Sunday, May 12, 2013

Judea dan Samaria


Oleh: Helmi Junaidi



Orang Yahudi sekarang ini sering menyebut tanah mereka sebagai Judea dan Samaria.  Dan klaim mereka atas tanah pendudukan juga berdasarkan keyakinan semacam itu. Tetapi, benarkah bahwa bangsa Yahudi yang sekarang ini masih bisa mengklaim tanah Judea dan Samaria?

Kita dulu pernah kita membahas pengembaraan 10 puak Israel setelah ditaklukannya Samaria oleh raja Assyiria Sargon II pada tahun 722 SM. Mereka  kemudian dikenal dengan nama The Ten Lost Tribe of Israel. Setelah dilakukan penelitian oleh beberapa sarjana, ternyata banyak di antara suku-suku Samaria itu yang kemudian bermukim di Afghanistan dan Kashmir. Setelah peristiwa itu, kerajaan Judah masih tetap bertahan hingga kemudian ditaklukkan oleh Nebukhanezzar pada tahun 586 SM. Bila penduduk Samaria ini sudah hilang dan tak pernah kembali lagi, maka penduduk Judah kembali pada tahun 538 SM setelah dibebaskan oleh Raja Cyrus the Great dari Persia.

Negara Israel  yang bersatu memang telah pecah menjadi dua semenjak kematian Raja Sulaiman. Dua suku yang di sebelah selatan mendirikan kerajaan Judah di bawah pimpinan Rehoboam anak Sulaiman, sedangkan sepuluh suku yang di Utara mendirikan kerajaan Samaria di bawah pimpinan Jeroboam. Kerajaan Samaria ini disebut juga sebagai kerajaan Israel. Jadi nama kerajaan Israel itu digunakan dua kali, yaitu pada masa Daud dan kemudian untuk menyebut kerajaan Samaria. Kerajaan Judah dan Samaria itu saling bermusuhan dan kerap pecah peperangan di antara mereka. Dan bersama dengan berjalannya sejarah, keduanya kemudian bergiliran ditaklukkan oleh kerajaan-kerajaan besar yang ada di sekitarnya.

Karena sepuluh suku yang semula berdiam di Samaria telah dianggap hilang, maka sejarah anak cucu Yakub setelah masa itu hingga zaman modern sekarang ini sebenarnya BUKAN lagi sejarah bangsa Israel secara keseluruhan, tetapi para sejarawan umumnya menyebutnya sebagai SEJARAH BANGSA JUDAH. Karena yang tersisa memang hanya dua suku Judah itu saja sedangkan suku-suku Samaria sudah dianggap hilang. Orang Samaria sudah menetap di tempat lain dan kemudian berasimilasi dengan berbagai bangsa yang lainnya. Dan banyak di antaranya yang kemudian berasimilasi dengan penduduk Afghanistan dan Kashmir.

Dengan melihat sejarah dua bangsa tersebut, maka orang Yahudi yang sekarang ini sebenarnya hanya bisa mengklaim tanah Judea sebagai tanah leluhur mereka. Mereka tak berhak mengklaim tanah Samaria karena mereka memang BUKAN orang Samaria. Itu klaim yang AHISTORIS. Seandainya ada yang berhak mengklaim tanah Samaria, itu tentunya hanya bisa dilakukan oleh keturunan sepuluh suku Israel yang antara lain sekarang ini menetap di Kashmir dan Afghanistan. Tetapi, berhubung mereka nampaknya sudah lupa dengan asal-usulnya, dan juga mereka sudah menganut agama Islam, nampaknya sudah kecil kemungkinan akan melakukan klaim semacam itu. Apalagi, keturunan orang Samaria itu sudah hidup dengan tenang di tanah Afghanistan dan Kashmir selama berabad-abad lamanya.

Sebagian di antara orang Samaria itu ada yang tak turut dideportasikan dan hingga sekarang masih ada komunitas mereka yang tersisa dan tinggal di dekat kota Nablus (bekas ibukota Samaria Kuno). Mereka disebut sebagai orang Samaritan, tetapi mereka sendiri menyebut kaum mereka sebagai Bani-Israel. Jumlah mereka sekarang tinggal tersisa kurang lebih 500 orang saja.

Meski mereka masih menyebut dirinya sebagai Bani-Israel dan masih juga membaca Taurat, akan tetapi di dalam kitab Injil disebutkan bahwa orang Judah (Yahudi) sangat membenci dan memusuhi orang Samaria, bahkan meskipun orang Samaria itu bersedia membantu mereka tanpa mengharap imbalan jasa. Tentunya tidak konsekuen bukan bila orang Yahudi sekarang ini mengklaim tanah Samaria tetapi mereka sendiri ternyata sudah tidak mau lagi mengakui orang Samaria sebagai saudaranya, bahkan memusuhi mereka. Dan kemudian, bila mereka sudah tak mengakui orang Samaria, lantas buat apa mereka repot-repot mengklaim tanah Samaria? Apalagi, permusuhan itu masih berlangsung hingga sekarang. Orang Yahudi Ortodoks hingga saat ini tetap tidak mau mengakui orang Samaria yang tinggal di Palestina sebagai saudaranya dan menganggap mereka sebagai “pagan and stranger” .

Orang Yahudi tak mau mengakui orang Samaria sebagai saudara karena menuduh mereka bukan asli bangsa Yahudi, tetapi bangsa lain yang ditanamkan raja Assyiria ke sana. Akan tetapi, ini nampaknya tuduhan yang tidak berdasar sama sekali. Bila mereka memang asalnya non-Yahudi semuanya, bagaimana mungkin mereka akan bisa mengenal dan kemudian menganut agama Yahudi? Jadi, sebagian di antara mereka itu memang adalah tulen orang Samaria, dan yang sebagian lagi adalah hasil perkawinan campur dari orang Samaria dan non-Samaria yang ada di sekitarnya. Bila mereka asalnya non-Yahudi semuanya, tentu tak bakalan mereka akan bisa mengenal agama Yahudi dan kitab suci Taurat, bukan? Dan menurut uji genetika yang dilakukan pada tahun 2004, mereka ternyata memang asli keturunan orang Samaria kuno, selain tentu saja telah banyak bercampur dengan gen rakyat Assyria serta masyarakat lain yang ada di sekitarnya.

Bila pun orang Samaria itu adalah bangsa campuran, maka itu sebenarnya tak bisa dijadikan alasan mereka sudah tak dianggap sebagai Bani-Israel lagi.  Malah, orang Yahudi yang asal Rusia, Eropa Timur dan Asia Tengah itu bisa jadi kurang kuat klaimnya kepada darah Yahudi dibandingkan dengan orang Samaritan. Kita sudah pernah membahas tentang orang Khazar, bukan? Jadi, orang Yahudi asal Rusia, Asia Tengah dan Eropa Timur itu bisa jadi TIDAK berdarah Yahudi SAMA SEKALI, tetapi keturunan bangsa Khazar yang berdarah Turki. Apa pendapat Anda yang kebetulan Yahudi asal Rusia bila membaca penjelasan ini? Demikian pula, mereka yang asal Eropa Barat pun kecil kemungkinan sebagian besar masih berdarah Yahudi karena orang Yahudi yang asli itu adalah bangsa penggembala ternak, bukan bangsa pedagang. Dan memang mayoritas orang Yahudi yang sekarang ini sudah tak murni darahnya karena mereka telah ribuan tahun menetap di tanah asing dan tentu saja lalu bercampur dengan bangsa-bangsa di sekitarnya. Yang di Jerman sudah mirip Jerman, di Cina mirip orang Cina, yang di Arab mirip orang Arab, yang di Ethiopia mirip orang Ethiopia (Yahudi Falasha). Bila mereka darahnya sebagian besar masih tulen Yahudi, mustahil bukan bila lalu mirip orang Jerman atau Ethiopia, apalagi mirip orang Cina. Yahudi sipit, pasti lucu sekali. Kapan-kapan saya ingin ketemu dengan mereka bila masih ada yang menetap di Kaifeng.

Jadi, bila orang Yahudi itu tak mau mengakui orang Samaritan karena perkara darahnya sudah tak murni lagi, maka tengoklah dulu darah di tubuh mereka sendiri. Apa benar mereka itu memang tulen berdarah Yahudi dan bukan malah tulen berdarah Turki? Atau malah bisa jadi masih tulen saudara sepupu Heinrich Himmler.

Setelah melihat riwayat permusuhan yang yang ada di dalam kerajaan Samaria dan Judah di atas tadi, maka semakin kuat dasarnya bahwa orang Yahudi yang sekarang ini memang hanya berhak mengklaim tanah Judah saja, TIDAK termasuk tanah Samaria. Tentu saja demikian karena mereka memang BUKAN orang Samaria, bahkan memusuhi mereka. Mereka HANYA orang Judah. Orang Samaria sendiri sudah tak ada yang menetap di Palestina (kecuali yang di Nablus) dan mereka pun tak ada yang bergabung di dalam gerakan Zionis. Sebagian besar di antara mereka sudah krasan tinggal di Kashmir dan Afghanistan, malah diakui sebagai sebagai saudara oleh penduduk di sekitarnya. Berbeda sekali dengan perlakuan orang Judah (Yahudi) yang membenci mereka. Lantas, atas dasar apa orang Judah itu mengklaim bekas tanah kerajaan Samaria? Klaim yang aneh, bukan? Malah yang lebih berhak mengklaim tanah Samaria adalah keturunan suku-suku Samaria yang sekarang ini menetap di Kashmir dan Afghanistan.

Dengan demikian, para pemukim Yahudi (Judah) yang menetap di Nablus dan tanah pendudukan lainnya yang bekas wilayah kerajaan Samaria, bisa segera angkat kaki dari sana karena mereka memang tak berhak atas tanah tersebut. Tanah itu hanya bisa diklaim oleh keturunan orang Samaria. Dan tentu saja banyak di antara orang Samaria itu adalah penduduk Tepi Barat yang sekarang ini, yaitu orang Samaria yang telah memeluk Islam. Dan sejarah tetaplah sejarah. Orang Samaria telah “hilang”, dan keturunan suku Judah tentu saja tak berhak mengklaim tanah Samaria. Lain jalurnya.

Mungkin ada sebagian kalimat pada tulisan saya ini yang bernada kurang menyenangkan, tetapi sebenarnya maksud tulisan ini tidaklah bermaksud bermusuhan. Sebaliknya, tulisan ini malah saya maksudkan untuk menciptakan perdamaian. Bila orang Judah sudah tak lagi mengklaim tanah Samaria, yang wilayahnya meliputi sebagian dari Tepi Barat, maka tentunya para pemukim Yahudi akan segera pergi dari sana. Karena orang Judah itu memang tak berhak atas tanah Samaria. Dan bila masalah tanah pendudukan sudah terselesaikan, maka tentu saja akan segera tercipta perdamaian.

Bila pun memang ada sebagian tanah Tepi Barat yang dahulu merupakan bekas wilayah kerajaan Judah, maka sebaliknya ada juga wilayah negara Israel modern sekarang ini yang merupakan bekas  wilayah kerajaan Samaria. Jadi, bila itu sudah dianggap sebagai tukar menukar tanah, berarti pergolakan di tanah Palestina itu sudah bisa dianggap selesai. Tentara Israel dan para pemukim Yahudi bisa kembali ke tanah leluhur mereka di Judah (negara Israel yang sekarang ini) dan perdamaian akan segera bisa terwujud.

Dan akhirnya, orang Judah memang sudah tak perlu pusing memikirkan tanah Samaria. Orang Samaria sudah mendapatkan Tanah Perjanjian yang baru, yaitu di Afghanistan dan Kashmir. Bahkan, Tanah Perjanjian mereka yang baru itu (New Promised land) jauh lebih luas dan lebih subur ketimbang Tanah Perjanjian lama (Old Promised land) yang terletak di Palestina. Jadi, orang Judah sudah tak perlu lagi menumpahkan darah demi tanah Samaria. Orang-orang Samaria itu sudah mendapatkan gantinya, yaitu Tanah Perjanjian baru di Afghanistan dan Kashmir. Dan Anda boleh menyebut kedua negara itu sebagai New Canaan. New Canaan bagi suku-suku Samaria. Tak ada lagi Sargon, tak ada Firaun di tanah baru tersebut. Untuk Kashmir bagian Utara, yang sekarang termasuk wilayah Pakistan, memang selama ribuan tahun merupakan wilayah yang sangat damai dan tentram. Sedangkan Kashmir bagian Selatan, hingga sebelum terjadinya partisi India dan Pakistan, selama ribuan tahun juga adalah lembah yang sangat damai dan tentram. Dan bila suatu saat nanti India dan Pakistan sudah bisa berdamai kembali, maka seluruh tanah Kashmir itu, baik yang Utara maupun Selatan, akan bisa kembali disebut Lembah Damai. New Canaan yang damai, aman dan tentram, seperti juga kedamaian dan keindahan yang dicerminkan oleh pemandangan di Danau Dal.

Malang, 25 Maret 2006