Sunday, September 15, 2013

Minal Aidin wal Faizin


Selama ini banyak orang yang salah menulis ejaan kalimat ini. Yang betul adalah seperti judul di atas. Lengkapnya adalah doa yang berbunyi ja'alanallahu minal 'aidin wal faizin. Artinya semoga Allah menjadikan kita termasuk orang yang kembali (fitri) dan orang yang menang. Dari kata 'aada dan faaza. Karena itulah kita menyebutnya idul fitri dan bukan idzul fitri. Kalau masdar (kata benda) dari kata faaza sering juga dijadikan nama orang, yakni fauzi, demikian juga kata faiz, jamaknya faiziin yang merupakan kata person (faa'il). Begitu, mudah-mudahan setelah ini ejaannya bisa betul. Salah huruf bisa salah arti lho, misalnya bahasa Inggris bad dan bed, atau great dan greet yang memang beda sedikit saja hurufnya tapi sangat jauh berbeda artinya. Thanks atas perhatiannya.

URGENSI ENTREPRENEUR RASA UNIVERSITAS

Indonesia membutuhkan jutaan entrepreneur. Peran universitas dalam melahirkan (calon-calon) entrepreneur harus dieyaluasi dan ditingkatkan. Kurikulum entrepreneur perlu dimasukkan. Fokus pada pembentukan mental entrepreneur, jangan sekadar teori.


LAPORAN UTAMA (BAG. 1)

Oleh: Luqman Hakim Arifin, Fathurroji, Devi


Indonesia membutuhkan lahirnya jutaan entrepreneur. Kalau melihat fakta tentang negeri kita, Indonesia kaya raya dengan Sumber Daya Alam SDA). Bahkan sejak ratusan tahun lalu, bangsa penjajah sudah tahu kekayaan SDA kita. Makanya mereka berdatangan ke sini untuk mengeksploitasi kita.

Di samping SDA yang berlimpah, mulai dari minyak bumi, timah, gas alam, nikel, kayu, bauksit, tanah subur, batu bara, emas, perak, tanah pertanian, perkebunan, padang rumput, hutan, dan Iain-lain, negeri ini juga memiliki penduduk dengan usia angkatan kerja dan pemuda yang fantastis.

Data EPS tahun 2010 menyebutkan, penduduk Indonesia saat ini 237.556.363 juta jiwa. Dari jumlah itu, yang tergolong penduduk usia produktif atau angkatan kerja 116,53 juta. Logikanya, jika sebuah negara memiliki lahan pekerjaan yang cukup luas dan cadangan tenaga kerja yang berlimpah, maka mestinya negeri ini seharusnya makmur-sejahtera, jumlah penganggurannya sedikit dan tidak ada penduduk miskin yang jumlahnya na'udzubillah.

Tapi apa kenyataannya? Semua itu hanya ada dalam hitung-hitungan Utopia. Faktanya, Indonesia masih menduduki jajaran Negara Miskin atau istilah halusnya Negara Berkembang. Utang Indonesia hingga Desember 2008, menurut catatan Bank Indonesia (BI) US$ 149 miliar. Sampai akhir Januari 2010, mencapai US$ 174,041 miliar atau sekitar Rp 2 ribu triliun.

Jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan 17,8 persen. Sedang kurang lebih 49,0 persen-nya hidup dengan penghasilan kurang dari US$ 2 atau kurang lebih Rp 18.000,- per hari. Ini ukuran miskin menurut Bank Dunia. Jadi, kalau penghasilan seseorang kurang dari US$ 60 per bulan (setara Rp 560 ribu), itu sudah masuk kategori orang miskin.

Pasti, jika sebuah negeri itu bermasalah dengan kesejahteraan hidup warga negaranya, akan muncul masalah lain yang menjadi gandengan setianya: pengangguran yang tidak pernah kunjung terselesaikan sampai ke akar-akarnya meski sudah ganti presiden dan menteri berkali-kali.

Bagi pemuda yang bukan sarjana, terobosan yang diambil untuk mengatasi pengangguran adalah lari ke luar negeri menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Untuk kepentingan jangka pendek, menjadi TKI memang membantu Indonesia. TKI mengurangi pengangguran, memberikan pemasukan devisa dan menambah jumlah isi rekening di bank.

Namun untuk kepentingan jangka panjang, tentu saja ini membahayakan dan memalukan. SDA negeri ini akan terbengkalai atau akan dimiliki bangsa lain karena tenaga kerjanya banyak yang di luar negeri. Banyak single parent yang nantinya menjadi ledakan problem tersendiri. Kemudian secara bargain politics, ' yang namanya negeri peminta itu pasti posisinya lebih lemah. Jadi, jangan heran kalau negara-negara penerima TKI kerap bersikap arogan dan menempatkan posisi mentalnya di atas kita. Negara-negara itu seperti tak merasa ditolong oleh Indonesia dengan pengiriman TKI. Sebaliknya, mereka seperti bangga bisa menolong Indonesia dari beban pengangguran. Apes kan?

Untuk pemuda yang memegang ijazah sarjana, tidak berarti nasib mereka lebih beruntung. Mereka malah harus menanggung beban yang lebih berat. Mau menjadi TKI informal, sudah malu duluan. Masak sarjana menjadi TKI? Mau bekerja serabutan di dalam negeri sendiri, lebih malu lagi.

Harapan mereka adalah bisa masuk di pekerjaan industrial. Sayangnya, keinginan ini' terhalang oleh skill standar yang dituntut dunia industri di satu sisi, dan terbatasnya serapan tenaga kerja di sisi lain. Pendidikan sepertinya gagal menjadi mitra industri. Tak heran jika perguruan tinggi atau universitas sering menerima tuduhan sebagai penyuplai beban bangsa.

Pengusaha nasional Ir. Ciputra dalam bukunya Ciputra Quantum Leap memaparkan bahwa setiap tahun perguruan tinggi di Indonesia menghasilkan lebih dari 300:000 lulusan, tapi daya scrap lapangan kerjanya terlalu sedikit. Data Februari 2007 misalnya, lebih dari 740.000 lulusan perguruan tinggi yang menganggur. Hal ini tentu saja sangat mencemaskan karena angka ini cenderung naik pesat dari waktu ke waktu. Lebih menyedihkan lagi bila kelorripok penganggur terdidik yang setengah menganggur diikutkan. Pada bulan Februari 2007 saja terdapat 1,4 juta penganggur terdidik setengah menganggur, atau naik sekitar 26 persen dibandingkan Februari 2006.

Akankah masalah berat ini terus tumbuh? Lalu apa solusinya? Studi Bank Dunia mengungkapkan, modal SDA itu hanya menyumbangkan sekitar 10 persen kemajuan bangsa. Sisanya diperankan oleh sejumlah f aktor yang bisa disebut kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Kualitas SDM yang berperan bagi kemajuan bangsa itu adalah inovasi dan kreativitas yang peranannya sebesar 45 persen. Setelah itu networking 25 persen dan teknologi 20 persen.

Karena itu, kalau Anda masih mendengar orang berpidato dengan memuji-muji Indonesia sebagai negeri kaya-subur-makmur karena SDA-nya yang luar biasa, ya anggap saja itu sebagai hiburan. Sebab, SDA itu hanya berperan kecil. Justru yang paling banyak memainkan peran adalah kualitas SDM. Selama SDM kita tidak berubah, nasib bangsa kita tidak akan berubah.

Allah sudah menegaskan: "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka" (QS: Ar-Ra'du: 11). Dengan kata lain, untuk mengubah kualitas SDM, kita tak bisa hanya dengan membagi-bagikan uang, obral sekolah gratis, atau memberi subsidi bulanan. Ini sudah berulang kali dilakukan dan tidak mengubah posisi Indonesia. Mengubahnya harus dari dalam, dari mindset-nya, dari isi jiwanya, lalu didukung dengan stimulan, program, dan bantuan.

Mindset yang seperti apa? Sebut saja istilahnya, the entrepreneurial mental attitude (sikap mental entrepreneurship), sikap yang dibentuk oleh isi pikiran kreatif, inovatif, berkemauan menggunakan teknologi sebagai berkah, berkemauan mengubah resource dan peluang supaya mempunyai nilai tambah, berani mengambil risiko, anti-mengandalkan, dan tentunya mensyukuri keragaman sebagai ajang untuk meningkatkan sinergi.

Menurut entrepreneur muda nasional, Sandiago S. Uno dan Ridlo Zarkasyi, dalam beberapa kesempatan bertemu dengan Majalah Gontor, siapapun kita—profesional, pekerja, atau pedagang—semua berkepentingan untuk mengadaposi sikap mental entrepreneurship ini. Dan akan lebih sempurna jika kita sendiri memiliki niat dan visi entrepreneur, menjadi pengusaha. Sebab, secara kuantitas. Indonesia memang kekurangan entrepreneur .

Menurut data terakhir, jumlah entrepreneur kita hanya 0,18 persen (sekitar 420 ribu-an orang) dari total penduduk Indonesia. Padahal, menurut pakar kewirausahaan, David McClelland, minimalnya 2 persen (sekitar 4,7 juta orang) dari total penduduk sebuah negara adalah entrepreneur, baru sebuah negara dapat hidup sejahtera.

Negara-negara lain sudah lebih banyak dari angka minimal itu. Mungkin, karena itulah mereka lebih maju secara ekonomi dan lebih bagus secara sosial. Warga Singapura yang menjadi pengusaha mencapai 7 persen, China dan Jepang 10 persen, sedang Amerika rnalah sudah mencapai 12 persen.

Dilihat dari efek kualitasnya bagi kemakmuran dan kemajuan bangsa, jika Indonesia memiliki jumlah entrepreneur yang proporsional, minimal 2%, maka akan ada banyak rongsokan yang bisa diubah menjadi emas. Banyak lahan yang bisa dihidupkan sehingga peluang kerja bertambah dan jumlah pengangguran berkurang. Namun, kalau jumlah entrepreneurnya semakin berkurang, bisa-bisa emas yang kita miliki berubah menjadi rongsokan. Kekayaan SDA kita tak bisa mengantarkan kita membangun masyarakat yang makmur. SDM yang mestinya menjadi aset, berubah menjadi beban. Itulah kenapa di depan ditegaskan: Indonesia membutuhkan lahirnya jutaan entrepreneur.

Bahwa ada yang  keliru dari peran  dunia pendidikan tinggi dalam mengatasi jumlah pengangguran di negeri ini kiranya tak ada yang membantah. Pakar pendidikan dan Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Jakarta, HAR Tilaar pernah berkata bahwa pendidikan tinggi kita saat ini masih merupakan "pabrik pengangguran"sehingga terjadi pemborosan dana, waktu, dan SDM.

Untuk itu, pembukaan perguruan tinggi baru dan jurusan baru harus benar-benar diperhatikan dan dikritisi. Sebab, alih-alih menciptakan lapangan pekerjaan bisa-bisa malah menciptakan lapangan pengangguran baru.

Bila ada adagium bahwa perguruan tinggi menjadi tulang punggung utama guna memperbaiki kehidupan bangsa, maka hal itu masih perlu dibahas kembali dan dicarikan kebenarannya dalam konteks apakah itu?

"Jelas, ada yang salah dalam pengelolaan pendidikan tinggi saat ini. Saat ini pendidikan tinggi kita ibarat menara gading yang bertengger di atas langit, tapi tidak melihat ke bawah. Muncul kesan ia sangat eksklusif terhadap realitas dan masyarakat sebagai konsumen pendidikan," jelas Moh.Yamin, pengajar di FKIP Universitas Islam Malang, dalam artikelnya berjudul "Kurikulum Pendidikan yang Berjiwa Entrepreneur”.

Lalu apa akar masalahnya? Selain minimnya jiwa entrepreneurship—kalau tidak bisa disebut tidak ada sama sekali—dalam kurikulum sekolah dan perguruan tinggi kita, proses pengajaran dan pendidikan entrepreneurship di bangku sekolah dan kampus juga masih terjebak pada teori semata.

Menurut Ciputra, melalui jurusan yang ada, mindset (mentalitas dan prinsip) entrepreneurship seyogianya bisa diajarkan. Bukan malah membuka jurusan baru. "Jurusan arsitektur, hukum dan kedokteran harus diajari. Misalnya, 1-2 semester saja, yang penting motivasi (entrepreneurship). Juga perlu dibuat pelatihan 3 bulan," jelas Ciputra.

Dalam hal ini, kata Ciputra, mitos pengusaha sukses harus memiliki darah pengusaha harus dibuang jauh-jauh."Itu salah, harus diubah. Saya yakini, untuk menjadi pengusaha perlu pendidikan. Bila zaman dulu belajar wirausaha dari orang tua, kini ada sekolah alternatif bagi yang tidak punya orang tua pengusaha," tandasnya.

Ke depan, dan ini sangat urgen saat ini, universitas harus mereposisi dirinya menjadi center of entrepreneurship, dan bukan sekadar lembaga pendidikan, apalagi pengajaran. "Ini sesuatu yang tak mudah diterima. Tapi ada contohnya Universitas Harvard dan Stanford menjadi pusat bisnis dengan aset masing-masing US$29 miliar.dan US$34 miliar," tambah Ciputra.

Selain itu, dan ini tak kalah penting adalah komitmen pemerintah dan peran serta masyarakat dalam mengawal lahirnya entrepreneur-entrepreneur muda Indonesia. Sekarang atau tidak sama sekali, entrepreneur-entrepreneur baru Indonesia yang memiliki berpandangan kreatif, inovatif, dan bermanfaat untuk orang lain harus lahir sebanyak-banyaknya di negeri ini.

Merujuk kepada salah satu ajaran hidup Gontor,"Jangan jadi pegawai. Jadilah orang yang punya pegawai." Maka pesan penting yang hendak ditekankan di sini bukan sekadar urgensi menjadi entrepreneur, tapi pada visi-misi hidup entrepreneur pun harus bener. Kalau entrepreneur, visi hidupnya hanya hidup untuk dirinya sendiri tok, niscaya tidak termasuk dalam filsafat hidup Gontor. Khoirunnaasi anfa'uhum linnaasi wa ahsanuhum khuluqon (Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya dan berakhlak mulia).

GONTOR, Mei 2011/Jumadil Awal-Jumadil Akhir 1432 H

7 Januari 2012 pukul 15:28

Diversifikasi Atasi Krisis Pangan

Oleh: Rusdiono Mukri


Earth Policy Institute yang berkantor di  Washington DC, Amerika Serikat,  memprediksi  dunia  akan  mengalami krisis pangan di tahun 2011 ini. Krisis ini bahkan diperkirakan lebih buruk di banding   krisis pangan tahun 2008. Paling tidak ada  tiga faktor penyebabnya. Pertama, pertambahan jumlah penduduk meningkat drastis sehingga permintaan pangan ikut melonjak. Kedua, penggunaan komoditas pangan untuk bahan bakar. Ketiga meningkatnya kesejahteraan penduduk yang bermuara pada kenaikan permintaan komoditas pangan.

Dalam prediksi yang dipublikasikan Earth Policy Institute lewat tulisan bertajuk The Great Food Crisis of 2011, Presiden Earth Policy Institute Lester R Brown mengungkapkan data-data yang menyentak perhatian kita. Pada periode 1990-2005, konsumsi pangan dunia hanya 25 juta ton per tahun. Jumlah ini meningkat drastis pada kurun 2005-2010. Pada lima tahun terakhir ini, konsumsi pangan menjadi 41 juta ton per tahun. Kenaikan terbesar terjadi karena komoditas pangan dikonversi menjadi etanol untuk bahan bakar pada 2006-2008 di AS .Yang lebih menyentak perhatian kita, Indonesia termasuk tiga negara yang diprediksi akan mengalami krisis pangan paling parah selain Cina dan India.

Sementara itu Badan Pangan Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO) dan Kementerian Per-tanian Amerika Serikat (United States Department of Agriculture /USDA) memprediksi di tahun 2011 Indonesia akan menjadi importir beras kedua terbesar di dunia setelah Nigeria. Tahun ini Indonesia diperkirakan akan mengimpor beras 1,75 juta ton. Saat ini sudah masuk sekitar 500 ribu ton.

Di sisi lain, Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai sumber pangan beragam dan melimpah. Tapi potensi ini tidak kita manfaatkan. Selama ini kita hanya konsentrasi pada beras, sehingga konsumsi beras masyarakat Indonesia per kapita per tahun 139 kg (bandingkan dengan Malaysia yang 110 kg dan Jepang 60 kg).

Pada tahun 1984 dan 2008 lalu, Indonesia sebenarnya sudah berswasembada beras. Bahkan pada tahun 1984 itu kita bisa mengekspor beras. Tapi setelah itu kita kembali menjadi pengimpor beras yang disebabkan karena kesalahan kebijakan. Pemerintah gemar mengampanyekan makan nasi (beras). Masyarakat Wamena dan dataran tinggi Papua yang biasa makan ubi 'dipaksa' makan beras. Para   pegawai   negeri   sipil   (PNS)   di daerah itu memperoleh jatah beras. Padahal mereka sehari-hari makan ubi. Masyarakat di Nusa Tenggara Timur  (NTT) yang sebelumnya mengonsumsi jagung, sekarang juga makan beras. Rakyat miskin di NTT tidak diberi jagung tapi diberi beras (Raskin). Masyarakat di Gunung Kidul, Yogyakarta, yang biasa makan gaplek, juga diberi beras. Sedangkan masyarakat Sorong dan Papua Barat yang banyak makan sukun juga diberi beras. Akibatnya sekarang konsumsi beras rata-rata setiap jiwa per tahun mencapai angka tertinggi di dunia. Akibatnya sekarang beras menjadi beban pembangunan.

Karena itu kita perlu mengampanyekan diversivikasi pangan.Mengampanyekan keanekaragaman pangan untuk mengurangi tekanan terhadap kebutuhan beras. Kalau saja konsumsi beras bisa ditekan menjadi 110 kg per orang per tahun (seperti halnya di Malaysia), maka kita akan kelebihan beras.

Kalau konsumsi 110 kg berarti berkurang 29 kg per orang per tahun. Jika angka ini dikalikan dengan jumlah penduduk yang 230 juta, maka kita bisa mengurangi konsumsi beras hampir 7 juta ton. Jadi pengurangan tekanan pada beras itu bukan hanya dilakukan dengan cara meningkatkan produksi, tapi juga pengurangan konsumsi per orang. Tapi hal itu bukan berarti porsi makan orang dikurangi, tapi dianekaragamkan makanannya.

Masyarakat yang biasa makan sagu, misalnya, jangan disuruh makan nasi. Sebab tidak ada yang luar biasa dengan makan beras. Masyarakat Brazil terbiasa makan jagung. Mereka makan roti dengan bahan baku jagung. Orang Brazil yang makan jagung itu sudah lima kali menjuarai piala dunia.

Selain itu, kita harus memodernisir pangan yang betul-betul sesuai dengan masyarakat yang makin modern. Sebab, kita 'tidak bisa' lagi mengomsumsi jagung yang karbohidratnya tinggi, itu secara langsung. Tapi jagung harus diubah dulu menjadi tepung, tepung menjadi roti, seperti orang Meksiko mengomsumsi tortilla yang terbuat dari jagung. Kita tidak bisa lagi makan ubi begitu saja, tapi ubi harus diolah dulu menjadi tepung seperti di Jepang. Dari tepung kemudian menjadi mie atau makanan lainnya. Hanya dengan mendiversifikasi pangan kita bisa mementahkan prediksi-prediksi di atas.

Majalah GONTOR, Mei 2011/Jumadil Awal-Jumadil Akhir 1432 H

Digitalized: 6 Januari 2012 pukul 11:04

Russians

*_Russians_*
*Song written by Sting [& Sergei Prokofiev!]*

In Europe and America there's a growing feeling of hysteria
Conditioned to respond to all the threats
In the rhetorical speeches of the Soviets (Iranians)
Mister Krushchev (Ahmadinejad) said, 'We will bury you'
I don't subscribe to this point of view
It'd be such an ignorant thing to do
If the Russians (Persians) love their children too

How can I save my little boy
From Oppenheimer's deadly toy?
There is no monopoly on common sense
On either side of the political fence
We share the same biology
Regardless of ideology
Believe me when I say to you
I hope the Russians love their children too

There is no historical precedent to put
Words in the mouth of the president
There's no such thing as a winnable war
It's a lie we don't believe anymore
Mister Reagan says 'We will protect you'
I don't subscribe to this point of view
Believe me when I say to you
I hope the Russians love their children too
We share the same biology
Regardless of ideology
What might save us, me and you
Is if the Russians love their children too

Kisah Gregor Mendol dan Firdaus Oil

28 Juli 2010 pukul 16:06

Kenapa dia bernama Gregor Mendel dan bukan Gregor Mendol? Inilah sekilas riwayat singkat asal-usul nama Gregor Mendel, pelopor ilmu genetika modern. Anda semua tentu sudah tahu siapa itu Gregor Mendel dalam pelajaran biologi di SMA dulu. Nah, yang belum banyak diketahui orang adalah riwayat asal-usul nama sang tokoh ini. Karena itu, kali ini saya akan bercerita sedikit tentang asal-usul nama beliau. 

Haha.. orang Jawa Timur pasti akan langsung tertawa bila membaca nama Mendel diplesetkan menjadi Mendol. Mendol ini adalah semacam perkedel yang terbuat dari tempe, makanan khas Surabaya, Malang dan sekitarnya.

Tapi benar saudara, nama kecil beliau memang adalah Gregor Mendol. Kata orang tua-tua, nama adalah doa. Walhasil, karena dia bernama Mendol, maka sebelum menjadi ahli genetika ternama banyak hasil penelitiannya yang hanya berkelas mendol juga. Dan selain berprofesi sebagai ahli genetika amatiran, Pak Mendol saat itu masih nyambi bekerja jualan cendol. Maklum, ekonomi masih susah. Oleh karena itu, sebagian tetangga memanggilnya juga sebagai Pak Cendol. Meski demikian, ia ternyata saat itu sudah cukup punya nama juga. Buktinya, suatu ketika ada seorang bapak dari jauh yang meminta tolong kepadanya untuk mencarikan anak laki-lakinya yang hilang semasa dia masih berusia lima tahun. Sebut saja ia sebagai bapak X. Tentu persoalan yang agak ruwet bagi orang awam karena memang susah mencari tahu bagaimana rupa anak yang sudah tak ketemu duapuluh tahun lamanya. Tapi tidak bagi Pak Mendol alias Pak Cendol. Disanggupinya permintaan itu. Kebetulan bapak X itu wajahnya berewokan dan berjambang lebat. "Gampang," sanggup Pak Mendol, "Mestilah anak bapak ini sekarang berewokan juga." Demikian katanya penuh percaya diri.

Besok sorenya, Pak Mendol berangkat berusaha mencari tahu di mana anak bapak X tersebut. Ia berangkat sore-sore karena tentu pada saat itu banyak anak-anak muda yang lagi JJS dan nongkrong di jalanan. Setelah mencari tahu kesana-kemari, tak dinyana ia kemudian menemui sekelompok pemuda berewokan yang lagi asyik nongkrong main gitar di jalanan. Wah, pucuk dicinta ulam tiba. "Gampang juga ternyata pekerjaan ini," demikian batin Pak Mendol. Dengan gembira didekatinya anak-anak muda tersebut dan hendak ditanyainya satu persatu. Ia haqqul yakin bahwa salah seorang pemuda itu mestilah anak sang bapak X tadi. Maklumlah, masih abad ke-19, ilmu genetika saat itu belum berkembang, apalagi tes DNA. Jadi, cara penelitiannya memang masih cukup vulgar. Cukup dilihat tampang luarnya beres sudah.

Ditanyainya pemuda berewok yang pertama, "Apakah kamu anaknya bapak X?", demikian tanya Pak Mendol dangan pandangan mata yang tajam menyelidik. "Bukan, Pak", sanggah pemuda yang pertama. Pemuda itu pun lalu menunjukkan KTPnya dan menceritakan daftar riwayat keluarganya. Pak Mendol pun lalu melanjutkan penyelidikannya kepada pemuda berewok yang kedua. Dasar nasib, hingga pemuda terakhir ternyata tak ada yang mengaku bahwa ia anak bapak X. Pak Mendol pun lalu menjadi marah karena merasa dipermainkan. Dengan geram dan kesal ditariknya kuat-kuat jenggot pemuda yang terakhir hingga ia terjungkal jatuh dan berteriak kesakitan. Gitar yang dipegangnya pun sampai terlempar ke jalanan. "Mengaku sajalah," geram Pak Mendol murka. Para pemuda itu kontan menjadi ketakutan. Dengan gemetaran mereka berkata, "Ampun Pak Mendol," rintih para pemuda itu. "Kami memang bukan anak bapak X. Ini semata-mata karena khasiat Firdaus Oil."

"Firdaus Oil? Apa itu?" tanya Pak Mendol masih dengan wajah marah dan curiga. Dengan gemetaran salah seorang pemuda mengeluarkan sebotol obat penumbuh jenggot merk "Firdaus Oil" dan membukanya di hadapan Pak Mendol. Karena tangannya gemetaran ketakutan, maka tanpa sengaja tertumpahlah minyak itu ke wajah Pak Mendol. Tak ayal lagi, wajah Pak Mendol pun menjadi basah kuyup. Dan ajaib saudara-saudara!! Dalam sekejap mata wajah Pak Mendol yang semula rapi klimis berubah menjadi lebat berewokan.

Terkejut dan malu, Pak Mendol pun lalu minta maaf kepada para pemuda tersebut. Dengan terbata-bata ia lalu berjanji kepada mereka akan memperbaiki teknik penelitian ilmu genetika. Dan Pak Mendol ternyata menepati janjinya. Diperbaikinya dengan sungguh-sungguh teknik penelitiannya.

Demikianlah, setelah lewat bertahun-tahun, Pak Mendol akhirnya menjadi ahli genetika ternama. Penelitiannya pun tidak berkelas mendol lagi. Lewat sebuah slametan jenang abang, Pak Mendol pun lalu mengubah namanya menjadi lebih keren, yakni Gregor Mendel. Dan nama inilah yang akhirnya tersohor kemana-mana dan kita kenal hingga saat ini. Demikianlah riwayat singkat nama ahli genetika kita Gregor Mendel. Harap maklum adanya.

Eh ya, hampir lupa. Lalu bagaimana kemudian dengan nasib para pemuda berewok yang pernah ditemuinya dulu? Walau Pak Mendol kemudian sudah menguasai beragam teknik yang canggih, termasuk tes DNA, akan tetapi semenjak interogasi yang dilakukan Pak Mendol mereka tak pernah muncul nongkrong di jalanan lagi. Lha iya, siapa sih yang mau ditarik jenggotnya dengan semena-mena. Udah biaya obat jenggot mahal lagi. Jadi, Pak Mendol tak sempat lagi melakukan tes ulang kepada mereka. Perkara benar atau tidak apakah ia anak yang dicari-cari oleh bapak X tadi, maka Pak Mendol, eh Pak Mendel sekarang, hanya bisa berucap wallahu a'lam.

Who is Harun Yahya?

30 November 2010 pukul 9:09
(terjemahan dari website yang saya tautkan di dinding facebook saya).

Adnan Oktar adalah nama pena dari Harun Yahya, di websitenya dia mengklaim dirinya sebagai "sarjana yang termasyhur dan terhormat" yang telah mengabdikan dirinya untuk menulis tentang subyek ilmiah dan masalah keagamaan seperti teori evolusi dan mukjizat tuhan.

Lebih jauh dia disebut oleh pendukungnya sebagai "ilmuwan" terhormat yang mempunyai banyak karya di beragam bidang keilmuwan (pada kenyataannya ia sama sekali tak punya ijazah universitas). Dia hanya bisa bahasa Turki (tidak bisa bahasa Inggris dan Arab). Faktanya adalah baru-baru ini karya-karyanya dan yayasannya (Yayasan Riset Sains) dilarang di Turki,  dan para sektenya telah dikirim ke pengadilan. Ini tidak ada kaitannya dengan aktifitas keislaman dan ilmiah mereka,  tetapi dalam kaitan dengan kejahatan seperti pemerasan dgn ancaman, pemerasan, memiliki senjata api tanpa izin dan hubungan seksual dengan anak di bawah umur. Sekitar tiga tahun yang lalu, atas keluhan para korban dan bertahun-tahun kecurigaan, polisi Turki menggerebek tempat tinggal sekte ini. Apa yang ditemukan di sana dan kesaksian para anggota sekte sangatlah mengejutkan. Dengan berkedok mempromosikan Islam dan sains, para anggota sekte ini didapati terlibat dalam kegiatan kriminal yang sangat luas. Kejahatan ini termasuk pemerasan dgn ancaman, kepemilikan senjata api tanpa izin dan hubungan seksual dengan anak di bawah umur 18 tahun. Ketua sekte, Adnan Oktar (direkam dengan kamera polisi, membocorkan dan menunjukkan di saluran teve turki seperti Kanal D, ATV, Star) mengaku memeras orang yang mereka pandang sebagai penghalang usaha mereka. Mereka antara lain jurnalis surat kabar Hurriyet, Emin Colasan dan Fatih Altayli, setelah mereka mempertanyakan sejumlah aktifitas Harun Yahya seperti misalnya menyuap aparat pemerintahan kota Ankara.

Juga politisi seperti Celal Adan (anggota parlemen) dan Mesut Yilmaz (bekas perdana menteri Turki) telah korban sekte ini. Sekte Oktar mengatur penipuan (photomontage) foto-foto Mesut Yilmaz dalam pakaian Freemason dan upacaranya, serta memalsukan kartu anggota freemasonary untuk dia. Penipuan ini diangap serius dan diterbitkan di beberapa koran Pro-Islam (tanpa mereka mengetahui bahwa ini penipuan). Perdana Menteri ini image-nya secara politis menjadi rusak di sepanjang sisa masa pemerintahannya. Selanjutnya seorang fashion model bernama Ebru Simsek diperas dan kemudian difitnah sebagai “pelacur” di pesan-pesan fax yang dikirim ke beratus-ratus koran, saluran teve, perusahaan-perusahaan besar, konsulat asing, kantor pemerintah dan lain-lain. Alasan fitnah tersebut? Dia menolak berhubungan seks dengan Adnan Oktar. Tetapi, yang paling mengejutkan dari aktifitas Oktar dan pengikutnya bukanlah hal di atas. Saat penggerebekan mendadak, 20 wanita dan 2 pria ditemukan di rumahnya. Kebanyakan dari gadis itu di bawah umur 18, (Oktar berusia pertengahan 40-an) dan mereka mengklaim telah hubungan seksual dengan Oktar dan para anggota sektenya. Dalam kesaksiannya, Oktar menyatakan bahwa dia tidak melakukan kejahatan karena hubungan itu didasari suka sama suka, yang diizinkan di bawah hukum Turki. Lebih jauh, Oktar menegaskan bahwa hubungan itu diizinkan ajaran Islam karena dia dan pengikutnya tidak melakukan "hubungan seksual yang nyata" dengan gadis-gadis tersebut. Dia dan pengikutnya mengklaim bahwa mereka hanya melakukan hubungan ‘anal dan oral’. Mereka lebih suka jenis ini hubungan seksual ini karena menurut penafsiran mereka al-Qur'an mengizinkan melakukan hal ini di luar perkawinan. Menurut tafsiran mereka hubungan vagina di luar nikah adalah haram, tetapi anal dan oral itu ‘halal’. Anda ingin tahu apa yang terjadi selanjutnya? Yayasan mereka ditutup. Adnan Oktar alias Harun Yahya dan kira-kira 40 dari anggota sektenya diseret ke pengadilan. Saat di sana, mereka menolak pengakuan awal mereka dan menyatakan bahwa itu diambil di bawah penyiksaan.

Proses pengadilan berlangsung selama 2 tahun, sebagian besar dari korban menarik tuntutannya karena ancaman atau suap dari para anggota sekte. Akibatnya, sebagian besar kasus berhenti di tengah jalan, dan hanya dua dari terdakwa yang dapat dipenjara, masing-masing selama 1 tahun. Peristiwa penangkapan dan pengadilan ini di Turki diliput secara luas oleh media dan reputasi (serta bisnis) dari sekte ini rusak untuk selamanya. Pada saat ini, Harun Yahya hanya dianggap serius di negara-negara asing di mana masalah hukum yang menimpa mereka sedikit atau bahkan tidak pernah diberitakan sama sekali.

Be careful of Harun Yahya aka Adnan Oktar

30 November 2010 pukul 9:11
(terjemahan dari website yang saya tautkan di dinding facebook saya).

Review di bawah ini dipublikasikan di Minaret, majalah terbitan Islamic Center of Southern California, setelah adanya review buku tentang Yahya's Evolution Deceit, pada Minaret edisi sebelumnya. Nama asli Yahya adalah Adnan Oktar. Sayangnya, sebagian besar umat Islam yang mempromosikan buku-buku Yahya mempunyai pengetahuan yang sangat sedikit tentang teori evolusi dan sains secara umum.Book Review by T.O. Shanavas.

THE EVOLUTION DECEIT: A FUNDAMENTALIST CHRISTIAN DECEPTION  Review buku berjudul “Kedustaan Evolusi Menyatakan Lubang di Teori Tersebut” dengan penulis anonim di Minaret vol. 22: 8 bersifat menyesatkan dan menipu. Kedustaan Evolusi oleh Harun Yahya adalah suatu kedustaan Kristen fundamentalis dengan topeng Islam. Buku ini menyesatkan umat Islam yang tidak bersalah yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang teori evolusi dan biologi. Penulis review buku tersebut menulis: buku ini “memberikan jawaban yang diperlukan bagi propaganda para evolusionis.” Dia menambahkan: buku itu “menunjukkan kecurangan dan distorsi para ilmuwan evolutionis. ” TIDAK! ! ! Sebaliknya buku Yahya itulah yang mendistorsi para ilmuwan jujur dengan cara memanipulasi statemen-statemen mereka.  Buku ini adalah sekedar karbon kopi dari argumen Kristen fundamentalis di Institute for Creation Research (ICR), San Diego, CA. Yahya dengan licik meluncurkan argumen ICR ke komunitas muslim dengan seringkali mengambil acuan ke Allah dan al-Qur'an. Bertindak sebagai murid yang baik dari ICR, dia mengambil alih semua argumen ICR ke bukunya seperti misalnya ketiadaan fosil transisi, kemustahilan dari adanya bentuk menengah, penipuan evolusi manusia, ketidaklayakan metode penanggalan radioaktif, dan ketidakmungkinan statistik dari evolusi di tingkat molekul.  Mengikuti modus operandi ICR, Yahya menggunakan psuedoscience untuk mempromosikan tafsiran al-Qur'an-nya. Referensi dari majalah ilmiah yang dikutipnya biasanya mendukung dan membela evolusi. Tetapi dia hanya mengambil satu kalimat dari artikel tersebut yang menurutnya bisa mendukung argumennya dan dia gunakan sebagai referensi ilmiah. Sebagaimana ICR, dia biasanya mendistorsi satu berita dari majalah terkenal untuk “membuktikan” kesimpulkannya. Dia dengan seenaknya mengabaikan fakta bahwa artikel tersebut atau artikel lain di majalah yang sama membela dan mendukung evolusi, padahal al-Quran memperintahkan, “…jangan sembunyikan bukti…” [al-Quran 2: 283).   Taktik dan strategi Yahya di buku ini dipinjam dan diinstruksikan oleh para gurunya fundamentalis Kristen dari ICR seperti Duane Gish, Henry Morris, John Morris dan lain-lain. Yahya dan organisasinya, Bilim Arastirma Vakfi [BAV]-Yayasan Riset Ilmiah, punya sejarah panjang bersahabat dengan ICR sejak 1992, termasuk menerima bantuan dari mereka. Yahya menjadi kenal baik dengan Duane Gish dan  Henry Morris saat mereka sering melakukan perjalanan ke Turki untuk mencari perahu Nabi Nuh [Ref: Acts & Facts 1998a,1998b). Duane Gish dan Henry Morris adalah peserta di konferensi untuk kreasionisme yang diorganisir oleh Yahya dan BAV pada tahun 1992. Kemudian bulan April dan Juli 1998 Yahya dan BAV mengorganisir tiga konferensi “internasional” yang berkolaborasi dengan ICR dengan tema “Keruntuhan Teori Evolusi: Fakta Kreasi.” Gish dan Morri diundang sebagai pembicara utama di konferensi  tersebut.  Setelah konferensi Morris menjelaskan kehadiran ICR di konferensi itu di Turki sebagai suatu “upaya untuk membawa orang Turki ke Kristus.” [Ref: ICR publication, Impact # 318 December 1999]. Pada artikel lainnya yang berjudul “Kreasi, Hari Natal  dan al-Quran” Henry Morris berharap, “Umat Muslim yang dipengaruhi oleh ICR akan mengenali Kristus.” [Ref: ICR publication: “Back to Genesis” December 1998, page 120]. Harapan serupa juga diungkapkan oleh John Morris, direktur ICR saat ini, di artikel berjudul“Evangelisme Kreasionis.” [Ref: the ICR publication: “Acts & Facts” 1998, 27:9].

Pada halaman 222 dari buku Yahya, dia menyebut Duane Gish sebagai “ahli evolusi yang termasyhur di dunia.” Ini adalah klaim tipuan lainnya oleh Yahya. Tak ada tak satu  pun artikel ilmiah yang pernah ditulis oleh Gish di majalah ilmiah selama 25 tahun ini. Tentu saja, dia telah menerbitkan banyak artikel di majalah Kristen konservatif. Gish salah satu dari founding father Organisasi Kristen Fundamentalis, ICR. Gish ahli biokimia yang tidak pernah melakukan riset paleo-anthropologi sendiri. Salah satu dari taktik Gish adalah memfitnah kredibilitas para antropolog secara umum yang mempelajari evolusi manusia dengan mengutip contoh-contoh kekeliruan mereka, khususnya fosil yang salah identifikasi. Salah satu protokol dari ilmuwan yang baik adalah "siapa yang membuat klaim menanggung beban untuk mendokumentasikannya". Tetapi Gish, "ilmuwan termasyhur" yang disebut Yahya  itu menolak ikut protokol para ilmuwan ini setelah dia membuat pernyataan manusia itu lebih dekat ke katak berdasarkan data rangkaian asam amino pada sebagian protein pada katak dan manusia. [Ref: PBS science program Nova in 1982]. Gish berkali-kali berjanji membuat dokumentasi atas pernyataannya, tetapi hal itu tidak pernah dilakukannya. Dia tidak menghormati protokol ilmuwan yang baik ketika dia akhirnya mengatakan bahwa itu adalah tugas para evolusionis untuk mencari tahu. [Ref: Eve, Raymond A. & Harrold, Francis B.1990. “The Creationist Movement in America” Boston: Twayne Publishers. Page 83]. Kelakuan Duane Gish ini menunjukkan bahwa dia tidak pantas disebut sebagai “ilmuwan termasyhur.”  Siapa penasehat Harun Yahya yang lainnya? Henry Morris dan John Morris! Kombinasi bapak dan anak!! Henry Morris sama sekali bukan ahli ilmu biologi atau ahli paleontologi. Dia insinyur hidraulik. Cara terbaik untuk memperkenalkan dia adalah dengan kata-katanya sendiri sehingga pembaca dapat menentukan opini mereka sendiri. Pendapatnya tentang ilmu pengetahuan adalah sebagai beikut: “Karena wahyu di Bibel itu mutlak benar dan mudah dipahami, maka fakta ilmiah itu bila ditafsirkan dengan benar akan memberikan kesaksian seperti yang terdapat pada Bibel. Tak ada sedikit pun kemungkinan bahwa fakta ilmu pengetahuan dapat bertentangan dengan Bibel.” .”[Ref: Morris, Henry M., ed. 1974. “Scientific creationism” (public school edition). San Diego: Creation-Life Pubs.].   Pernyataan Henry Morris tentang umur bumi adalah: “Di dalam Bibel, yang merupakan sabda Tuhan, Dia telah memberitahu kita segalanya tentang tentang kreasi dan sejarah purba bumi”. [Ref: Morris, Henry., 1967. “Evolution and the Modern Christian.” Philadelphia: Presbyterian and Reformed Pub. Co.] "Satu-satunya cara kita untuk menentukan umur bumi dengan benar adalah dengan mengikuti apa yang telah Tuhan beritahukan kepada kita. Dan karena Dia telah memberitahu kita dengan sangat jelasnya di Kitab Suci bahwa umur bumi itu cuma beberapa ribu tahun, dan tidak lebih dari itu, maka itu seharusnya bisa menyelesaikan semua pertanyaan dasar yang berkaitan dengan umur bumi." [Ref: The Remarkable Birth of Planet Earth by Henry Morris. Minneapolis, Minn. Dimension Books.1972. page.94.].

Henry Morris di tuisannya yang lain menyatakan “bahwa bumi hampir bisa dipastikan diciptakan kurang dari 10,000 tahun yang lalu.” [Ref: Morris, Henry., 1977. “The scientific Case for Creationism.” San Diego: Creation-Life Pub.].

Akhirnya, Henry M. Morris--ayah John Morris, yakni bos dari Duane Gish, pendiri ICR--nampaknya mencurigai Nabi Muhammad saw. berhubungan dengan setan? Saya kutip: "Muhammad sendiri, dengan penampakan dan wahyu yang diterimanya, adalah sesuatu yang bersifat mistik,  dan adalah sah untuk mempertanyakan apakah wahyu yang diterimanya melalui malaikat itu benar-benar dari Tuhan. . . Wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad itu berasal dari makhluk gaib, meskipun menekankan keunggulan Allah, menghadirkan potret yang sangat berbeda dengan karakter dan tujuan Tuhan yang diilhami Roh Kudus melalui para nabi dan rasulnya, baik yang di kitab Perjanjian lama maupun baru. Ini semua tak mungkin berasal dari sumber yang sama." (Henry M. Morris, The Long War Against God, Grand Rapids, Michigan: Baker Book House 1989, pp. 229-30). John Morris berpendapat sama dengan ayahnya berkenaan dengan umur bumi dan mungkin juga tentang Nabi saw. Jika tidak, mustahil dia bisa jadi direktur ICR. Siapa pun yang berpendapat demikian tentang dengan umur bumi tidak bisa disebut "ahli geologi terkenal" sebagaimana yang dikatakan Yahya. Dia bisa disebut sebagai "ahli geologi Bibel atau sarjana Bibel" tetapi yang jelas bukan seorang “famous geologist.”  John Morris, direktur ICR, adalah seorang insinyur geologi, bukan ahli geologi, dan pada saat ini tidak bekerja di bidang geologi. John Morris, penasehat Yahya, setelah menghadiri pembicaraan yang diorganisir oleh BAV dan Harun Yahya, menulis: " Sebagai sebuah grup [BAV di Turki], mereka punya akses sumber daya finansial yang lebih dari cukup, termasuk di media, sehingga dapat menyelimuti negara itu dengan informasi kreasi. Mereka memilih mengundang kreasionis internasional untuk publisitas mereka, dan terutama menyambut Kristen kreationis dari ICR daripada mereka yang sekedar anti-Darwin." [Ref: Morris, John. "Creationist Evangelism in Turkey." Acts & Facts 1998; 27:9.] Kesimpulannya, guru dari Harun Yahya adalah para fundamentalis Kristen. Taktik dan strateginya adalah yang juga dipraktekkan oleh para fundamentalis kristen tersebut. Yahya bahkan dengan liciknya memuliakan Duane Gish, Morris, dan lain-lain sebagai ilmuwan dan ahli evolusi yang “world-renowned".

Oleh karena itu, buku Yahya berjudul Kedustaan Evolusi adalah penipuan fundamentalis Kristen, dengan topeng berwajah Islam, yang salah menggambarkan Islam dan al-Qur'an. Umat Islam yang saat ini mempromosikan buku Yahya sebagai pembela umat Islam dari teori evolusi, harus mencari sumber selain buku-buku Yahya.