Thursday, May 16, 2013

Supermaaan....!!! ...and Superwomaaaan....!!!!


Oleh: Helmi Junaidi 





Sebelum Anda membaca tulisan ini, lihatlah dulu foto-foto di atas. Ini memang bukan resensi tentang film yang aktor utamanya adalah Christopher Reeve, tetapi tentang para superhero asli pribumi yang punya daya tahan fisik tak kalah hebatnya juga. Bila dahulu saya pernah melakukan adventure menjadi seorang spiderman yang bergelantungan dan berjejalan di pintu bus jurusan Samigaluh-Yogya selama satu jam lamanya, maka para superhero kita yang bergelantungan di atas kereta ini, baik kereta malam maupun siang, lebih luar biasa lagi adventure-nya. Mereka yang naik kereta malam Progo jurusan Jakarta-Yogya di atas sanggup berdiri dan bergelantungan selama sekitar 12 jam lamanya. Molor dari jadwal yang biasanya karena saat lebaran banyak ditambah jadwal baru. Kereta berangkat jam 9 malam dan sampai sekitar jam 9 pagi. Bayangkan! Apa bukan superman mereka itu? Tinggal kita kasih kostum saja dah mereka. Pinjem ke Hollywood sana. Ditambah lagi mereka harus menanggung hawa panas saat kereta masih berada di jalur pantura. Sedangkan kereta siang Sri Tanjung jurusan Yogya-Banyuwangi, yang semula saya kira lengang dan biasanya baru penuh saat di Madiun, ternyata tidak demikian ceritanya. Padahal, saya kira musim lebaran sudah lewat dan sudah sepi. Ternyata tidak. Saat baru naik memang terlihat lengang, tetapi setelah mendekati jam keberangkatan penumpang baru berdatangan lagi. Kereta mulai sesak dan sudah mulai ada penumpang yang berdiri.

Kalau kereta malam jarang mengambil penumpang di stasiun-stasiun kecil, di atas jam dua belas sudah tak ada penumpang baru yang naik. Maklum, orang sudah pada tidur dan tak suka berangkat bepergian jam segitu. Tetapi kalau kereta siang berbeda lagi. Kereta siang berhenti di setiap stasiun besar maupun kecil, dan terus-menerus menambah penumpang baru di tiap stasiun, di mana mereka sudah ramai antri berjam-jam lamanya. Padahal, yang di dalam kereta sudah berjubel luar biasa. Dan tentu saja yang naik bukan hanya kaum pria, tetapi juga anak-anak kecil dan kaum wanita, baik wanita yang menggendong anak bayi maupun..... wanita-wanita hamil... OMG!! Superwomaaan!!

Di stasiun-stasiun itu saya dengar petugas berkali-kali memperingatkan lewat pengeras suara bahwa kalau kereta sudah penuh harap jangan naik. Penumpang boleh kembali dan uang tiket dikembalikan penuh. Tetapi, tak ada yang mau peduli. Tetap nekat berjubelan. Sudah nanggung pikir mereka. Apalagi, mereka sudah harus segera kembali kerja atau sekolah.

Biasanya wanita hamil memang akan diberi prioritas kursi bila ada penumpang yang mau turun, tetapi bila tak ada kursi kosong jangan harap. Mereka para penumpang itu naik kereta sudah dalam kondisi lelah setelah antri berkeringat berjam-jam lamanya di stasiun sambil membawa barang-barang bawaan yang cukup berat sehingga rata-rata sudah tak terlalu peduli lagi dengan nasib orang lain.

Pada masa lebaran seperti ini, saat kita menerima tiket di loket memang sudah dibuat grogi duluan, ada tulisan peringatan yang cukup sadis "BDR-, TANPA TMP DUDUK", yakni "berdiri, tanpa tempat duduk". Ini bukan berarti tempat duduk sudah habis, tetapi artinya siapa cepat dia dapat. Survival of the quickest. Nomor kursi sengaja ditiadakan sehingga penumpang sudah dipersiapkan mentalnya untuk menerima nasib kemungkinan berdiri. Jadi, begitu kereta datang langsung penumpang berhamburan masuk rebutan tempat duduk, atau... tempat berdiri. Bahkan, WC pun bisa menjadi tempat VIP. Daripada berdiri, to? Lubang-lubang ditimbuni kardus-kardus bekas dan tempat buang hajat itu pun disulap menjadi "seat" istimewa. Perkara baunya? Boleh tutup hidung sepanjang perjalanan. Asyiiikk...

Bagaimana kemudian kalau di tengah jalan ada penumpang yang pingin ke toilet? Hmmm... pikir sendirilah.

Lalu bagaimana pula dengan nasib anak-anak kecil dan wanita hamil yang ikut berebut bergencetan masuk kereta dalam kondisi seperti itu? Oh, bayangkan sendiri sajalah. Seorang penumpang saya dengar sempat berkomentar, "waduh, bisa mbrojol tengah jalan". Saya sendiri hanya membatin bahwa mereka seharusnya naik bus saja. Kalau bus kan bisa melihat-lihat dulu sudah penuh apa belum. Dan bisa lebih leluasa mencari tempat duduk. Tapi, ongkos kereta yang jauh lebih murah agaknya membuat sebagian rakyat kita menjadikannya pilihan pertama, cuma Rp. 35.000 untuk Jakarta-Yogya, sedang bis bisa Rp 200 ribu, berkali lipatnya. Kalau alasan saya sendiri? Saya tak begitu suka naik bus bila untuk jarak jauh, bau solar yang menyengat membuat kepala saya jadi pening dan perut mudah mual. Kalau ada alternatif kereta saya lebih suka naik kereta.

Kalau kereta malam masih lumayan kondisi hawanya, walau cukup panas juga karena disesaki ratusan penumpang dalam tiap satu gerbong. Tapi, kalau kereta siang lebih parah lagi panasnya, apalagi suara deru kereta kerap disaingi suara jerit tangis anak-anak kecil yang ngambek atau kepanasan. Belum lagi suara pedagang asongan yang tanpa kenal tata krama lagi berjalan di sela-sela penumpang yang berdesakan duduk atau berdiri di lorong kereta, dan pedagang itu jumlahnya tak ada habis-habisnya juga, mereka wira-wiri terus-menerus tak ada hentinya. Jumlah pedagang itu bersaingan dengan jumlah penumpang agaknya. Turut pula berseliweran para pengemis, pengamen dan tentu saja.... tukang copet.

Bagaimana pun, saya survive juga melakoni perjalanan asyik semacam itu, dompet dan hp saya juga survive tak dicopet orang sebagaimana yang dialami sebagian penumpang. Saya selalu berhati-hati dalam soal ini. Dan perjalanan sore Surabaya-Malang naik kereta Penataran boleh dibilang sebagai waktunya beristirahat. Kereta relatif sepi, walau saya baru dapat kursi setelah kereta berjalan satu jam lamanya, sebelumnya saya duduk saja di dekat sambungan. Pedagang juga jarang, cuma satu dua saja yang berseliweran. Sejak dulu kereta ini memang relatif tenang. Orang lebih suka naik bis bila menempuh jarak Surabaya ke Malang atau sebaliknya.

BTW, benarkah para penumpang itu tergolong kaum superhero atawa superman dan superwoman? Sepupu saya yang pernah melakoni berdiri selama sepuluh jam naik KGB malam Selatan dari Jakarta ke Yogya bilang bahwa kakinya sampai gemetaran karena berdiri selama itu. Untuk menaruh bokong di lorong saja tak bisa karena saking penuhnya. Dan sesampainya di Yogya, karena kecapekan ia lalu tertidur pulas di mushola dekat stasiun Lempuyangan. Dan sewaktu bangun tasnya sudah lenyap disambar orang. Nasib, padahal di dalamnya ada surat-surat penting karena ia baru melamar kerja di Jakarta. Oh ya, KGB tadi bukan organisasi intel Uni Sovyet yang serem itu, tetapi singkatan Kereta Gaya Baru, itu ada di lagunya Elpamas. Dan suasana di kereta itu agaknya tak kalah seramnya kalau lagi musim lebaran begini. Agaknya para anggota grup band yang satu ini dulu kerap pula ikut-ikutan menjadi superman.

Bagaimana dengan saya sendiri? Agaknya saya ini tergolong kaum kadal (bukan superman) yang cukup lincah berebut kursi. Apalagi tas saya cukup ringan saja. Dalam urusan naik kereta ini saya memang tak terlalu berminat menjadi superman. Dan sewaktu berebut naik salah satu kereta kemarin tangan saya tak sengaja sempat cukup keras menyikut leher seseorang. Dan saya tak sempat melihat lagi siapa dia. Semoga ia memaafkan saya....

Malang, 23 September 2010.