boleh disebarkan dan digetok tular.
Bagaimana pun, saya tak terlalu tertarik bila yang menyebarkannya
adalah orang-orang JIL. Nanti malah dibumbui yang tidak karu-karuan. Padahal,
JIL juga saya kira baru tahu setelah membaca ini.
Kalau JIL yang
menyebarkannya, nanti akan dibumbui yang tidak karu-karuan dan akhirnya
penafsiran yang lebih manusiawi tersebut malah bisa-bisa dimusuhi umat Islam. Padahal, maksud saya menulis ini adalah agar bisa dipahami dan diterima umat Islam
zaman sekarang sehingga tidak lagi mengidolakan khilafah versi ISIS yang sadis
dan brutal itu. Atau paling tidak umat Islam bisa rethinking lagi tentang penafsiran
syariah yang serba harfiah seperti yang ada saat ini. Karena pada zaman Ottoman
tidak begitu.
Kalau full textnya memang saya baru kali ini juga
membaca. Sebelumnya cuma tahu kutipan-kutipan sebagian pasal saja di artikel. Maklumlah,
dulu belum ada internet. Sulit cari referensi yang lebih lengkap. Internet pun
dulu tak terlalu lengkap, tak semua hal
ada. Bukan cuma artikel teks, lagu-lagu jadul favorit saya pun banyak yang baru
beberapa tahun ini ada di youtube atau website sharing mp3. Dulu tak ada. Makin
hari internet makin lengkap karena tiap hari jutaan orang upload artikel dan
lagu di internet.
Bicara tentang lagu. Ini ada beberapa lagu dari
zaman Ottoman. Lagu dan alat music pada zaman itu tidak diharamkan. Malah tentara
elit Turki, yaitu korps Jannisari, punya
semacam marching band. Salah satu lagu di bawah bahkan adalah karya seorang
Khalifah Ottoman.
1. Hicazkar Sirto - Composer Sultan Abd Al-Aziz, His Imperial Majesty I *1830 Music Of Ottoman Empire.
Tentang berbagai budaya lain peninggalan dinasti
Ottoman bisa lihat juga di Ottoman Imperial Archives. Salah satu peninggalan Sultan Sulaiman yang lainnya adalah Masjid Süleymaniye yang terkenal itu.
Demikianlah pembahasan tentang syariat Islam pada
zaman Ottoman. Nah, kalau Hadits-Hadits Hablum Minan Naas yang saya kompilasi
ini termasuk syariat Islam atau bukan? Hadits-hadits tentang etika. Silakan Anda pikir
sendiri. Yang jelas, janganlah kalau kita bicara soal syariat itu sadisnya saja
yang didahulukan. Padahal, banyak ajaran-ajaran Islam yang justru bersifat
manusiawi.
Malang, 3 September 2014