Selama ini banyak orang yang salah menulis ejaan kalimat ini. Yang betul adalah seperti judul di atas. Lengkapnya adalah doa yang berbunyi ja'alanallahu minal 'aidin wal faizin. Artinya semoga Allah menjadikan kita termasuk orang yang kembali (fitri) dan orang yang menang. Dari kata 'aada dan faaza. Karena itulah kita menyebutnya idul fitri dan bukan idzul fitri. Kalau masdar (kata benda) dari kata faaza sering juga dijadikan nama orang, yakni fauzi, demikian juga kata faiz, jamaknya faiziin yang merupakan kata person (faa'il). Begitu, mudah-mudahan setelah ini ejaannya bisa betul. Salah huruf bisa salah arti lho, misalnya bahasa Inggris bad dan bed, atau great dan greet yang memang beda sedikit saja hurufnya tapi sangat jauh berbeda artinya. Thanks atas perhatiannya.
Sunday, September 15, 2013
URGENSI ENTREPRENEUR RASA UNIVERSITAS
Indonesia
membutuhkan jutaan entrepreneur. Peran universitas dalam melahirkan
(calon-calon) entrepreneur harus dieyaluasi dan ditingkatkan. Kurikulum
entrepreneur perlu dimasukkan. Fokus pada pembentukan mental
entrepreneur, jangan sekadar teori.
LAPORAN UTAMA (BAG. 1)
Oleh: Luqman Hakim Arifin, Fathurroji, Devi
Indonesia
membutuhkan lahirnya jutaan entrepreneur. Kalau melihat fakta tentang
negeri kita, Indonesia kaya raya dengan Sumber Daya Alam SDA). Bahkan
sejak ratusan tahun lalu, bangsa penjajah sudah tahu kekayaan SDA kita.
Makanya mereka berdatangan ke sini untuk mengeksploitasi kita.
Di
samping SDA yang berlimpah, mulai dari minyak bumi, timah, gas alam,
nikel, kayu, bauksit, tanah subur, batu bara, emas, perak, tanah
pertanian, perkebunan, padang rumput, hutan, dan Iain-lain, negeri ini
juga memiliki penduduk dengan usia angkatan kerja dan pemuda yang
fantastis.
Data EPS tahun 2010 menyebutkan, penduduk
Indonesia saat ini 237.556.363 juta jiwa. Dari jumlah itu, yang
tergolong penduduk usia produktif atau angkatan kerja 116,53 juta.
Logikanya, jika sebuah negara memiliki lahan pekerjaan yang cukup luas
dan cadangan tenaga kerja yang berlimpah, maka mestinya negeri ini
seharusnya makmur-sejahtera, jumlah penganggurannya sedikit dan tidak
ada penduduk miskin yang jumlahnya na'udzubillah.
Tapi apa
kenyataannya? Semua itu hanya ada dalam hitung-hitungan Utopia.
Faktanya, Indonesia masih menduduki jajaran Negara Miskin atau istilah
halusnya Negara Berkembang. Utang Indonesia hingga Desember 2008,
menurut catatan Bank Indonesia (BI) US$ 149 miliar. Sampai akhir Januari
2010, mencapai US$ 174,041 miliar atau sekitar Rp 2 ribu triliun.
Jumlah
penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan 17,8 persen. Sedang
kurang lebih 49,0 persen-nya hidup dengan penghasilan kurang dari US$ 2
atau kurang lebih Rp 18.000,- per hari. Ini ukuran miskin menurut Bank
Dunia. Jadi, kalau penghasilan seseorang kurang dari US$ 60 per bulan
(setara Rp 560 ribu), itu sudah masuk kategori orang miskin.
Pasti,
jika sebuah negeri itu bermasalah dengan kesejahteraan hidup warga
negaranya, akan muncul masalah lain yang menjadi gandengan setianya:
pengangguran yang tidak pernah kunjung terselesaikan sampai ke
akar-akarnya meski sudah ganti presiden dan menteri berkali-kali.
Bagi
pemuda yang bukan sarjana, terobosan yang diambil untuk mengatasi
pengangguran adalah lari ke luar negeri menjadi Tenaga Kerja Indonesia
(TKI). Untuk kepentingan jangka pendek, menjadi TKI memang membantu
Indonesia. TKI mengurangi pengangguran, memberikan pemasukan devisa dan
menambah jumlah isi rekening di bank.
Namun untuk
kepentingan jangka panjang, tentu saja ini membahayakan dan memalukan.
SDA negeri ini akan terbengkalai atau akan dimiliki bangsa lain karena
tenaga kerjanya banyak yang di luar negeri. Banyak single parent yang
nantinya menjadi ledakan problem tersendiri. Kemudian secara bargain
politics, ' yang namanya negeri peminta itu pasti posisinya lebih lemah.
Jadi, jangan heran kalau negara-negara penerima TKI kerap bersikap
arogan dan menempatkan posisi mentalnya di atas kita. Negara-negara itu
seperti tak merasa ditolong oleh Indonesia dengan pengiriman TKI.
Sebaliknya, mereka seperti bangga bisa menolong Indonesia dari beban
pengangguran. Apes kan?
Untuk pemuda yang memegang ijazah
sarjana, tidak berarti nasib mereka lebih beruntung. Mereka malah harus
menanggung beban yang lebih berat. Mau menjadi TKI informal, sudah malu
duluan. Masak sarjana menjadi TKI? Mau bekerja serabutan di dalam negeri
sendiri, lebih malu lagi.
Harapan mereka adalah bisa
masuk di pekerjaan industrial. Sayangnya, keinginan ini' terhalang oleh
skill standar yang dituntut dunia industri di satu sisi, dan terbatasnya
serapan tenaga kerja di sisi lain. Pendidikan sepertinya gagal menjadi
mitra industri. Tak heran jika perguruan tinggi atau universitas sering
menerima tuduhan sebagai penyuplai beban bangsa.
Pengusaha
nasional Ir. Ciputra dalam bukunya Ciputra Quantum Leap memaparkan
bahwa setiap tahun perguruan tinggi di Indonesia menghasilkan lebih dari
300:000 lulusan, tapi daya scrap lapangan kerjanya terlalu sedikit.
Data Februari 2007 misalnya, lebih dari 740.000 lulusan perguruan tinggi
yang menganggur. Hal ini tentu saja sangat mencemaskan karena angka ini
cenderung naik pesat dari waktu ke waktu. Lebih menyedihkan lagi bila
kelorripok penganggur terdidik yang setengah menganggur diikutkan. Pada
bulan Februari 2007 saja terdapat 1,4 juta penganggur terdidik setengah
menganggur, atau naik sekitar 26 persen dibandingkan Februari 2006.
Akankah
masalah berat ini terus tumbuh? Lalu apa solusinya? Studi Bank Dunia
mengungkapkan, modal SDA itu hanya menyumbangkan sekitar 10 persen
kemajuan bangsa. Sisanya diperankan oleh sejumlah f aktor yang bisa
disebut kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Kualitas SDM yang berperan
bagi kemajuan bangsa itu adalah inovasi dan kreativitas yang peranannya
sebesar 45 persen. Setelah itu networking 25 persen dan teknologi 20
persen.
Karena itu, kalau Anda masih mendengar orang
berpidato dengan memuji-muji Indonesia sebagai negeri kaya-subur-makmur
karena SDA-nya yang luar biasa, ya anggap saja itu sebagai hiburan.
Sebab, SDA itu hanya berperan kecil. Justru yang paling banyak memainkan
peran adalah kualitas SDM. Selama SDM kita tidak berubah, nasib bangsa
kita tidak akan berubah.
Allah sudah menegaskan:
"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka" (QS: Ar-Ra'du: 11). Dengan
kata lain, untuk mengubah kualitas SDM, kita tak bisa hanya dengan
membagi-bagikan uang, obral sekolah gratis, atau memberi subsidi
bulanan. Ini sudah berulang kali dilakukan dan tidak mengubah posisi
Indonesia. Mengubahnya harus dari dalam, dari mindset-nya, dari isi
jiwanya, lalu didukung dengan stimulan, program, dan bantuan.
Mindset
yang seperti apa? Sebut saja istilahnya, the entrepreneurial mental
attitude (sikap mental entrepreneurship), sikap yang dibentuk oleh isi
pikiran kreatif, inovatif, berkemauan menggunakan teknologi sebagai
berkah, berkemauan mengubah resource dan peluang supaya mempunyai nilai
tambah, berani mengambil risiko, anti-mengandalkan, dan tentunya
mensyukuri keragaman sebagai ajang untuk meningkatkan sinergi.
Menurut
entrepreneur muda nasional, Sandiago S. Uno dan Ridlo Zarkasyi, dalam
beberapa kesempatan bertemu dengan Majalah Gontor, siapapun
kita—profesional, pekerja, atau pedagang—semua berkepentingan untuk
mengadaposi sikap mental entrepreneurship ini. Dan akan lebih sempurna
jika kita sendiri memiliki niat dan visi entrepreneur, menjadi
pengusaha. Sebab, secara kuantitas. Indonesia memang kekurangan
entrepreneur .
Menurut data terakhir, jumlah entrepreneur
kita hanya 0,18 persen (sekitar 420 ribu-an orang) dari total penduduk
Indonesia. Padahal, menurut pakar kewirausahaan, David McClelland,
minimalnya 2 persen (sekitar 4,7 juta orang) dari total penduduk sebuah
negara adalah entrepreneur, baru sebuah negara dapat hidup sejahtera.
Negara-negara
lain sudah lebih banyak dari angka minimal itu. Mungkin, karena itulah
mereka lebih maju secara ekonomi dan lebih bagus secara sosial. Warga
Singapura yang menjadi pengusaha mencapai 7 persen, China dan Jepang 10
persen, sedang Amerika rnalah sudah mencapai 12 persen.
Dilihat
dari efek kualitasnya bagi kemakmuran dan kemajuan bangsa, jika
Indonesia memiliki jumlah entrepreneur yang proporsional, minimal 2%,
maka akan ada banyak rongsokan yang bisa diubah menjadi emas. Banyak
lahan yang bisa dihidupkan sehingga peluang kerja bertambah dan jumlah
pengangguran berkurang. Namun, kalau jumlah entrepreneurnya semakin
berkurang, bisa-bisa emas yang kita miliki berubah menjadi rongsokan.
Kekayaan SDA kita tak bisa mengantarkan kita membangun masyarakat yang
makmur. SDM yang mestinya menjadi aset, berubah menjadi beban. Itulah
kenapa di depan ditegaskan: Indonesia membutuhkan lahirnya jutaan
entrepreneur.
Bahwa ada yang keliru dari peran dunia
pendidikan tinggi dalam mengatasi jumlah pengangguran di negeri ini
kiranya tak ada yang membantah. Pakar pendidikan dan Guru Besar Emeritus
Universitas Negeri Jakarta, HAR Tilaar pernah berkata bahwa pendidikan
tinggi kita saat ini masih merupakan "pabrik pengangguran"sehingga
terjadi pemborosan dana, waktu, dan SDM.
Untuk itu,
pembukaan perguruan tinggi baru dan jurusan baru harus benar-benar
diperhatikan dan dikritisi. Sebab, alih-alih menciptakan lapangan
pekerjaan bisa-bisa malah menciptakan lapangan pengangguran baru.
Bila
ada adagium bahwa perguruan tinggi menjadi tulang punggung utama guna
memperbaiki kehidupan bangsa, maka hal itu masih perlu dibahas kembali
dan dicarikan kebenarannya dalam konteks apakah itu?
"Jelas,
ada yang salah dalam pengelolaan pendidikan tinggi saat ini. Saat ini
pendidikan tinggi kita ibarat menara gading yang bertengger di atas
langit, tapi tidak melihat ke bawah. Muncul kesan ia sangat eksklusif
terhadap realitas dan masyarakat sebagai konsumen pendidikan," jelas
Moh.Yamin, pengajar di FKIP Universitas Islam Malang, dalam artikelnya
berjudul "Kurikulum Pendidikan yang Berjiwa Entrepreneur”.
Lalu
apa akar masalahnya? Selain minimnya jiwa entrepreneurship—kalau tidak
bisa disebut tidak ada sama sekali—dalam kurikulum sekolah dan perguruan
tinggi kita, proses pengajaran dan pendidikan entrepreneurship di
bangku sekolah dan kampus juga masih terjebak pada teori semata.
Menurut
Ciputra, melalui jurusan yang ada, mindset (mentalitas dan prinsip)
entrepreneurship seyogianya bisa diajarkan. Bukan malah membuka jurusan
baru. "Jurusan arsitektur, hukum dan kedokteran harus diajari. Misalnya,
1-2 semester saja, yang penting motivasi (entrepreneurship). Juga perlu
dibuat pelatihan 3 bulan," jelas Ciputra.
Dalam hal ini,
kata Ciputra, mitos pengusaha sukses harus memiliki darah pengusaha
harus dibuang jauh-jauh."Itu salah, harus diubah. Saya yakini, untuk
menjadi pengusaha perlu pendidikan. Bila zaman dulu belajar wirausaha
dari orang tua, kini ada sekolah alternatif bagi yang tidak punya orang
tua pengusaha," tandasnya.
Ke depan, dan ini sangat urgen
saat ini, universitas harus mereposisi dirinya menjadi center of
entrepreneurship, dan bukan sekadar lembaga pendidikan, apalagi
pengajaran. "Ini sesuatu yang tak mudah diterima. Tapi ada contohnya
Universitas Harvard dan Stanford menjadi pusat bisnis dengan aset
masing-masing US$29 miliar.dan US$34 miliar," tambah Ciputra.
Selain
itu, dan ini tak kalah penting adalah komitmen pemerintah dan peran
serta masyarakat dalam mengawal lahirnya entrepreneur-entrepreneur muda
Indonesia. Sekarang atau tidak sama sekali, entrepreneur-entrepreneur
baru Indonesia yang memiliki berpandangan kreatif, inovatif, dan
bermanfaat untuk orang lain harus lahir sebanyak-banyaknya di negeri
ini.
Merujuk kepada salah satu ajaran hidup Gontor,"Jangan
jadi pegawai. Jadilah orang yang punya pegawai." Maka pesan penting
yang hendak ditekankan di sini bukan sekadar urgensi menjadi
entrepreneur, tapi pada visi-misi hidup entrepreneur pun harus bener.
Kalau entrepreneur, visi hidupnya hanya hidup untuk dirinya sendiri tok,
niscaya tidak termasuk dalam filsafat hidup Gontor. Khoirunnaasi
anfa'uhum linnaasi wa ahsanuhum khuluqon (Sebaik-baik manusia adalah
yang bermanfaat bagi manusia lainnya dan berakhlak mulia).
GONTOR, Mei 2011/Jumadil Awal-Jumadil Akhir 1432 H
7 Januari 2012 pukul 15:28
Diversifikasi Atasi Krisis Pangan
Oleh: Rusdiono Mukri
Earth
Policy Institute yang berkantor di Washington DC, Amerika Serikat,
memprediksi dunia akan mengalami krisis pangan di tahun 2011 ini.
Krisis ini bahkan diperkirakan lebih buruk di banding krisis pangan
tahun 2008. Paling tidak ada tiga faktor penyebabnya. Pertama,
pertambahan jumlah penduduk meningkat drastis sehingga permintaan pangan
ikut melonjak. Kedua, penggunaan komoditas pangan untuk bahan bakar.
Ketiga meningkatnya kesejahteraan penduduk yang bermuara pada kenaikan
permintaan komoditas pangan.
Dalam prediksi yang
dipublikasikan Earth Policy Institute lewat tulisan bertajuk The Great
Food Crisis of 2011, Presiden Earth Policy Institute Lester R Brown
mengungkapkan data-data yang menyentak perhatian kita. Pada periode
1990-2005, konsumsi pangan dunia hanya 25 juta ton per tahun. Jumlah ini
meningkat drastis pada kurun 2005-2010. Pada lima tahun terakhir ini,
konsumsi pangan menjadi 41 juta ton per tahun. Kenaikan terbesar terjadi
karena komoditas pangan dikonversi menjadi etanol untuk bahan bakar
pada 2006-2008 di AS .Yang lebih menyentak perhatian kita, Indonesia
termasuk tiga negara yang diprediksi akan mengalami krisis pangan paling
parah selain Cina dan India.
Sementara itu Badan Pangan
Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO) dan Kementerian Per-tanian
Amerika Serikat (United States Department of Agriculture /USDA)
memprediksi di tahun 2011 Indonesia akan menjadi importir beras kedua
terbesar di dunia setelah Nigeria. Tahun ini Indonesia diperkirakan akan
mengimpor beras 1,75 juta ton. Saat ini sudah masuk sekitar 500 ribu
ton.
Di sisi lain, Indonesia dikenal sebagai negara yang
mempunyai sumber pangan beragam dan melimpah. Tapi potensi ini tidak
kita manfaatkan. Selama ini kita hanya konsentrasi pada beras, sehingga
konsumsi beras masyarakat Indonesia per kapita per tahun 139 kg
(bandingkan dengan Malaysia yang 110 kg dan Jepang 60 kg).
Pada
tahun 1984 dan 2008 lalu, Indonesia sebenarnya sudah berswasembada
beras. Bahkan pada tahun 1984 itu kita bisa mengekspor beras. Tapi
setelah itu kita kembali menjadi pengimpor beras yang disebabkan karena
kesalahan kebijakan. Pemerintah gemar mengampanyekan makan nasi (beras).
Masyarakat Wamena dan dataran tinggi Papua yang biasa makan ubi
'dipaksa' makan beras. Para pegawai negeri sipil (PNS) di
daerah itu memperoleh jatah beras. Padahal mereka sehari-hari makan ubi.
Masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sebelumnya mengonsumsi
jagung, sekarang juga makan beras. Rakyat miskin di NTT tidak diberi
jagung tapi diberi beras (Raskin). Masyarakat di Gunung Kidul,
Yogyakarta, yang biasa makan gaplek, juga diberi beras. Sedangkan
masyarakat Sorong dan Papua Barat yang banyak makan sukun juga diberi
beras. Akibatnya sekarang konsumsi beras rata-rata setiap jiwa per tahun
mencapai angka tertinggi di dunia. Akibatnya sekarang beras menjadi
beban pembangunan.
Karena itu kita perlu mengampanyekan
diversivikasi pangan.Mengampanyekan keanekaragaman pangan untuk
mengurangi tekanan terhadap kebutuhan beras. Kalau saja konsumsi beras
bisa ditekan menjadi 110 kg per orang per tahun (seperti halnya di
Malaysia), maka kita akan kelebihan beras.
Kalau konsumsi
110 kg berarti berkurang 29 kg per orang per tahun. Jika angka ini
dikalikan dengan jumlah penduduk yang 230 juta, maka kita bisa
mengurangi konsumsi beras hampir 7 juta ton. Jadi pengurangan tekanan
pada beras itu bukan hanya dilakukan dengan cara meningkatkan produksi,
tapi juga pengurangan konsumsi per orang. Tapi hal itu bukan berarti
porsi makan orang dikurangi, tapi dianekaragamkan makanannya.
Masyarakat
yang biasa makan sagu, misalnya, jangan disuruh makan nasi. Sebab tidak
ada yang luar biasa dengan makan beras. Masyarakat Brazil terbiasa
makan jagung. Mereka makan roti dengan bahan baku jagung. Orang Brazil
yang makan jagung itu sudah lima kali menjuarai piala dunia.
Selain
itu, kita harus memodernisir pangan yang betul-betul sesuai dengan
masyarakat yang makin modern. Sebab, kita 'tidak bisa' lagi mengomsumsi
jagung yang karbohidratnya tinggi, itu secara langsung. Tapi jagung
harus diubah dulu menjadi tepung, tepung menjadi roti, seperti orang
Meksiko mengomsumsi tortilla yang terbuat dari jagung. Kita tidak bisa
lagi makan ubi begitu saja, tapi ubi harus diolah dulu menjadi tepung
seperti di Jepang. Dari tepung kemudian menjadi mie atau makanan
lainnya. Hanya dengan mendiversifikasi pangan kita bisa mementahkan
prediksi-prediksi di atas.
Majalah GONTOR, Mei 2011/Jumadil Awal-Jumadil Akhir 1432 H
Digitalized: 6 Januari 2012 pukul 11:04
Russians
*_Russians_*
*Song written by Sting [& Sergei Prokofiev!]*
In Europe and America there's a growing feeling of hysteria
Conditioned to respond to all the threats
In the rhetorical speeches of the Soviets (Iranians)
Mister Krushchev (Ahmadinejad) said, 'We will bury you'
I don't subscribe to this point of view
It'd be such an ignorant thing to do
If the Russians (Persians) love their children too
How can I save my little boy
From Oppenheimer's deadly toy?
There is no monopoly on common sense
On either side of the political fence
We share the same biology
Regardless of ideology
Believe me when I say to you
I hope the Russians love their children too
There is no historical precedent to put
Words in the mouth of the president
There's no such thing as a winnable war
It's a lie we don't believe anymore
Mister Reagan says 'We will protect you'
I don't subscribe to this point of view
Believe me when I say to you
I hope the Russians love their children too
We share the same biology
Regardless of ideology
What might save us, me and you
Is if the Russians love their children too
*Song written by Sting [& Sergei Prokofiev!]*
In Europe and America there's a growing feeling of hysteria
Conditioned to respond to all the threats
In the rhetorical speeches of the Soviets (Iranians)
Mister Krushchev (Ahmadinejad) said, 'We will bury you'
I don't subscribe to this point of view
It'd be such an ignorant thing to do
If the Russians (Persians) love their children too
How can I save my little boy
From Oppenheimer's deadly toy?
There is no monopoly on common sense
On either side of the political fence
We share the same biology
Regardless of ideology
Believe me when I say to you
I hope the Russians love their children too
There is no historical precedent to put
Words in the mouth of the president
There's no such thing as a winnable war
It's a lie we don't believe anymore
Mister Reagan says 'We will protect you'
I don't subscribe to this point of view
Believe me when I say to you
I hope the Russians love their children too
We share the same biology
Regardless of ideology
What might save us, me and you
Is if the Russians love their children too
Kisah Gregor Mendol dan Firdaus Oil
28 Juli 2010 pukul 16:06
Kenapa dia bernama Gregor Mendel dan bukan Gregor Mendol? Inilah sekilas riwayat singkat asal-usul nama Gregor Mendel, pelopor ilmu genetika modern. Anda semua tentu sudah tahu siapa itu Gregor Mendel dalam pelajaran biologi di SMA dulu. Nah, yang belum banyak diketahui orang adalah riwayat asal-usul nama sang tokoh ini. Karena itu, kali ini saya akan bercerita sedikit tentang asal-usul nama beliau.
Haha.. orang Jawa Timur pasti akan langsung tertawa bila membaca nama Mendel diplesetkan menjadi Mendol. Mendol ini adalah semacam perkedel yang terbuat dari tempe, makanan khas Surabaya, Malang dan sekitarnya.
Tapi benar saudara, nama kecil beliau memang adalah Gregor Mendol. Kata orang tua-tua, nama adalah doa. Walhasil, karena dia bernama Mendol, maka sebelum menjadi ahli genetika ternama banyak hasil penelitiannya yang hanya berkelas mendol juga. Dan selain berprofesi sebagai ahli genetika amatiran, Pak Mendol saat itu masih nyambi bekerja jualan cendol. Maklum, ekonomi masih susah. Oleh karena itu, sebagian tetangga memanggilnya juga sebagai Pak Cendol. Meski demikian, ia ternyata saat itu sudah cukup punya nama juga. Buktinya, suatu ketika ada seorang bapak dari jauh yang meminta tolong kepadanya untuk mencarikan anak laki-lakinya yang hilang semasa dia masih berusia lima tahun. Sebut saja ia sebagai bapak X. Tentu persoalan yang agak ruwet bagi orang awam karena memang susah mencari tahu bagaimana rupa anak yang sudah tak ketemu duapuluh tahun lamanya. Tapi tidak bagi Pak Mendol alias Pak Cendol. Disanggupinya permintaan itu. Kebetulan bapak X itu wajahnya berewokan dan berjambang lebat. "Gampang," sanggup Pak Mendol, "Mestilah anak bapak ini sekarang berewokan juga." Demikian katanya penuh percaya diri.
Besok sorenya, Pak Mendol berangkat berusaha mencari tahu di mana anak bapak X tersebut. Ia berangkat sore-sore karena tentu pada saat itu banyak anak-anak muda yang lagi JJS dan nongkrong di jalanan. Setelah mencari tahu kesana-kemari, tak dinyana ia kemudian menemui sekelompok pemuda berewokan yang lagi asyik nongkrong main gitar di jalanan. Wah, pucuk dicinta ulam tiba. "Gampang juga ternyata pekerjaan ini," demikian batin Pak Mendol. Dengan gembira didekatinya anak-anak muda tersebut dan hendak ditanyainya satu persatu. Ia haqqul yakin bahwa salah seorang pemuda itu mestilah anak sang bapak X tadi. Maklumlah, masih abad ke-19, ilmu genetika saat itu belum berkembang, apalagi tes DNA. Jadi, cara penelitiannya memang masih cukup vulgar. Cukup dilihat tampang luarnya beres sudah.
Ditanyainya pemuda berewok yang pertama, "Apakah kamu anaknya bapak X?", demikian tanya Pak Mendol dangan pandangan mata yang tajam menyelidik. "Bukan, Pak", sanggah pemuda yang pertama. Pemuda itu pun lalu menunjukkan KTPnya dan menceritakan daftar riwayat keluarganya. Pak Mendol pun lalu melanjutkan penyelidikannya kepada pemuda berewok yang kedua. Dasar nasib, hingga pemuda terakhir ternyata tak ada yang mengaku bahwa ia anak bapak X. Pak Mendol pun lalu menjadi marah karena merasa dipermainkan. Dengan geram dan kesal ditariknya kuat-kuat jenggot pemuda yang terakhir hingga ia terjungkal jatuh dan berteriak kesakitan. Gitar yang dipegangnya pun sampai terlempar ke jalanan. "Mengaku sajalah," geram Pak Mendol murka. Para pemuda itu kontan menjadi ketakutan. Dengan gemetaran mereka berkata, "Ampun Pak Mendol," rintih para pemuda itu. "Kami memang bukan anak bapak X. Ini semata-mata karena khasiat Firdaus Oil."
"Firdaus Oil? Apa itu?" tanya Pak Mendol masih dengan wajah marah dan curiga. Dengan gemetaran salah seorang pemuda mengeluarkan sebotol obat penumbuh jenggot merk "Firdaus Oil" dan membukanya di hadapan Pak Mendol. Karena tangannya gemetaran ketakutan, maka tanpa sengaja tertumpahlah minyak itu ke wajah Pak Mendol. Tak ayal lagi, wajah Pak Mendol pun menjadi basah kuyup. Dan ajaib saudara-saudara!! Dalam sekejap mata wajah Pak Mendol yang semula rapi klimis berubah menjadi lebat berewokan.
Terkejut dan malu, Pak Mendol pun lalu minta maaf kepada para pemuda tersebut. Dengan terbata-bata ia lalu berjanji kepada mereka akan memperbaiki teknik penelitian ilmu genetika. Dan Pak Mendol ternyata menepati janjinya. Diperbaikinya dengan sungguh-sungguh teknik penelitiannya.
Demikianlah, setelah lewat bertahun-tahun, Pak Mendol akhirnya menjadi ahli genetika ternama. Penelitiannya pun tidak berkelas mendol lagi. Lewat sebuah slametan jenang abang, Pak Mendol pun lalu mengubah namanya menjadi lebih keren, yakni Gregor Mendel. Dan nama inilah yang akhirnya tersohor kemana-mana dan kita kenal hingga saat ini. Demikianlah riwayat singkat nama ahli genetika kita Gregor Mendel. Harap maklum adanya.
Eh ya, hampir lupa. Lalu bagaimana kemudian dengan nasib para pemuda berewok yang pernah ditemuinya dulu? Walau Pak Mendol kemudian sudah menguasai beragam teknik yang canggih, termasuk tes DNA, akan tetapi semenjak interogasi yang dilakukan Pak Mendol mereka tak pernah muncul nongkrong di jalanan lagi. Lha iya, siapa sih yang mau ditarik jenggotnya dengan semena-mena. Udah biaya obat jenggot mahal lagi. Jadi, Pak Mendol tak sempat lagi melakukan tes ulang kepada mereka. Perkara benar atau tidak apakah ia anak yang dicari-cari oleh bapak X tadi, maka Pak Mendol, eh Pak Mendel sekarang, hanya bisa berucap wallahu a'lam.
Who is Harun Yahya?
30 November 2010 pukul 9:09
(terjemahan dari website yang saya tautkan di dinding facebook saya).
Adnan
Oktar adalah nama pena dari Harun Yahya, di websitenya dia mengklaim
dirinya sebagai "sarjana yang termasyhur dan terhormat" yang telah
mengabdikan dirinya untuk menulis tentang subyek ilmiah dan masalah
keagamaan seperti teori evolusi dan mukjizat tuhan.
Lebih
jauh dia disebut oleh pendukungnya sebagai "ilmuwan" terhormat yang
mempunyai banyak karya di beragam bidang keilmuwan (pada kenyataannya ia
sama sekali tak punya ijazah universitas). Dia hanya bisa bahasa Turki
(tidak bisa bahasa Inggris dan Arab). Faktanya adalah baru-baru ini
karya-karyanya dan yayasannya (Yayasan Riset Sains) dilarang di Turki,
dan para sektenya telah dikirim ke pengadilan. Ini tidak ada kaitannya
dengan aktifitas keislaman dan ilmiah mereka, tetapi dalam kaitan
dengan kejahatan seperti pemerasan dgn ancaman, pemerasan, memiliki
senjata api tanpa izin dan hubungan seksual dengan anak di bawah umur.
Sekitar tiga tahun yang lalu, atas keluhan para korban dan
bertahun-tahun kecurigaan, polisi Turki menggerebek tempat tinggal sekte
ini. Apa yang ditemukan di sana dan kesaksian para anggota sekte
sangatlah mengejutkan. Dengan berkedok mempromosikan Islam dan sains,
para anggota sekte ini didapati terlibat dalam kegiatan kriminal yang
sangat luas. Kejahatan ini termasuk pemerasan dgn ancaman, kepemilikan
senjata api tanpa izin dan hubungan seksual dengan anak di bawah umur 18
tahun. Ketua sekte, Adnan Oktar (direkam dengan kamera polisi,
membocorkan dan menunjukkan di saluran teve turki seperti Kanal D, ATV,
Star) mengaku memeras orang yang mereka pandang sebagai penghalang usaha
mereka. Mereka antara lain jurnalis surat kabar Hurriyet, Emin Colasan
dan Fatih Altayli, setelah mereka mempertanyakan sejumlah aktifitas
Harun Yahya seperti misalnya menyuap aparat pemerintahan kota Ankara.
Juga
politisi seperti Celal Adan (anggota parlemen) dan Mesut Yilmaz (bekas
perdana menteri Turki) telah korban sekte ini. Sekte Oktar mengatur
penipuan (photomontage) foto-foto Mesut Yilmaz dalam pakaian Freemason
dan upacaranya, serta memalsukan kartu anggota freemasonary untuk
dia. Penipuan ini diangap serius dan diterbitkan di beberapa koran
Pro-Islam (tanpa mereka mengetahui bahwa ini penipuan). Perdana Menteri
ini image-nya secara politis menjadi rusak di sepanjang sisa masa
pemerintahannya. Selanjutnya seorang fashion model bernama Ebru Simsek
diperas dan kemudian difitnah sebagai “pelacur” di pesan-pesan fax yang
dikirim ke beratus-ratus koran, saluran teve, perusahaan-perusahaan
besar, konsulat asing, kantor pemerintah dan lain-lain. Alasan fitnah
tersebut? Dia menolak berhubungan seks dengan Adnan Oktar. Tetapi, yang
paling mengejutkan dari aktifitas Oktar dan pengikutnya bukanlah hal di
atas. Saat penggerebekan mendadak, 20 wanita dan 2 pria ditemukan di
rumahnya. Kebanyakan dari gadis itu di bawah umur 18, (Oktar berusia
pertengahan 40-an) dan mereka mengklaim telah hubungan seksual dengan
Oktar dan para anggota sektenya. Dalam kesaksiannya, Oktar menyatakan
bahwa dia tidak melakukan kejahatan karena hubungan itu didasari suka
sama suka, yang diizinkan di bawah hukum Turki. Lebih jauh, Oktar
menegaskan bahwa hubungan itu diizinkan ajaran Islam karena dia dan
pengikutnya tidak melakukan "hubungan seksual yang nyata" dengan
gadis-gadis tersebut. Dia dan pengikutnya mengklaim bahwa mereka hanya
melakukan hubungan ‘anal dan oral’. Mereka lebih suka jenis ini hubungan
seksual ini karena menurut penafsiran mereka al-Qur'an mengizinkan
melakukan hal ini di luar perkawinan. Menurut tafsiran mereka hubungan
vagina di luar nikah adalah haram, tetapi anal dan oral itu ‘halal’.
Anda ingin tahu apa yang terjadi selanjutnya? Yayasan mereka ditutup.
Adnan Oktar alias Harun Yahya dan kira-kira 40 dari anggota sektenya
diseret ke pengadilan. Saat di sana, mereka menolak pengakuan awal
mereka dan menyatakan bahwa itu diambil di bawah penyiksaan.
Proses
pengadilan berlangsung selama 2 tahun, sebagian besar dari korban
menarik tuntutannya karena ancaman atau suap dari para anggota sekte.
Akibatnya, sebagian besar kasus berhenti di tengah jalan, dan hanya dua
dari terdakwa yang dapat dipenjara, masing-masing selama 1 tahun.
Peristiwa penangkapan dan pengadilan ini di Turki diliput secara luas
oleh media dan reputasi (serta bisnis) dari sekte ini rusak untuk
selamanya. Pada saat ini, Harun Yahya hanya dianggap serius di
negara-negara asing di mana masalah hukum yang menimpa mereka sedikit
atau bahkan tidak pernah diberitakan sama sekali.
Be careful of Harun Yahya aka Adnan Oktar
30 November 2010 pukul 9:11
(terjemahan dari website yang saya tautkan di dinding facebook saya).
Review
di bawah ini dipublikasikan di Minaret, majalah terbitan Islamic Center
of Southern California, setelah adanya review buku tentang Yahya's
Evolution Deceit, pada Minaret edisi sebelumnya. Nama asli Yahya adalah
Adnan Oktar. Sayangnya, sebagian besar umat Islam yang mempromosikan
buku-buku Yahya mempunyai pengetahuan yang sangat sedikit tentang teori
evolusi dan sains secara umum.Book Review by T.O. Shanavas.
THE
EVOLUTION DECEIT: A FUNDAMENTALIST CHRISTIAN DECEPTION Review buku
berjudul “Kedustaan Evolusi Menyatakan Lubang di Teori Tersebut” dengan
penulis anonim di Minaret vol. 22: 8 bersifat menyesatkan dan menipu.
Kedustaan Evolusi oleh Harun Yahya adalah suatu kedustaan Kristen
fundamentalis dengan topeng Islam. Buku ini menyesatkan umat Islam yang
tidak bersalah yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang teori
evolusi dan biologi. Penulis review buku tersebut menulis: buku ini
“memberikan jawaban yang diperlukan bagi propaganda para evolusionis.”
Dia menambahkan: buku itu “menunjukkan kecurangan dan distorsi para
ilmuwan evolutionis. ” TIDAK! ! ! Sebaliknya buku Yahya itulah yang
mendistorsi para ilmuwan jujur dengan cara memanipulasi
statemen-statemen mereka. Buku ini adalah sekedar karbon kopi dari
argumen Kristen fundamentalis di Institute for Creation Research (ICR),
San Diego, CA. Yahya dengan licik meluncurkan argumen ICR ke komunitas
muslim dengan seringkali mengambil acuan ke Allah dan al-Qur'an.
Bertindak sebagai murid yang baik dari ICR, dia mengambil alih semua
argumen ICR ke bukunya seperti misalnya ketiadaan fosil transisi,
kemustahilan dari adanya bentuk menengah, penipuan evolusi manusia,
ketidaklayakan metode penanggalan radioaktif, dan ketidakmungkinan
statistik dari evolusi di tingkat molekul. Mengikuti modus operandi
ICR, Yahya menggunakan psuedoscience untuk mempromosikan tafsiran
al-Qur'an-nya. Referensi dari majalah ilmiah yang dikutipnya biasanya
mendukung dan membela evolusi. Tetapi dia hanya mengambil satu kalimat
dari artikel tersebut yang menurutnya bisa mendukung argumennya dan dia
gunakan sebagai referensi ilmiah. Sebagaimana ICR, dia biasanya
mendistorsi satu berita dari majalah terkenal untuk “membuktikan”
kesimpulkannya. Dia dengan seenaknya mengabaikan fakta bahwa artikel
tersebut atau artikel lain di majalah yang sama membela dan mendukung
evolusi, padahal al-Quran memperintahkan, “…jangan sembunyikan bukti…”
[al-Quran 2: 283). Taktik dan strategi Yahya di buku ini dipinjam dan
diinstruksikan oleh para gurunya fundamentalis Kristen dari ICR seperti
Duane Gish, Henry Morris, John Morris dan lain-lain. Yahya dan
organisasinya, Bilim Arastirma Vakfi [BAV]-Yayasan Riset Ilmiah, punya
sejarah panjang bersahabat dengan ICR sejak 1992, termasuk menerima
bantuan dari mereka. Yahya menjadi kenal baik dengan Duane Gish dan
Henry Morris saat mereka sering melakukan perjalanan ke Turki untuk
mencari perahu Nabi Nuh [Ref: Acts & Facts 1998a,1998b). Duane Gish
dan Henry Morris adalah peserta di konferensi untuk kreasionisme yang
diorganisir oleh Yahya dan BAV pada tahun 1992. Kemudian bulan April dan
Juli 1998 Yahya dan BAV mengorganisir tiga konferensi “internasional”
yang berkolaborasi dengan ICR dengan tema “Keruntuhan Teori Evolusi:
Fakta Kreasi.” Gish dan Morri diundang sebagai pembicara utama di
konferensi tersebut. Setelah konferensi Morris menjelaskan kehadiran
ICR di konferensi itu di Turki sebagai suatu “upaya untuk membawa orang
Turki ke Kristus.” [Ref: ICR publication, Impact # 318 December 1999].
Pada artikel lainnya yang berjudul “Kreasi, Hari Natal dan al-Quran”
Henry Morris berharap, “Umat Muslim yang dipengaruhi oleh ICR akan
mengenali Kristus.” [Ref: ICR publication: “Back to Genesis” December
1998, page 120]. Harapan serupa juga diungkapkan oleh John Morris,
direktur ICR saat ini, di artikel berjudul“Evangelisme Kreasionis.”
[Ref: the ICR publication: “Acts & Facts” 1998, 27:9].
Pada
halaman 222 dari buku Yahya, dia menyebut Duane Gish sebagai “ahli
evolusi yang termasyhur di dunia.” Ini adalah klaim tipuan lainnya oleh
Yahya. Tak ada tak satu pun artikel ilmiah yang pernah ditulis oleh
Gish di majalah ilmiah selama 25 tahun ini. Tentu saja, dia telah
menerbitkan banyak artikel di majalah Kristen konservatif. Gish salah
satu dari founding father Organisasi Kristen Fundamentalis, ICR. Gish
ahli biokimia yang tidak pernah melakukan riset paleo-anthropologi
sendiri. Salah satu dari taktik Gish adalah memfitnah kredibilitas para
antropolog secara umum yang mempelajari evolusi manusia dengan mengutip
contoh-contoh kekeliruan mereka, khususnya fosil yang salah
identifikasi. Salah satu protokol dari ilmuwan yang baik adalah "siapa
yang membuat klaim menanggung beban untuk mendokumentasikannya". Tetapi
Gish, "ilmuwan termasyhur" yang disebut Yahya itu menolak ikut protokol
para ilmuwan ini setelah dia membuat pernyataan manusia itu lebih dekat
ke katak berdasarkan data rangkaian asam amino pada sebagian protein
pada katak dan manusia. [Ref: PBS science program Nova in 1982]. Gish
berkali-kali berjanji membuat dokumentasi atas pernyataannya, tetapi hal
itu tidak pernah dilakukannya. Dia tidak menghormati protokol ilmuwan
yang baik ketika dia akhirnya mengatakan bahwa itu adalah tugas para
evolusionis untuk mencari tahu. [Ref: Eve, Raymond A. & Harrold,
Francis B.1990. “The Creationist Movement in America” Boston: Twayne
Publishers. Page 83]. Kelakuan Duane Gish ini menunjukkan bahwa dia
tidak pantas disebut sebagai “ilmuwan termasyhur.” Siapa penasehat
Harun Yahya yang lainnya? Henry Morris dan John Morris! Kombinasi bapak
dan anak!! Henry Morris sama sekali bukan ahli ilmu biologi atau ahli
paleontologi. Dia insinyur hidraulik. Cara terbaik untuk memperkenalkan
dia adalah dengan kata-katanya sendiri sehingga pembaca dapat menentukan
opini mereka sendiri. Pendapatnya tentang ilmu pengetahuan adalah
sebagai beikut: “Karena wahyu di Bibel itu mutlak benar dan mudah
dipahami, maka fakta ilmiah itu bila ditafsirkan dengan benar akan
memberikan kesaksian seperti yang terdapat pada Bibel. Tak ada sedikit
pun kemungkinan bahwa fakta ilmu pengetahuan dapat bertentangan dengan
Bibel.” .”[Ref: Morris, Henry M., ed. 1974. “Scientific creationism”
(public school edition). San Diego: Creation-Life Pubs.]. Pernyataan
Henry Morris tentang umur bumi adalah: “Di dalam Bibel, yang merupakan
sabda Tuhan, Dia telah memberitahu kita segalanya tentang tentang kreasi
dan sejarah purba bumi”. [Ref: Morris, Henry., 1967. “Evolution and the
Modern Christian.” Philadelphia: Presbyterian and Reformed Pub.
Co.] "Satu-satunya cara kita untuk menentukan umur bumi dengan benar
adalah dengan mengikuti apa yang telah Tuhan beritahukan kepada kita.
Dan karena Dia telah memberitahu kita dengan sangat jelasnya di Kitab
Suci bahwa umur bumi itu cuma beberapa ribu tahun, dan tidak lebih dari
itu, maka itu seharusnya bisa menyelesaikan semua pertanyaan dasar yang
berkaitan dengan umur bumi." [Ref: The Remarkable Birth of Planet Earth
by Henry Morris. Minneapolis, Minn. Dimension Books.1972. page.94.].
Henry
Morris di tuisannya yang lain menyatakan “bahwa bumi hampir bisa
dipastikan diciptakan kurang dari 10,000 tahun yang lalu.” [Ref: Morris,
Henry., 1977. “The scientific Case for Creationism.” San Diego:
Creation-Life Pub.].
Akhirnya, Henry M. Morris--ayah John
Morris, yakni bos dari Duane Gish, pendiri ICR--nampaknya mencurigai
Nabi Muhammad saw. berhubungan dengan setan? Saya kutip: "Muhammad
sendiri, dengan penampakan dan wahyu yang diterimanya, adalah sesuatu
yang bersifat mistik, dan adalah sah untuk mempertanyakan apakah wahyu
yang diterimanya melalui malaikat itu benar-benar dari Tuhan. . . Wahyu
yang diterima oleh Nabi Muhammad itu berasal dari makhluk gaib, meskipun
menekankan keunggulan Allah, menghadirkan potret yang sangat berbeda
dengan karakter dan tujuan Tuhan yang diilhami Roh Kudus melalui para
nabi dan rasulnya, baik yang di kitab Perjanjian lama maupun baru. Ini
semua tak mungkin berasal dari sumber yang sama." (Henry M. Morris, The
Long War Against God, Grand Rapids, Michigan: Baker Book House 1989, pp.
229-30). John Morris berpendapat sama dengan ayahnya berkenaan dengan
umur bumi dan mungkin juga tentang Nabi saw. Jika tidak, mustahil dia
bisa jadi direktur ICR. Siapa pun yang berpendapat demikian tentang
dengan umur bumi tidak bisa disebut "ahli geologi terkenal" sebagaimana
yang dikatakan Yahya. Dia bisa disebut sebagai "ahli geologi Bibel atau
sarjana Bibel" tetapi yang jelas bukan seorang “famous geologist.” John
Morris, direktur ICR, adalah seorang insinyur geologi, bukan ahli
geologi, dan pada saat ini tidak bekerja di bidang geologi. John Morris,
penasehat Yahya, setelah menghadiri pembicaraan yang diorganisir oleh
BAV dan Harun Yahya, menulis: " Sebagai sebuah grup [BAV di Turki],
mereka punya akses sumber daya finansial yang lebih dari cukup, termasuk
di media, sehingga dapat menyelimuti negara itu dengan informasi
kreasi. Mereka memilih mengundang kreasionis internasional untuk
publisitas mereka, dan terutama menyambut Kristen kreationis dari ICR
daripada mereka yang sekedar anti-Darwin." [Ref: Morris, John.
"Creationist Evangelism in Turkey." Acts & Facts 1998;
27:9.] Kesimpulannya, guru dari Harun Yahya adalah para fundamentalis
Kristen. Taktik dan strateginya adalah yang juga dipraktekkan oleh para
fundamentalis kristen tersebut. Yahya bahkan dengan liciknya memuliakan
Duane Gish, Morris, dan lain-lain sebagai ilmuwan dan ahli evolusi yang
“world-renowned".
Oleh karena itu, buku Yahya berjudul
Kedustaan Evolusi adalah penipuan fundamentalis Kristen, dengan topeng
berwajah Islam, yang salah menggambarkan Islam dan al-Qur'an. Umat Islam
yang saat ini mempromosikan buku Yahya sebagai pembela umat Islam dari
teori evolusi, harus mencari sumber selain buku-buku Yahya.
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)